3

6.2K 505 7
                                    

Hinata yakin, ia sudah mantap untuk memulai sesi kedua. Namun setelah melihat Sasuke bertelanjang dada, rasa malu dan rasa takutnya muncul seketika. Ia terdiam, mengalihkan pandangan. Tiba-tiba saja ia menjadi pasif dan tidak tahu harus melakukan apa.

Sasuke mengetahui kebimbangan Hinata. Ini adalah pertama kalinya ia mengikuti terapi. Tentu saja seharusnya Hinata membimbingnya. Namun lagi-lagi Sasuke melihat keraguan dari gadis itu.

Memakai kembali kausnya, Sasuke terdiam, menunggu Hinata berbicara lebih dulu. Atau setidaknya, membiarkan gadis itu tenang dalam pikirannya.

Sasuke merasa Hinata terlalu terburu-buru dalam mengambil langkah. Ia juga bisa merasakan ketakutan gadis itu, walaupun gadis itu sendiri yang mengusulkan dirinya untuk membantu Sasuke.

Beberapa menit setelah Hinata terlihat tenang, Sasuke mengeluarkan suaranya.

"Apakah kau menyesal?"

Hinata tersentak.

"Menyesal apa?"

"Kau terlihat ragu. Kalau kau ingin membantuku karena kasihan padaku, aku bisa memaklumi hal itu. Kalau kau sangat takut padaku, kita bisa menghentikannya. Aku tidak akan memaksamu lagi."

Ucapan Sasuke seperti sebuah tamparan bagi Hinata. Ia mengingat perkataannya dulu yang akan membantu pria itu. Ia juga mengatakan sendiri, bahwa ia tidak takut pada pria itu. Sekarang, langkahnya justru terkesan terburu-buru dan sembarangan.

Hinata merutuk. Tidak biasanya ia merasa gugup begini. Ia lalu membuat alasan-alasan untuk membela dirinya.

Sasuke adalah pasien pertamaku setelah vakum dari dunia medis. Pantas jika aku merasa gugup. Jika aku gugup, pasienku bisa tidak yakin dengan kesembuhannya.

Lamunan Hinata pecah, setelah tepukan halus pada kedua bahunya. Dilihatnnya wajah tenang Sasuke, menatapnya.

Hinata kembali merutuki dirinya sendiri. Di saat begini, justru ialah yang dibantu oleh pasiennya sendiri.

"Aku tidak tahu bagaimana terapi untuk penderita hiperseksual, tapi mari kita mulai dari hal yang paling mendasar." Kata Sasuke, seakan menyadarkan Hinata untuk segera mengambil alih terapi. Tiba-tiba saja semua ilmu yang didapatkan saat kuliah dulu, kembali bermunculan dalam otaknya.

"Benar. Hal yang paling mendasar." Gumam Hinata sekaligus menenangkan dirinya sendiri. "Terapi hiperseksual dilakukan secara berkelompok. Aku akan menjadwalkan terapi dengan salah satu dokter kenalanku. Kau bisa terapi dengan para penderita hiperseksual lainnya."

Sasuke tertegun. Ia jelas tidak mau jika orang lain menggantikan Hinata. Karena Sasuke masih saja diam dan mendengarkan, Hinata melanjutkan kalimatnya.

"Selama terapi, kau tetap berkonsultasi denganku. Bisa dibilang, sekarang kau tidak sedang dekat dengan perempuan manapun, jadi kau bisa menerapkan hasil dari terapinya denganku sebagai percobaan. Jadi aku bisa tahu, bagaimana progres kondisimu."

Sasuke sempat berpikir Hinata hanya ingin menjaga jarak darinya. Namun ia segera teringat. Hinata pernah berkata, ia memiliki trauma dengan pasiennya terdahulu. Seharusnya Sasuke merasa kecewa, karena itu artinya Hinata tidak bisa maksimal mengobatinya. Gadis itu mungkin masih terbayang kejadian di masa lalu.

Namun hati Sasuke merasa hangat. Ia merasa senang bisa menjadi pasien Hinata. Tiba-tiba saja ada keinginan darinya untuk mengobati luka gadis itu. Sama seperti Hinata yang ingin mengobati lukanya.

"Baiklah, Hinata. Aku akan ikut terapi berkelompok. Namun, saat terapi denganmu, kau harus ikut sesuai caraku." Sasuke tahu, ucapannya bisa membawa kekhawatiran yang berlebih bagi Hinata. "Tentunya tidak akan lebih dari terapi yang kudapatkan dengan terapi kelompok."

[zusshichan] The Purple AppleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang