Bab 2

174 24 0
                                    

PAPER BURN
Something missed ... at Bandung Lautan Api.

---

Tak terasa menit tiap menit berlalu, dalam sekejap mata kudapan yang tersaji di hadapan Dai Arudji dan George telah ludes disantap. Bahkan, piring seng yang tergelak di atas meja itu bersih tanpa menyisakan setitik nasi untuk koloni semut yang sering berkunjung. Dai Arudji menyodorkan dua lembar uang kertas senilai satu rupiah, sebelum membawa langkahnya mengejar George yang bertolak lebih awal.

George dan Arudji menyatu dalam lengang jalanan yang tak terlalu banyak dilewati orang. Keduanya tak mengeluarkan sepatah dua patah kata pun untuk diperbincangkan dan membiarkan keheningan menyelimuti di antara mereka. Tiba-tiba riuh suara mesin terdengar dari atas, mengambil alih atensi beberapa pasang mata dan mengirimkan sinyal tanda tanya di kepala. Adalah dakota milik sekutu yang terpantau mondar-mandir entah dengan maksud dan tujuan apa.

"Itu pesawat Inggris, bukan?"

Dai Arudji menajamkan penglihatan, dengan kepala bergerak mengikuti salah satu pesawat,  memandang begitu intens. "Ya, itu pesawat Inggris. Hah, sepertinya mereka sudah mulai bergerak."

"Kau tidak ingin melakukan sesuatu?" George menelisik raut Dai Arudji, selain melayangkan tatapan ingin tahu.

"Ingin, tapi ... ah, sepertinya besok aku harus bicara dengan Komandan Rukana. Kita harus segera bertindak juga untuk meminimalisir risikonya."

George mengeryitkan dahi, kembali mendongak ketika dakota yang mengudara itu tak lagi tertangkap sorot tajamnya. "Kau akan disibukkan dengan berbagai hal setelah ini."

"Ya."

"Kau bilang mereka akan mengadakan pertemuan, 'kan? Apa kau yang termasuk ikut andil?"

"Tentu saja, tidak. Kau pikir aku siapa? Aku mungkin ada dalam pertemuan itu walaupun hanya seorang bawahan, tapi tidak memiliki hak untuk bersuara dalam pertemuan besar seperti itu. Selama beberapa hari ke depan kemungkinan aku akan menemani Komandan Rukana. Aku sendiri tidak tahu setelah pertemuan itu bisa kembali ke rumah lebih dulu atau tidak."

Arudji tidak bisa memastikan yang terjadi setelah pertemuan itu nanti. Dalam relung hati berharap, memiliki waktu untuk menginjakkan kaki di kediamannya lagi walau hanya sesaat. Bertemu George dan keluarganya adalah penyemangat paling ampuh sebelum dirinya menjalankan sebuah tugas.

Bersamaan dengan Dai Arudji dan George yang baru menapaki halaman rumah mereka. Langit pun sudah berubah dari gradasi kemerahan dan abu-abu menjadi hitam pekat keseluruhan. Perjalanan mereka dari kedai berjarak tak seberapa menjadi sedikit lebih lama dari biasanya. Rupanya, itu memang disengaja, kesepakatan tercipta tanpa kata untuk memperlambat langkah kaki di antara kedua lelaki itu. Dengan dalih menikmati senja yang tidak setiap hari dapat disaksikan walau saat ini langit terpantau menunjukkan raut muramnya.

Sekedar informasi, Arudji memang jarang ada di rumah ketika sore hari menjelang seperti saat ini. Dia akan berjaga di gedung polisi militer hingga cukup larut malam karena itu sudah menjadi tugasnya. Suatu keberuntungan, hari ini dia dapat pulang ke rumah menghabiskan waktu dengan George dan keluarga kecilnya.

Semilir sarayu yang hadir sedikit memberikan kesegaran di tengah keresahan yang mendera. Masyarakat Bandung Selatan sudah siap melawan jika sewaktu-waktu Inggris kembali menurunkan ultimatumnya. Namun, sepertinya belum ada pergerakan sama sekali dari mereka, pengecualian untuk dakota yang berpatroli di atas langit Bandung Selatan senja ini. Meski begitu, semua tetap terjaga dan bersikap waspada. Begitu pula dengan Arudji yang tidak pernah jenuh mengingatkan George setiap hari untuk berjaga-jaga.

Di bawah rindangnya pohon mangga di belakang rumah, George dan Arudji menghabiskan malam dengan bercengkerama di atas lincak. Sembari menikmati secangkir kopi dan pisang goreng hangat yang baru saja diantarkan oleh Aruna, adik perempuan Arudji.

Paper Burn [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang