Genre: Sad
Jumlah Kata: 281
Isi:Music yang mengalun merdu, melalui telepon perlahan mati. Aku melirik seorang pria duduk di sampingku dengan tenang.
Dia terlihat tidak melakukan kesalahan apa pun. Nyatanya, dia sudah salah besar.
"Kenapa dimatikan?" tanyaku.
"Aku tahu, kamu marah. Iya, aku salah." Dia memelas, kemudian minta maaf.
"Kenapa harus pergi, apa pekerjaan lebih penting?"
Aku menghela napas pelan. Aku tahu, Mas Haris sudah datang beberapa hari yang lalu, tetapi ini masih belum cukup.
"Seharusnya, Mas Haris di sini."
"Ranum, jangan begini." Mas Haris memegang tanganku, lalu memeluk.
Tak terasa, air mata yang dari tadi kutahan, akhirnya jatuh. Tangis perlahan terdengar, membawa semua perasaan senang menghilang.
Huh! Sekarang, aku benar-benar menangis. Tidak peduli dengan Mas Haris yang akan mengejek, dan mengatakan lemah.
***
Malam berganti pagi, matahari tampak begitu semangat memberikan cahayanya untuk Bumi. Sementara di sini, aku tidak semangat.
Terlebih saat mengingat, kalau Mas Haris akan berangkat. Panggilan dari belakang membuatku menoleh, ternyata Mas Haris.
"Ayo kita makan!" ajaknya.
Kami pun jalan beriringan, menuju ruang makan keluarga.
***
Usai makan, aku mengantar Mas Haris sampai ke luar, lalu masih diam melihatnya.
Mas Haris menghampiriku, setelah barangnya selesai masuk ke dalam mobil. Dia tersenyum, lalu mengelus puncak kepalaku.
"Aku akan kembali," ucapnya.
Aku kembali terisak, dan langsung memeluknya. Menyembunyikan air mataku.
"Hanya beberapa minggu, Ranum."
"Iya," jawabku.
Pelukan terlepas, Mas Haris menghapus sisa air mataku, melarang agar jangan menangis. Lambaian singkat itu, akhirnya kulakukan.
Usai itu, mobil Mas Haris pun berjalan meninggalkan rumah. Jauh di dalam hati, memori berkesan teringat.
Akan tetapi, pekerjaan menunggu. Dia harus pergi menjalankannya. Jujur saja, aku tidak mau berpisah, tetapi jalannya harus seperti ini.
Aku menghapus bulir bening yang terus saja mengalir. Perpisahanku kali ini, tidak menjadi akhir, melainkan sebuah awal bahagia.
-Pitri Ani-
Kersik, 26 Juni 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cermin
RandomHasil pemikiran yang disusun, hingga menjadi Kumpulan Cermin. By : Pitri Ani Senja_Berbisik