7. Change

148 28 6
                                    

    Waktu terasa lambat setelah aku memutuskan untuk memperjuangkan hatiku pada Shun.

    Beraaatt sekali. Tapi jika respon Shun bagus, tidak masalah. Aku sudah berhenti berkelahi. Semua orang yang menantang padaku, aku jauhi.

    Mereka pernah menghajarku habis-habisan tanpa ku balas agar mereka percaya padaku. Tapi sayangnya Shun melihat itu.

    Ia dengan air matanya yang mengalir deras mencoba menghentikan mereka. Ia memelukku erat dengan tangisannya, lalu berteriak pada mereka. "Berhentilah menantang Aren! Ia akan berubah! Ia tak mau berkelahi lagi! Apa kalian tak malu mengeroyok orang yang tak melawan kalian?" begitu katanya.

    Mereka tersinggung lalu mereka hampir menyakiti Shun. Aku langsung mengambil tindakan, aku mengahabisi mereka demi melindungi gadis mungil itu.

    Dan aku memerintahkan mereka agar menyampaikan informasi kepensiunanku dari dunia penuh darah ini pada musuh-musuhku.

     Sepulangnya mereka, aku langsung dibawa Shun ke rumahnya. Lalu luka-luka di badanku ia obati. Aku gugup sekali! Apalagi saat ditatap tajam oleh ibunya.

    Ibunya Shun seakan ingin mengusirku dari putrinya. Penilaiannya pada diriku pasti nol.

    Tapi Shun menjelaskan padanya bahwa aku telah sering menolongnya. Dan yang paling membekas di ingatan ibunya saat Shun tak pulang-pulang karena tersesat. Akhirnya ia bisa melihat orang yang telah menolong putrinya.

    Ia mendengus, lalu tersenyum kecil. Aku pulang jam sembilan malam hingga orang tuaku mendelik kesal padaku saat tiba di rumah. Ayahku memaklumi saja, sedangkan ibu menjewerku karena cemas.

    Aku di ajak makan malam di kediaman Kaidou, belajar bersama adik-adik Shun, dan bermain game dengan adiknya yang paling kecil. Ia imut dan nampaknya memiliki potensi raja menghajar sepertiku.

    Mulai saat itu tekadku makin bulat untuk memperjuangkan Shun. Aku sampai berpakaian seperti nerd dengan baju rapi dan rambut klimis. Tapi aku tampan! Tak terlihat culun.

    Aku sampai rela membaca buku pelajaranku yang tebal dan mengerjakan soal-soal setandan. Bahkan nilaiku akhir-akhir ini meningkat.

    Aku juga sudah seperti menjadi asisten rumah tangga. Bisa masak, bisa menyapu dan mengepel, bisa mencuci baju dan piring walau tak secekatan ibu.

    Diriku juga merasa memiliki banyak teman dari sekolah manapun di sini. Temanku makin bertambah banyak. Mungkin saja mereka mantan musuhku yang ingin berteman denganku karena aku berubah.

    Ah, ada suatu yang tak bisa ku ubah. Aku tetap cuek dan jutek. Wajahku selalu datar, dan tak bisa mengekspreksikan diri. Shun mulai terbiasa akan ku, tapi ia kadang tak bisa menerima sikapku yang cuekan ini.

    Kalian tahu, Hairo sampai sekarang masih saja mengejar Shun! Padahal sudah setahun sejak ia menyatakan perasaannya. Ia gigih sekali, tapi aku tak mau mengalah.

    Aku sudah banyak berubah demi menjadi baik untuk Shun, mana mungkin aku dengan mudah berhenti begitu saja.

    Saat aku magang kemarin, aku yakin sekali ia dengan gencar mendekati Shun. Tapi saat aku pulang, Shun berada di rumahku. Menyambutku dengan manis, sudah seperti istri saja. Dia bahkan pulang malam, aku mengantarkannya ke rumah Kaidou.

    Ini adalah hari terakhir SMK ku freeclass sebelum besok perpisahan. Ku harap Hairo itu menyerah. Ku harap ia mendapatkan pengganti Shun di hatinya. Karena gadis bernetra emerald itu milikku.

     Sekarang aku sedang sibuk berbaring di kasur empukku. Dengan tangan memegang ponsel, aku bermain game.

    Suaranya ku keraskan agar kamarku tak terasa sepi. 'Our turret is under attack' ah, sialan kau Bruno! Akan ku hajar kau!

    Dua puluh menit aku bermain, akhirnya aku beranjak dari tempat nan nyaman ini.

    Motor sport ku kendarai menuju kediaman Kaidou. Aku ingin mengajaknya ke taman pinggir kota, tempat kami bertemu pertama kali.

   Tak perlu lama-lama mengendarai motor, aku sudah sampai di depan gerbang rumah Kaidou. Aku beranjak turun dan mengarahkan kaki ku ke rumahnya, dan memencet bell.

   Beberapa saat kemudian pintunya dibukakan oleh adik Shun yang paling kecil. Aku tersenyum simpul padanya. "Shun-nya ada?"

Ia mengangguk. "Nee-chan sedang sakit," katanya padaku. Aku lagi-lagi bertanya padanya, "Orang tuamu ada?" Anak itu menjawabku dengan gelengan.

"Mereka pergi ke mana?"

"Kaa-chan menemani Tou-chan ke Denmark selama dua minggu."

   Aku mengelus kepala adiknya Shun yang paling kecil itu, Toki. Lalu aku menggendongnya. Ia hanya terbengong dengan wajah imutnya, aku masuk dan melepaskan sendalku.

   Lalu membawanya ke depan televisi di ruang keluarga, "Hari ini aku akan menemani kalian," ia tersenyum senang. Huufftt, tak jadi dating.

T
B
C

Part terngebosenin dan nyeleneh;( Huhu, Michi minta maap;( Terimakasih banyak atas vote nya^^ Vote dari kalian adalah sumber semangat Michi:'v

Sato Michiru
5-6/20

Mon Histoire [KuboKai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang