4. Karunia

24 7 2
                                    

Genre: Motivasi
Jumlah Kata: 437
Isi:

Lika-liku perjalanan kehidupan, dapat membawa seseorang menuju titik temu atau bahkan jurang yang begitu curam dan gelap.

Kesedihan yang mendalam, menghapuskan seluruh senyum yang pernah terukir di bibir Anisa, wanita cantik dengan hijab yang selalu terpasang. Menjadikan mahkota istimewa untuk sosok pria penyayang.

Malam itu, isakan kecil terdengar di dalam kamar yang berada di rumah mewah milik Tamara. Wanita paruh baya, dengan segala macam omongan pedasnya.

Tak dapat dimungkiri, Anisa selalu menangis karena cacian yang dilontarkan, begitu menyayat hati sampai dasar terdalam. Menggoyahkan dinding kesabaran Anisa dan membuatnya harus menangis.

Tok! Tok! Tok!

Mendengar suara ketukan di pintu, Anisa segera menghapus air matanya. Mencoba untuk melupakan perkataan ibu mertua, lalu berjalan menuju pintu, kemudian membukanya.

"Mas, sudah pulang ternyata," ucap Anisa lalu meraih tas dan membantu melepas jas kerja Faisal.

"Kamu baik-baik saja?"

"Iya," jawabnya lalu beranjak menuju dalam meletakkan tas dan jas Faisal.

Seusai meletakkannya, Anisa segera pergi dari sana. Namun, Faisal segera meraih tangan Anisa.

"Cerita padaku, Anisa."

Anisa terdiam sejenak. Air matanya akan kembali jatuh dalam sekejap. Gelengan kecil terlihat, pertanda tidak ada yang perlu diceritakan.

"Anisa, matamu tidak bisa berbohong."

Isakan kecil terdengar lagi, Anisa berbalik melihat Faisal dan seketika menghambur memeluk, lalu perlahan mulai bercerita tentang perkataan Tamara.

***

"Kau itu sudah berapa tahun menikah? Belum juga ada tanda kehamilan, dasar! Seharusnya, Faisal tidak menikah denganmu." Tamara langsung pergi meninggalkan Anisa.

Selalu perkataan itu yang dikatakan oleh Tamara, jika dia melihat Anisa. Seolah, tiada hari tanpa ucapan peringatan yang menyangkut dengan kehamilan.

***

Anisa memeluk Faisal sambil terus terisak. Seperti biasa, Faisal menenangkannya.

"Hari sudah malam, sebaiknya kita tidur."

"Iya," jawabnya lirih.

Keesokan harinya ....
Faisal ada tugas keluar kota dan Tamara meminta, agar Anisa tetap di rumah bersamanya.

Yah, ada sedikit perasaan sedih di hati Anisa, tetapi dia harus percaya kalau Allah tidak pernah tidur.

Akhirnya, Faisal berangkat keluar kota seorang diri tanpa Anisa. Hari-hari mulai berlalu, Tamara jatuh sakit dan Anisa mulai mengurus Tamara dengan telaten dan penuh kesabaran.

Perlahan, perasaan Tamara mulai luluh, akibat kesabaran yang terus Anisa tunjukkan. Tidak ada sekali saja, Anisa marah dan membantah.

***

Hari terus berlalu, kepulangan Faisal disambut gembira oleh Anisa. Tampaknya, dirinya begitu bahagia dan bersemangat.

Sebelum menaruh kopernya, Anisa sudah terlebih dahulu mengajak Faisal menuju balkon. Angin terasa begitu sejuk dan menenangkan.

"Ada apa?"

"Bagaimana? Apa yang kamu rasakan?"

"Sejuk, apalagi."

Anisa memberikan sebuah benda kecil pada Faisal. Sontak Faisal melihatnya dan itu benar-benar mengejutkannya, sangat jauh melebihi apa yang menjadi keinginannya selama ini.

"Selama kau pergi, ibu mulai sayang padaku. Aku sangat bahagia dengan hal itu."

"Benarkah?"

Anisa tersenyum dan Faisal sangat bersyukur atas itu. Dia memeluk istrinya seraya melihat pemandangan.

-Pitri Ani-
Kersik, 05 Juni 2020

Kumpulan CerminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang