Takut. Gugup. Panas dingin.
Mungkin seperti itu yang dirasakan Zidan saat ini. Hari ini. Detik ini.
Jika diizinkan, rasanya Zidan ingin pergi saat ini juga. Ia belum siap. Mungkin ia selalu dikenal sebagai lelaki pemberani di kampusnya, namun tidak untuk sekarang. Rasa malu tidak bisa ditutupinya. Jantungnya berdetak kencang. Sungguh, malam tadi dirinya masih bersikap biasa saja. Tidak gelisah, gugup, malu ataupun takut. Ia bersikap sewajarnya, bersiap akan menerima hasil keesokan harinya, sampai telepon itu tiba.
FLASHBACK ON
Zidan memandang layar digenggamannya dengan heran. Untuk apa bunda menghubunginya?seingatnya, baru 1 jam yang lalu mereka berbincang di telepon untuk membicarakan acara wisudanya besok.
"Halo, Bun?ada apa?"
"..."
"Bunda jangan bercanda."
"..."
"Dia tau darimana, Bun?"
"..."
"Bun, Zidan boleh minta tolong gak sama bunda?Zidan gak bisa ketemu dia."
"..."
"Oke, maaf ya Bun, Zidan ngerepotin bunda. Makasih, Bun."
Zidan menghela nafasnya gusar. Apa lagi iniii??? Membuat Zidan gugup saja. Mana mungkin Zidan akan mengacaukan rencananya sendiri?rencana yang sudah ia susun matang-matang untuk dilaksanakan Minggu depan, harus berantakan karena ini. Masa ia harus memajukan rencananya ke hari esok?dalam waktu semalam??yang benar saja!
FLASHBACK OFF
"DAN!"
Zidan menoleh, rupanya itu Vino yang memanggilnya. Ia dan Vino memang satu kampus.
"Apaan?"
"Lo kenapa, sih?daritadi gue liatin kayak yang lagi banyak pikiran gitu. Ada masalah apa?" Vino jelas heran. Seharusnya Zidan tidak panik karena lelaki itu akan wisuda hari ini. Zidan sudah punya pekerjaan tetap, lalu apalagi yang membuatnya kelihatan banyak pikiran seperti itu?
"Gawat, Vin. Setengah jam yang lalu bunda kirim pesan ke gue. Kata bunda dia ikut kesini."
Vino membolakan matanya terkejut. "Lo serius??terus rencana Lo gimana?"
"Gue udah hubungin mereka buat majuin semuanya ke hari ini. Tapi gue gatau bakal sempet atau nggak."
Vian mencoba berpikir cepat. Urusan ini memang gawat menurutnya. "Gini deh, gue bakal coba handle urusan disana. Nah, Lo disini gak perlu gugup. Ikutin acara wisuda lo sebaik mungkin. Soal rencana, gue bakal usahain berjalan lancar."
"Gimana gue gak gugup kalo gue harus ngelakuin hal itu sekarang?"Zidan terlihat frustasi. Rasa gugup sudah mendominasinya.
Vino terkekeh, sebenarnya ia juga panik. Yang tadinya ingin menghadiri acara wisuda Zidan, malah harus mengurus rencana yang menjadi dadakan seperti ini. Omong-omong, Vino tidak ikut wisuda. Salahkan Zidan yang otaknya terlalu pintar sehingga bisa lulus mendahuluinya.
"Udah lo tenang aja, semua pasti berjalan lancar."
*****
Zidan berdiri gugup. Acara wisudanya telah selesai. Kini ia ditarik bundanya untuk berfoto dengan keluarga.
"Mau gak mau kamu harus siap ketemu dia, Dan."
Sial. Lagi-lagi Zidan panas dingin.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
RANA
Teen FictionDahulu sedekat nadi,sekarang sejauh matahari. Cinta datang karena terbiasa dibuat tersenyum. Dan cinta akan pergi karena terbiasa dibuat menangis. [END]