25. QnA (18)

69 7 1
                                        

Pertanyaan 18

Q : Assalamu'alaikum mbak, mau Tanya tentang obat herbal yang dijual di pasaran. Misal ada obat A, B, C, ada yang berbentuk kapsul, ada juga yang berbentuk jamu tetes. Produk ini mempromosikan kalau obatnya bisa berkhasiat mengobati berbagai macam penyakit. Kalau seperti itu apakah benar memang bermanfaat untuk segala penyakit?

A : Wa'alaikumsalam Mas, terimakasih sekali atas pertanyaannya. Pertanyaan yang sangat bagus karena memang hal ini sering menjadi permasalahan, mas.

Karena saya juga tidak tahu obat yang mas maksudkan, maka akan saya bahas secara umum, ya, mas.

Seringnya slogan-slogan iklan seperti 'dapat mengobati berbagai macam penyakit' adalah sebagai penarik minat saja. Sebelumnya saya katakana bahwa kesembuhan tidak berada di tangan manusia maupun obat-obatan, semuanya adalah kuasa Tuhan. Kemudian saya akan coba jelaskan kenapa produk-produk jamu tersebut berani mengatakan slogan super seperti itu, ya, mas.

Obat-obatan seperti herbal umumnya memiliki efek yang lebih luas dibanding obat-obat umum, contoh sederhananya adalah parasetamol tablet. DI dalam tablet parasetamol zat berkhasiat yang dikandungnya hanya parasetamol saja dengan jumlah mencapai 500 miligram.

Sedangkan pada obat-obat herbal atau jamu yang menggunakan sebagian tubuh tumbuhan atau seluruh bagian tumbuhan, saya contohkan di sini misalnya jahe, ya, mas. Untuk membuat jamu dari jahe, misalkan, dibutuhkan satu kilogram jahe. Kemudian jahe tersebut diproses dan dijadikan obat-obatan, entah itu berupa jamu minum atau bentukan tablet atau bentuk-bentuk lainnya.

Nah, di dalam 1 kilogram jahe tersebut, ada banyak sekali zat berkhasiat. Tidak hanya satu jenis saja seperti yang tadi saya sebutkan dalam tablet parasetamol yang hanya mengandung parasetamol. Jahe bisa jadi mengandung 5 atau lebih zat berkhasiat yang masing-masing zat fungsinya berbeda.

Bukan hanya zat berkhasiat yang beragam di dalam jahe, tetapi jumlah zat berkhasiatnya juga tidak begitu banyak. Bisa jadi dari 1 kilogram yang digunakan, zat berkhasiat di dalamnya hanya beberapa % saja—mungkin kurang dari 10%. Sedangkan 1 kilogram itu akan dibagi entah menjadi berapa tablet. Hal ini berbeda dengan tablet parasetamol tadi yang sudah diatur zatnya masing-masing tablet harus berkisar antara 500 miligram.

Makanya terkadang efek yang kita rasakan dari meminum jamu tidak secepat kalau kita meminum obat-obatan resep, ya, mas. Hal tersebut bisa saja dikarenakan dosis obat resepan lebih tinggi dan lebih spesifik.

Di sini muncul pertanyaan, berarti bagusan herbal karena punya banyak khasiat? Belum tentu.

Misal saya mengonsumsi bawang putih dengan niat mengobati radang tenggorokan, padahal bawang putih mengandung zat berkhasiat yang bukan hanya untuk radang tetapi juga menurunkan tekanan darah. Radang saya bisa jadi sembuh tetapi saya bisa juga berkemungkinan mengalami tekanan darah rendah. Hal ini pula yang perlu diwaspadai dalam mengonsumsi obat-obatan herbal, mas. Dan karena alasan yang sama pula dokter tidak mau meresepkan jamu sebagai obat.

Mengulang inti pertanyaan dari Mas tadi, seharusnya klaim 'menyembuhkan' memang tdak diperbolehkan dipakai oleh obat-obatan yang berstatus jamu, mas.

FARMASI BERDISKUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang