Cuman mau bilang makasih buat readers yang udah setia baca dan vote cerita ini. Itu suatu bentuk apresiasi yang luar biasa buat aku.
🎬
Pagi ini, Ruby duduk di meja makan sendiri. Lagi. Sama seperti hari-hari biasanya. Maminya terpaksa harus berangkat ke Surabaya tadi malam, mendadak ada tugas dari bosnya. Ruby bisa apa? Duduk, diam, dan memberikan Maminya senyum yang seolah berkata 'Nggak apa-apa, Mam. Pergi, aja.'
"Mau sarapan, apa, Non?" tanya Bunga. Dia itu perempuan berusia 24 tahun yang bekerja di rumah Ruby.
Dari usia lima belas tahun, gadis itu sudah mengabdi pada keluarga Ruby. Jadi, Ruby menganggapnya sudah seperti Kakak sendiri. Sembilan tahun. Waktu yang tidak singkat itu, dihabiskan Bunga untuk bekerja pada Keluarga Ruby. Oleh karena itu, gadis itu sudah mengenal betul seluk-beluk Ruby dan Ibunya. Mereka juga dekat, karna sejak menginjak usia enam tahun, Ruby telah diasuh oleh gadis itu. Makanya, Ruby tak segan pada gadis itu, dan lebih suka memanggilnya Kakak.
"Kak Bunga, ih! Udah dibilangin berapa kali, sih? Panggil Ruby, aja. Nggak perlu pake Non-non segala," tegur Ruby.
"Kakak tuh sengaja, biar kamu nggak ngelamun terus." jawab Bunga. Perempuan itu memang sengaja memanggil Ruby dengan panggilan 'Non', agar gadis itu tidak melamun. Itu mujarab loh. Karna setiap gadis itu melamun, dan Bunga memanggilnya 'Non', pasti kesadaran gadis itu kembali.
"Kak, aku nggak usah sarapan, deh." jawab Ruby lesu.
Bunga mengerutkan keningnya, "Kenapa? Orang badan udah kecil kayak gitu, mau sok-sok-an nggak sarapan! Tuh, liat mukamu lesu banget, nggak mencerminkan muka anak sekolah,"
Bibir Ruby mengerucut mendengar perkataan Bunga barusan, "Ih! Aku nggak kurus, ya! Lagian, aku juga nggak diet, kok. Biasanya 'kan emang aku lesu kayak gini, mana pernah aku semangat ke sekolah,"
"Emang kenapa, sih, lesu terus tiap mau ke sekolah?" Bunga duduk disebelah Ruby yang sedang menatap malas makanan yang tersaji di meja makan.
"Bosen! Belajar mulu, orang aku udah pinter, kok. Nga---"
Pletak!
"Aduh! Kak Bunga! Sakit, tahu! Kok aku ditoyor, sih?!" kesal Ruby.
"Kamu ini, mentang-mentang merasa gampang nerima pelajaran, jadi merasa pintar. Dasar anak jaman sekarang," Bunga berdiri, lalu mengoleskan selai cokelat pada selembar roti.
"Emang aku pinter, kok!" aku Ruby.
"Orang pinter, tuh, kalo dia udah bisa menggunakan ilmunya buat sesuatu yang bisa bermanfaat untuk orang lain. Kayak Albert Einstein, Thomas Alfa Edison, nah, itu tuh baru namanya pinter," Bunga menjelaskan sembari berjalan ke arah dapur guna mengambil kotak makan.
"Lah, kamu? Emang kamu selama ini udah bikin apa buat orang lain?" Bunga mencari-cari kotak makan yang akan ia gunakan sebagai tempat bekal Ruby.
"Ya mana bisa aku sepintar mereka, aku 'kan cuman manusia biasa yang tak pernah luput dari dosa," jawab Ruby mendramatisir.
Bunga kembali ke meja makan dan menampakkan muka malasnya, "Alay kamu. Lagian, emang kamu kira orang-orang yang Kakak sebutin tadi bukan manusia biasa yang kata kamu nggak bisa luput dari dosa? Enggak, ya. Mereka juga tuh cuman manusia biasa, bedanya sama kamu, mereka itu rajin, kamu malesnya minta ampun." Bunga meletakkan beberapa lembar roti yang telah ia oleskan selai ke dalam kotak bekal.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEONARD
Teen FictionKalau kamu percaya Jordan Archelaus Rodriguez adalah sosok sempurna. Kelihatannya. Tapi, memang mungkin sudah hukum alamnya, jika manusia yang hanyalah ciptaan tidak akan menjadi sempurna. Mungkin, manusia hanya akan sampai pada fase 'mendekati kese...