Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Takdir yang tidak bisa di terima."
Hari ini telah tiba, hari yang sangat ku ingin tidak akan pernah ada. Hari yang akan mengubah statusku dari lajang menjadi seorang suami dari gadis yang tidak aku cintai sama sekali.
Hari ini juga, hari yang begitu menyakitkan bagiku, karena om Darma juga akan hadir di pernikahanku, karena om Darma adalah donatur pesantren ini yang membuat Bapak dan Kiyai Basyir mengundang om Darma.
"Ini kah takdir yang engkau berikan kepadaku, Ya Allah?"
Batin ku, yang seakan tidak menerima takdir dari sang Maha Kuasa terhadap diriku.
Aku yang masih menatap penampilanku di kaca yang berada di hadapanku, betapa aku begitu pengecut pada gadisku yang tidak pernah ku beritahu dari awal tentang semua ini.
"Ava, maafin aku."
Gumam ku, sembari mengusak wajahku dengan kasar.
Hingga aku melihat Ibu, Bapak dan juga bang Fathan memasuki kamarku dengan dandanan mereka.
"Ijab Qabul akan segera di mulai, nak."
Itu suara Ibu, yang membuatku menghela nafas kesekian kalinya, seakan menguatkan diriku yang beberapa saat lagi akan berstatus sebagai seorang suami.
Aku yang hanya mengangguk dan mulai keluar kamar menuju masjid pesantren yang sudah di tunggu oleh seluruh warga pesantren dengan sangat terpaksa.
Kulihat diantara mereka, om Darma dan beberapa anak buahnya berada di sana menatapku dengan terdiam.
Entah apa tatapan om Darma yang di tunjukan padaku membuatku terus menatap kearahnya.
Sebuah tatapan sayu, namun terkesan dingin itu yang ku yakini tatapan seorang Ayah yang menghawatirkan nasib putrinya setelah ini.
Aku yang mulai melangkah memasuki masjid dan duduk di lantai berhadapan dengan seorang penghulu yang nantinya akan menikahkan ku dengan gadis pilihan Bapak membuatku semakin tidak karuan.
Aku yang hanya diam, seakan tak mampu berbicara dan berpikir, karena memang pikiranku saat ini hanya tertuju pada satu nama, Achava Alexandra Belva.
Hingga ku dengar para santri seakan bahagia saat melihat kedatangan Arumi dengan baju pengantinnya yang di dampingi oleh kakak perempuannya.
Kulihat Arumi yang duduk sedikit jauh dariku itu, membuat penghulu yang berada di hadapanku memulai prosesi pernikahan.