4

1.3K 230 4
                                        

Happy reading






"Umm.. Tidak biasanya tuan Kim mengambil genre seperti ini," gumam Jaemin sambil terus membaca naskah yang diberikan oleh manajernya, Mark.

"Dia tahu kalau kau cocok memerankannya. Selain itu, kau juga sudah melakukan banyak proyek dengannya. Aku rasa itu alasan dia menginginkanmu bergabung. Genre yang dia ambil kali ini bukan sesuatu yang umum. Dia ingin bekerja dengan orang yang dapat dipercaya," balas Mark.

Jaemin merasa tersanjung begitu mendengar penuturan Mark mengenai pendapat tuan Kim tentangnya. Jika Jaemin setuju untuk mengambil peran tersebut, hal ini pasti akan menjadi pengalaman yang luar biasa. Namun, Jaemin tidak dapat memungkiri bahwa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, membuat Jaemin merasa ragu untuk mengambilnya.

Mark yang melihat ada perubahan ekspresi di raut wajah Jaemin menopang dagunya dengan sebelah tangan dan menatap dingin lelaki yang duduk di hadapannya itu.

"Apa yang membuatmu ragu?" tanya Mark tanpa berbasa-basi.

"Itu... Jaehyun," cicitnya.

"Astaga, yang benar saja?! Jaehyun? Tsk. Ini adalah karirmu. Pilihanmu. Dia tidak punya hak untuk mengatur apa yang harus kau lakukan, Jaemin," sungut Mark.

"Kau benar, tapi..."

"Bukannya membantumu, yang Jaehyun lakukan justru menghambat karirmu. Kau juga selalu berkata 'Jaehyun begini' dan 'Jaehyun begitu'. Ya Tuhan!" omelnya.

Jaemin tertawa canggung mendengar omelan Mark. Dia sadar bahwa dirinya membuat Mark kesal lagi. Oleh karena itu, Jaemin meraih tangan Mark dan menggenggamnya, berusaha untuk menenangkan lelaki asal Kanada itu.

"You're right about everything, hyung. Tidak peduli apa yang Jaehyun katakan, aku akan membaca naskah ini di rumah hingga selesai dan menghubungimu," ucapnya.

Mark mengangguk dan mereka bangkit dari posisi masing-masing, kemudian berjalan untuk meninggalkan ruang rapat perusahaan tersebut.

"Jangan lupa. Kau sudah berjanji," ujar Mark lagi saat mereka berada di ambang pintu.

"Iya, iya."

Ketika Mark dan Jaemin mengalihkan pandangan ke depan, mereka melihat Jaehyun sudah duduk di sofa yang ada di depan ruangan itu. Mark tidak dapat menutupi perasaan jengkelnya. Dia benar-benar benci melihat Jaehyun yang selalu berkeliaran di sekitar Jaemin, terutama di saat lelaki iblis itu sedang istirahat dari syuting filmnya seperti sekarang ini.

Jaehyun yang tadinya sedang bermain dengan ponsel menoleh ke arah mereka berdua.

"Sudah selesai? Apa yang kalian berdua bicarakan? Kelihatannya serius sekali," ucap Jaehyun lalu berjalan menghampiri mereka.

"Kami hanya membicarakan tentang proyek baru," jawab Jaemin.

Jaehyun menarik wajah Jaemin dengan tangan kirinya, lalu mencium bibir merah muda milik Jaemin. Sementara tangannya yang lain mengambil sesuatu di balik punggung Jaemin.

"Hei. Aku kan sudah bilang jangan melakukannya di sini!" tukas Mark.

"Naskah?" gumam Jaehyun.

"Jaemin's gonna look over this one on his own. Jadi jangan coba-coba untuk ikut campur, Jaehyun," ucap Mark sambil merebut naskah tersebut dari tangan Jaehyun.

"Justru dengan kau berkata seperti itu, membuatku semakin penasaran," balasnya.

Sementara itu, Jaemin masih menyandarkan kepalanya di antara lekukan leher Jaehyun. Dia tidak peduli lagi dengan perdebatan antara Jaehyun dan Mark, karena hal yang dia pedulikan saat ini adalah dirinya yang lagi-lagi mencium parfum berbeda dari tubuh Jaehyun, membuatnya mengalami pergolakan batin. Kali ini Jaehyun bermain dengan siapa dan mengapa dia tidak pernah bisa menanyakannya.





Behind The Scenes [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang