Part 7: Actress

155 11 10
                                    

warning: plotless, mature content.

untuk adek-adek, meskipun series ini hanya potongan-potongan ringan yg mudah dimengerti, tapi disarankan untuk tidak membacanya dulu ya, sebab ada hal-hal yang akan lebih dipahami saat sudah dewasa nanti. okey?

enjoy ✌️

.

.

.

Misa mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja. Sebelah tangannya yang lain memegang skrip naskah film yang sekedar dipandanginya dengan tatapan kosong. Misa sudah hafal semua isi dialognya. Misa hanya menggenggamnya supaya dia punya sesuatu yang bisa dikerjakan sembari menunggu.

Gadis itu tengah duduk sendirian di kafe lantai 1 gedung apartemen. Sesekali ia melongokkan kepalanya ke luar dinding kaca, tepatnya ke kantor pelayanan gedung yang letaknya tepat di seberang kafe ini. Ia memeriksa jam di ponselnya.

Uh, sudah pukul 9 malam. Apa Light masih lama?

Misa meremas naskahnya gelisah. Tadinya Misa senang karena dia bisa pulang dari lokasi syuting bersama Light. Namun begitu tiba di basement dan keluar dari mobil hendak menuju lift, Light menyuruh Misa untuk naik lebih dulu karena Light perlu menyelesaikan beberapa urusan apartemen di kantor pelayanan gedung yang terletak di lantai 1.

Misa menggeleng tidak mau. Ia ingin pulang ke apartemen bersama-sama Light. Misa lebih memilih untuk menunggu Light di kafe ini sampai Light selesai. Syukurlah, Light tidak melarang. Misa pun bersorak senang. Hanya saja, Misa tidak menduga kalau ternyata Light butuh waktu lama.

Ini sudah hampir sejam. Misa sudah mulai bosan. Apalagi sejak pagi tadi kepalanya agak pusing dan perutnya sakit. Satu gelas matcha hangat yang ia pesan pun sama sekali tidak meredakan suasana.

Uh, Misa sedikit menyesal karena nggak mematuhi kata-kata Light untuk naik lift dan pulang ke apartemen duluan. Misa juga menyesal nggak mengikuti Light ke kantor pusat layanan. Walaupun pembicaraan di sana bakal membosankan, tapi setidaknya dia nggak akan terpisah dari Light.

Misa mengetukkan jarinya lagi ke atas meja. Ia berniat menambah pesanan satu gelas cokelat panas, namun dilihatnya bayangan Light yang baru saja keluar dari kantor pelayanan gedung. Ah, Light sudah selesai!

Cepat-cepat Misa memasukkan naskah dan ponselnya ke dalam tas, lalu bangkit dan keluar dari kafe dengan tak sabar. Ia berlari-lari ke arah pacarnya seraya berseru senang, "Light!"

Light menoleh.

Gedubrak!

Ups, astaga. Misa tersandung sepatu tingginya dan jatuh terduduk di atas lantai dengan suara keras. Seisi koridor gedung itu pun menoleh serempak ke arahnya, termasuk Light. Pria itu menghampiri Misa dengan langkah cepat, kemudian membantu Misa berdiri.

"Hati-hati," ujar Light usai memastikan tak ada luka di lutut Misa, kemudian membungkuk mengambilkan sepatu tinggi Misa dan memakaikannya kembali.

Wajah Misa merah. Tangannya berpegangan erat pada bahu Light. Gadis itu masih kaget sekaligus malu dengan kejadian barusan. Lebih dari itu, dia sudah membuat malu tak hanya dirinya sendiri, tapi juga sekaligus Light! Astaga, astaga!

"Are you okay, Misa?"

Misa tersadar. Ia mengerjapkan matanya satu kali, sekejap kemudian wajahnya sudah berubah ceria seperti tak terjadi apa-apa.

"Hehe, bisa-bisanya ya Misa jatuh seperti tadi," gadis itu tertawa ringan. "Maafkan Misa, Light. Misa cuma grogi melihatmu."

Sorot mata Light yang semula menatap Misa khawatir, kemudian berubah datar. Pria itu berdiri dan menegakkan punggung. Ya sudahlah. Setidaknya gadis yang masih berpegangan padanya ini betul tidak kenapa-kenapa. Orang-orang di sekitar mereka yang semula menoleh pun juga sudah kembali sibuk dengan urusan masing-masing.

CHANDELIER [Light/Misa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang