12

177 33 0
                                    

Levin Theodorus phillip

"Emosi yang tidak pernah bisa terkendali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Emosi yang tidak pernah bisa
terkendali."


"Dek, maafin gue ya?"

Kata ku memasuki kamar Ava, dengan kepala yang menunduk penuh penyesalan.

Seperti itulah diri ku, dari kecil hingga sebesar ini selalu saja melakukan kesalahan lalu meminta maaf dan ku ulang lagi. Seperti itulah sifat ku.

Dari kecil, aku sudah menganggap Ava sebagai adik perempuan ku dan om Darma sebagai Papaku, pengganti seorang pria tua bajingan yang rela membunuh istrinya dengan keji.

Tapi walau begitu, aku tipe laki-laki yang menghormati seorang gadis dan menjaga kehormatan seorang gadis tanpa pandang bulu.

"Enggak apa-apa, kak." jawab Ava, yang membuatnya bangkit dari berbaring nya.

Aku yang mulai mendekat kearah Ava, sembari duduk di bibir ranjang, kulihat matanya yang masih membengkak karena terus menangis.

"Jangan marah ya,"

"Nanti gue beliin es krim deh." kataku lagi, yang membuatnya menggangguk sembari tersenyum untuk mengiyakan perkataanku.

"Maaf," kataku lagi, yang membuatnya menatapku.

"Gue belum bisa nemuin Aga, buat Lo."

Dari kecil, Ava adalah seorang gadis yang optimis, keras kepala, selalu menatap orang dengan tatapan dingin khas nya dan akan menentang siapapun tanpa ada rasa takut, hingga Aga datang merubah sikap Ava sedikit demi sedikit menjadi Ava yang lemah lembut dan terus tersenyum dan tak pernah kulihat dia menatap orang lain dengan dingin lagi.

Dari kecil juga, aku selalu memberi apapun yang Ava minta sebagai kakak yang baik, walau kadang aku tidak bisa mengendalikan emosiku.

"Enggak apa-apa, kak." jawabnya lirih.

"Besok hari pernikahannya kan, ya?"

Tanya Ava lagi, yang entah membuat hati ku sakit melihat air mata kembali jatuh dari mata Ava.

"Kak, besok kita pulang aja." katanya lagi-lagi.

"Lo mau nyerah?"

Senyum masam di wajah sembabnya membuatku tidak bisa melihatnya, "Nyerah gak Nyerah sama aja kak,"

"Kalopun besok, lusa, bahkan tiga Hari lagi kita nemuin Aga, kita udah terlambat kak,"

"Aga udah jadi suami orang, bukan miliki gue lagi."

"Aga udah bukan Aga nya Ava lagi, kak." Lanjutnya, kembali terisak, yang membuatku mulai memeluknya begitu erat.

"Aga gak semudah itu, Va."

"Aga cinta mati sama Lo,"

"Tapi Aga tipe laki-laki yang taat sama orang tuanya, kak." Jawab Ava, yang membuat ku semakin erat memeluknya.

Ava yang mulai melepas pelukanku itu, membuatku memperhatikan gerak Ava yang tengah memandang sebuah bingkai potret dirinya bersama Aga.

Kulihat, Ava mulai menghapus air matanya dengan kasar.

"Lo bener kak,"

"Gue nyerah." Lanjut Ava, yang membuat ku menatapnya begitu dalam.

Hingga dari pintu, seseorang memasuki kamar Ava dengan tangan yang di masukan pada kantung celananya.

"Dari awal emang kamu gak pernah percaya sama aku, Va."

Katanya tiba-tiba, yang membuatku maupun Ava menoleh pada pintu kamar Ava.

Ekspresi ku dengan Ava tidak bisa kami sembunyikan setelah melihat keberadaan nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ekspresi ku dengan Ava tidak bisa kami sembunyikan setelah melihat keberadaan nya.

Dia kembali lagi.

Jeffan Kalingga, laki-laki yang sangat terobsesi pada Ava yang membuat seorang Alghaisan memperlihatkan ketangguhannya dalam menghajar habis Jeff untuk pertama kalinya.

Saat itu, sekitar dua tahun yang lalu. Jeff datang dengan sangat terobsesi pada Ava dan melakukan segala cara agar Ava menjadi miliknya, termasuk hampir merenggut kehormatan seorang gadis dari Ava dan itu membuat seorang Alghaisan hampir membunuhnya.

"Lo!"

Teriak Ava, sembari memegang lengan ku begitu kuat.

"Aku datang buat kamu, Va." katanya, mulai mendekat pada kami dengan aku yang menatapnya begitu tajam.

Aku tidak yakin, jika Aga melihatnya mungkin Aga sudah membunuhnya saat ini juga.

"Dari mana Lo tau kami disini?!" tanya ku menyelidik, yang membuatnya menyeringai dengan senyum masamnya.

"Apapun yang menyangkut  tentang Ava, gue tau semuanya." 

"Termasuk pernikahan Aga dari perjodohan orang tuanya." tambahnya.

"Ava," panggilnya, dengan Ava yang menoleh dan menatap tajam kearah Jeff.

"Dari awal aku udah pernah bilang kan sama kamu?"

"Kamu dan Aga gak bakal bisa bersama, kalian itu berbeda!" Lanjutnya lagi, menatap Ava yang membuat Ava menggeleng sembari menutup kedua telinganya dengan tangannya.

"DIEM!!"

"GUE GAK MAU DENGER APAPUN!!"

Teriak Ava, masih menutup kedua telinganya dengan air mata yang terus menetes.

"LO PERGI ATAU GUE BUNUH LO DISINI!!"

Kini aku yang berteriak, dengan mata berapi-api menatap Jeff.

"Sejauh apapun kamu pergi, aku akan tetap ada di samping kamu, Va." kata Jeff, lalu mulai melangkah pergi.

Saat itu juga, Ava mulai memeluk ku dengan sangat erat.

"Kak, gue mau Aga!"

"Gue pengen ketemu Aga." tangisnya di pelukan ku, yang membuatku menatap tajam tembok yang berada di hadapanku.

Memang dari kecil aku paling tidak bisa melihat Ava menangis, dan tidak akan pernah bisa.


To Be Continued

ALGHAISAN | Lee Jeno ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang