Genre: Teenlit
Jumlah Kata: 357
Isi:Suara angin berembus begitu kencang, hingga helaian rambutku sesekali membuat mata sulit untuk melihat.
Aku melirik sekilas ke kanan dan kiri. Semua tampak sepi dan sunyi. Terlihat pasir berterbangan di mana-mana, membuat pandangan pun buram.
Perlahan kakiku kembali berjalan menyusuri gurun yang begitu gersang dan berangin.
"Zeev!" teriakku sambil terus berjalan.
Sedikit ada rasa bersalah di hati, saat mengingat pertengkaranku pagi tadi, sebelum memulai perjalanan ini. Seharusnya aku tidak mengatakan bahwa dia belum sembuh.
***
"Berhenti untuk bermimpi mengelilingi dunia, Zeev! Jika Kamu tidak mau berobat, percuma," ucapku pada Zeev.
"Kenapa? Aku tidak butuh obat. Aku sudah sembuh, dan baik-baik saja."
"Tidak, kamu belum sembuh." Aku melihat Zeev yang mulai tidak suka dengan perkataanku, dia sangat gelisah.
"Aku sudah sembuh," ucap Zeev lalu mengentakkan kaki kemudian beranjak pergi dari sana.
"Zeev!" teriakku.
***
Bulir-bulir bening perlahan jatuh dari sudut mataku. Sudah satu jam aku mencarinya, tetapi dia tidak terlihat di manapun. Namun, suara orang meminta tolong membuatku mendongak mencari asal suara tersebut.
"Siapa?" tanyaku lalu berjalan menuju asal suara.
Tak ada siapapun di sini, hanya padang pasir yang gersang dan berangin. Namun, suaranya terdengar begitu lirik dan lemah.
Kuberanikan diri semakin mendekati asal suara itu, lalu melihat siapa? Astaga! Mataku membulat sempurna, mendapati Zeevran hampir menghilang ditelan pasir pengisap.
"Astaga! Jangan bergerak, Aku akan segera menolongmu," ucapku lalu merogoh tas, mencari tali.
Tak begitu lama, kini tali kulempar ke arah Zeevran. Beberapa kali, hingga yang ketiga kali Zeevran baru menggapainya.
"Tolong!" Zeevran memegang tali tersebut dengan kuat.
Aku berusaha menarik dirinya ke atas, dengan sekuat tenaga yang kupunya. Sesekali harus berhenti, membuat tangisku pecah melihat keadaan Zeevran saat ini.
Jika salah sedikit saja, Zeevran bisa menghilang dan mati. Aku terus menariknya dengan sekuat tenaga. Hingga, seketika talinya putus membuat tubuhku terdorong ke belakang.
"Tidak, tidak mungkin. Zevran!"
***
Aku terbangun. Pipi ini begitu panas, ternyata semua hanya mimpi saja. Mataku membulat mendapati Zeevran ada di hadapanku.
Tanpa menunggu lagi, aku segera berdiri kemudian memeluknya. Aku meminta maaf begitu juga dia.
Kami saling berjanji, akan saling menjaga dan mencoba untuk membicarakan segala hal secara baik-baik.
Dia juga menyetujui perkataanku untuk mulai berobat. Aku yakin, kamu akan sembuh dari penyakitmu.
-Pitri Ani-
Kersik, 25 Mei 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cermin
РазноеHasil pemikiran yang disusun, hingga menjadi Kumpulan Cermin. By : Pitri Ani Senja_Berbisik