Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Arumi, si kembar, dan selamanya."
Jam berdetik begitu lambat, menemani kami yang sedang duduk di ruang tunggu dimana Ava sedang berjuang hidup dan mati untuk melahirkan bayinya.
Bukan hanya aku. Arumi, Danish dan Alona juga berada disini. Kami cemas karena terus mendengar teriakan Ava dari ruang persalinan seakan merasakan sakit yang luar biasa, hingga dokter keluar dan menyampaikan kabar bahagia pada kami jika bayi yang sudah di lahiran Ava adalah seorang bayi perempuan.
Selama perjalanan muda kami, kami merasa bahagia dengan hidup kami masing-masing, Aga yang sudah menemukan restunya pada Tuhan nya, begitu juga denganku dan Arumi, sedangkan Danish dan Alona juga mendapat restu dari orang tua mereka.
Kami bahagia dengan itu, dengan aku yang setiap malam selalu berbincang dengan Arumi tentang jenis kelamin nantinya bayi kami.
Dan bagaimana kami semua memberi semangat pada Alona agar tidak putus asa akan Tuhan yang belum memberi kepercayaan seorang Bayi di rahimnya.
Hari ini setelah menunggu Ava yang melahirkan, aku kembali ke kantor, masih banyak berkas-berkas yang harus aku tanda tangani, dan masih banyak hal harus ku kerjakan.
Entah kenapa, aku teringat dengan Arumi yang beberapa saat yang lalu sempat meringis menahan sakitnya sendiri sembari mengelus perutnya.
Saat itu, yang sempat ku ketahui dan aku bertanya padanya kenapa, tetapi dia selalu menjawabnya dengan gelengan kepala dan senyum di wajah cantiknya.
Aku yang mulai memandang foto pernikahanku dengan Arumi yang berdiri di meja kerjaku, membuatku meraihnya dan mengelusnya,
Betapa aku sangat mencintai wanita yang sekarang menjadi istriku itu,
Dan begaimana aku selalu bertanya kepada Tuhan betapa bahagianya diriku saat menemukannya, meminangnya, dan aku adalah laki-laki satu-satunya yang menyentuh dan di sentuhnya.
Betapa beruntungnya diriku, seorang Levin laki-laki bajingan yang terkenal playboy dan sering menarik ulur hari perempuan itu.
Jika memikirkan nya, aku selalu tersenyum masam, entah perbuatan baik apa yang sudah ku lakukan di masa lalu yang membuatku beruntung di masa sekarang.
Benar-benar sebuah lotre.
Aku yang mulai melirik jam dinding di ruanganku yang sudah menunjukan pukul delapan malam, yang artinya aku akan kembali ke Mansion membuatku tersenyum sekilas.
Aku yang berdiri dan meraih jas ku yang tersampir di kursi kebesaran ku dan mulai melangkah pergi.
Di jalan selama perjalanan dengan supir yang menyupir kemudi di depan, membuatku terus menatap pemandangan kota malam ini lewat kaca mobil di sampingku.