4

3.2K 683 642
                                    

— MAFIA GAME —

Written by Yan Zhang

.

"Ka—kamu. . ."

". . . Ah, ternyata kamu rekanku?"

Namja berperawakan tinggi dan kurus itu tidak menanggapi pertanyaan temannya merupakan pemilik kamar seberang, ia hanya berbalik untuk menutup pintu dengan menggenggam iPad di tangan sebelahnya sebelum melengos pergi ke ruang yang telah ditunjukkan oleh moderator berinisial J.

"Jangan cuek gitu dong." Gumamnya sembari menutup pintu dan menyusul teman kamar seberangnya. "Tunggu aku!"

Dua orang yang mendapat identitas sebagai mafia itu melangkah bersampingan menyusuri lorong yang penerangnya rada redup, suasananya cukup menyeramkan ketika malam hari. Jendela di ujung seakan menatap mereka berdua dalam diam.

"Aish, seram sekali. Memangnya ruangan ada di mana? Aku lupa denahnya." Ujar sang mafia satu.

Mafia dua di samping menerawang langit lorong, mencoba mengingat denah yang sudah dilihatnya tadi sore sebelum memutuskan memilih kamar. "Kalau tidak salah, di lantai dasar. Tepatnya, ruang perpustakaan." Jawabnya yakin.

"Hm. Kalau begitu ayo cepat." Mafia satu itu melangkah satu langkah lebih cepat.

"Oke." Mafia dua pun mengekori mafia satu di depan, iPad diapit di ketiaknya karena dua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana training. "Ngomong-ngomong, kamu tidak merasa sedang diawasi seseorang?"

Tanpa menoleh ke belakang, mafia satu terus melangkah maju. "Ya, aku juga merasakannya. Aku akan berbicara pelan dan satu kali." Rekannya di belakang menyahut pelan. "Lirik ke atas, ada lampu merah yang berkedip-kedip di sudut."

Dengan mengikuti arahan mafia satu, ia pun diam-diam melirik ke atas sekilas, sekejap. "Kamu benar. Jadi, maksudmu J ada di suatu tempat?"

Mafia satu mengedikkan bahunya tidak tahu. "Mungkin."

Mereka berdua tiba di dekat tangga, mereka turun anak demi anak tangga dengan hati-hati. Sekelilingnya cukup gelap, lampu ruangan dimatikan sebelum seluruhnya kembali ke kamar masing-masing. Hanya lampu dapur yang meneranginya. 

"Habis dari dapur, ke sebelah kiri kan?" Tanya mafia satu itu.

"Ya, kamu benar. Setelahnya, belok kanan dan kita tiba di perpustakaan deh." Jawab mafia dua sambil meraih iPad yang diapit di ketiaknya. "Aku saja yang memimpin." Rekannya hanya mengangguk dan mempersilakan dirinya menuntun jalan karena ia hafal di mana letak perpustakaan seolah ia sudah mengenal tempat dalam vila.

Sedikit menaruh curiga dengan mafia dua yang menuntun jalan, ia memicingkan matanya mengamati gerak-gerik namja di depan. "Kok bisa kamu mengingat jalannya? Padahal tadi kertas denahnya dibalikkan oleh Johnny dengan cepat, loh."

"Kamu lupa? Tadi aku sempat melihat-lihat denahnya selagi kalian memilih nomor kamar." Jawabnya tidak menyelak, menegaskan bahwa ia tidak berbohong.

"Ah, begitu ya. Maaf deh." Katanya sambil menggaruk tenguknya.

"Sebagai sesama mafia, jangan saling menyangsikan satu sama lain." Mafia dua berakhir menghadap badannya ke kanan, hendak berbelok. "Nah, sebentar lagi sampai ke perpustakaan."

Kemudian mereka berdua tiba di perpustakaan, tangan mereka mencari sakelar karena ruangannya sangat gelap, mata mereka tidak menemukan cahaya. Hanya sinar rembulan yang menerobos masuk melalui jendela. Salah satu dari mereka merasa menyentuh permukaan halus, ia menekan sakelar dan lampu perpustakaan dinyalakan. Mereka berdua dibuat takjub dengan sekitar, penuh dengan buku-buku yang berderet rapi dan susunan berturut-turut di setiap rak.

MAFIA GAME | NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang