9. Make Him Go

133 23 6
                                    

    Mentari telah menenggelamkan diri ke ufuk barat, awan-awan tampak kelabu ditambah kelap-kelip bintang membuat langit tak begitu nampak ditelan oleh kegelapan.

   Rembulan tak muncul kali ini. Seperti kebahagiaanku sekarang. Lenyap sudah.

  Lelaki bersurai merah itu datang menjenguk Shun yang sudah agak mendingan.

   Hero? Hiro? Aku lupa namanya. Ia memasang senyuman hangatnya, Shun tampak gugup saat melihat ia datang dengan sebuket bunga dan coklat manis. Ah, ia juga membawa sekotak plester penurun panas.

   Tch, apa-apan sih. Aku duduk di sofa single, mata kaki kiri ku tumpukan ke lutut kanan, tak lupa pipiku lagi-lagi menempel ke telapak tangan, gaya seorang pemalas.

   Adik-adik Shun kali ini ikut menyambut tamu mereka, Toki di pangkuan Shun, Sora duduk di sebelah pemuda itu.

   "Yoroshiku Hairo aniki," sapa adik lelaki Shun ramah, Sora tampak tak bersemangat sepertiku.

   "Hai Toki. Apa kabar?" Ia mengangkat topik yang membosankan. Aku menghela nafas, Dek Toki menjawab seadanya. Lalu Sora membuka suara dengan melempar pertanyaan padaku, "Heh aniki janda, apa kau kenal dengannya?"

   Aku menggeleng tanda tak tahu, lalu ku tatap wajah pemuda bersurai merah itu, ia melayangkan senyum padaku, aku membalasnya dengan senyum canggung.

   "Aku Kuboyasu Aren, salam kenal," ujarku memperkenalkan diri dengan pose duduk yang tak kunjung berubah.

   "Aku Hairo," ujarnya. Setelah itu keadaan menjadi kaku, dan aku tak mengindahkan suasana sekarang, aku ingin membuatnya pergi dari Shun.

   Shun tiba-tiba melenguh dengan tangan di kepala, pusingnya kambuh kah? Toki turun dari pangkuan Shun, lalu menanyakan keadaan kakaknya, "Doushita, Nee-chan?"

   Shun menjawab dengan gelengan. "Hairo-san, maaf aku tak bisa lama-lama melayani tamu," ucap Shun. Lelaki itu berdiri meraih lengan Shun, namun Shun menepisnya. "tidak usah Hairo-san. Aku bisa sendiri."

   Hairo menggeleng, ia bersikukuh ingin membatu Shun ke kamarnya. Lumayan baik, tapi aku tak bisa menerimanya! Sudah cukup! Aku tak tahan lagi.

   "Hairo-san tidak usah memaksakan," akhirnya aku angkat bicara, ku lihat Sora tengah menyeringai dibalik layar ponsel. Dia kenapa sih? Senang sekali jika aku mendekati kakaknya. Apa jangan-jangan aku sudah direstui olehnya? Fufu, good job.

   Pemuda dengan surai merah itu tak mendengarkan ku. "Ini keinginanku sendiri, Kuboyasu-san." Shun lagi-lagi menggelengkan kepalanya, lalu menatapku dengan cara memelas.

  "Tidak usah. Kau ini berani sekali memegang Shun di depan calon suaminya," aku mengucap sarkas. Ia tersenyum canggung.

   "Oh begitu ya ... Shun tak pernah bilang," kata-katanya terdengar tak bersemangat. Aku mendengus kesal. "Jelas-jelas Shun selalu menghindarimu. Apa kau pikir makhluk seperti Shun tega membeberkan fakta menyakitkan buatmu, Hairo-san?"

   "Kau selalu berusaha, tapi apa kau sadar bahwa usahamu sia-sia? Kenapa tak berhenti saja? Tak usah bodoh hanya karena hati," lanjutku dengan rotasi bola mata. Aku menghembuskan nafas, lalu beranjak ke kursi dimana Shun terkulai lemas. Tanpa rasa malu, aku menggendongnya ala pengantin.

   Shun menatapku terus. Memangnya ada apa denganku? Aku jadi gugup dan lumayan risih. "Hentikan tatapan menggelikanmu itu Shun!"

   Aku yakin dia sedang cemberut. Astaga, lidahku jadi tajam. Tak lama kemudian kami sampai di kamarnya Shun, aku membaringkannya disana. Lalu aku bertanya, "Ada pesan untuk Hairo?"

   Ia menjawabku lemah, "Semoga Hairo-san dapat menemukan orang lain yang lebih baik dariku," aku menghela nafas sejenak, lantas mengambil langkah lagi menuju ruang tamu keluarga Shun.

    Aku tak menemukannya di sana, aku keluar dari rumah Shun, hendak mencari keberadaannya. Dan benar-benar tak kutemukan lagi.

   Yasudahlah. Aku akhirnya mengajak Toki dan Sora melakukan persiapan tidur. Sikat gigi dan mencuci muka sebelum tidur itu penting.

Mon Histoire

   "Otsukare, aniki. Akhirnya kakak iparku benar-benar kau. Tapi sayangnya kau payah," ucap Sora dengan wajahnya yang senantiasa datar. Apa maksudmu hah bocah!?

   "Tch, lihat saja jika kakakmu sudah ku nikahi, kau akan baper sampai ingin mati," aku berujar sembari menukikkan alis. Ia malah menyunggingkan seringai. "Awas saja jika aku tidak baper sampai ingin mati, aku akan meledakkan mogemu."

   Wah parah, dia meremehkanku rupanya bung! Takkan kubiarkan kau menang calon adik ipar laknat. Daripada sakit kepala berbicara dengan Sora, aku memutuskan untuk mendongengkan Toki, lalu pulang.

T
B
C

Part nyeleneh😣

X0X0,
Sato Michiru
7-11/20

Mon Histoire [KuboKai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang