°• BAGIAN KE-EMPATPULUHENAM •°

334 31 1
                                    

🌷DI VOTE ALHAMDULILLAH🌷

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌷DI VOTE ALHAMDULILLAH🌷

"Mengorbankan diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang tidak disukai demi disenangi orang lain, itu heroik atau bego?"

|~•~•~•~•~|

Hera menghela napas panjang. Malam ini ia benar-benar tidak dapat tidur dengan nyaman karena sekujur tubuhnya terpenuhi rasa gatal dan kedinginan. Sehabis pulang dari rumah Arshel, ia segera pergi mandi, mengoleskan krim alergi pada bagian tubuhnya yang gatal, dan yah, semua itu akibat ulahnya yang mau-mau saja mengambil resiko demi memperbaiki sebuah keadaan.

"Nggak apa-apa, deh." Segurat senyum mulai terpancar walau kedua kelopak mata itu sedang terpejam. Ia menggaruk tangannya perlahan. Dalam gelapnya pandangan, di situlah Hera mulai mengingat hal apa saja yang seharian ini ia lakukan bersama Arshel. Hah, sungguh indah untuk hari ini.

Gadis manis itu seketika membuka mata saat mengingat tentang sebuah benda berharga yang sempat ia lupakan. Sorot matanya mendapati sebuah topi baseball di atas nakas. Ah, hampir lupa, topi itu ... Menjadi saksi bisu kenapa Hera masih saja menyukai seorang Arhsel. Ia mengembangkan senyumnya segera. "Aku ingat saat itu, aku kira akan berjalan semudah yang diharapkan."

Hera mengambil topi itu kemudian menatapnya tanpa melunturkan senyum. "Ternyata ... Malah melebihi ekspektasi."

"Semoga hari berikutnya akan semanis hari ini."

***

"Tumben lo dateng siang," sindir Meira yang sekarang tengah duduk di atas bangku Ruby, menatap pemilik bangku itu seraya menunjukkan tatapan sinis.

"Masih jam tujuh kurang seperempat, Me," tampik Ruby malas. Tangan kanannya mengibas mengisyaratkan Meira untuk pergi dari bangkunya. Tasnya ia taruh di atas meja kemudian bergeser, memberi jalan untuk Meira pergi. "Gue mau duduk."

"Iya-iya." Meira segera berdiri dan keluar dari bangku Ruby. Dirinya berjalan menuju Hera, beralih duduk di samping gadis pendiam itu seraya melipat kedua tangan di depan dada. Entah kenapa pula tidak biasanya Arshel belum kunjung datang, biasanya saja laki-laki itu sudah berada di tempatnya seraya sibuk berbincang dengan teman sebangkunya. Karena penasaran, Meira menjeda emosinya sejenak, menoleh menatap Hera yang kini tengah sibuk membaca novel. "Arshel kemana?"

"Enggak tahu." Hera menggeleng seraya menutup novelnya. Pembicaraan yang tepat di saat Hera sudah selesai membaca. Ia mengembalikan novel itu ke dalam tas kemudian memosisikan dirinya menghadap Meira. "Kamu punya stok film horor lagi, nggak? Yang kemarin udah habis semua aku tonton."

"WHAT THE ... Lo sinting, ya? Itu 13 film, loh!" pekik Meira benar-benar terkejut. Seketika telunjuk Hera beranjak di depan mulutnya, mengisyaratkan gadis kacamata itu untuk berhenti membuat semua orang menoleh padanya. Bahkan, Ruby yang sedari tadi sibuk dengan handphone, kini menoleh pada Meira bersama tatapan membunuh.

A R S H E R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang