Bab 4

115 20 0
                                        

PAPER BURN
Something missed ... at Bandung Lautan Api.

»«-------»«

Di tempat lain, Arudji tengah disibukkan dengan berbagai musyawarah dalam gedung polisi militer. Ultimatum kedua yang telah disebar oleh pihak Inggris sejak sore tadi membuat Komandan Rukana mulai mengadakan rapat untuk penanganan lebih lanjut.

Malam ini, Arudji mendampingi Komandan Rukana bertolak ke Regentsweg untuk menghadiri pertemuan dengan para pemimpin TRI (Tentara Republik Indonesia).

"Arudji, kita berangkat sekarang."

"Baik, Komandan Rukana."

Setelah kurang lebih satu jam waktu dihabiskan di perjalanan, kini Komandan Rukana telah duduk di bangku yang di sediakan. Dai Arudji selaku bawahan hanya berdiri di pojok ruangan sembari menyimak rapat tersebut.

Saat ini, ketegangan terjadi di antara Ommon Abdurachman dengan A.H Nasution. Perseteruan keduanya dipicu karena Komandan Divisi III Kolonel A.H Nasution yang berencana menyerahkan Bandung kepada pihak Inggris begitu saja.

Di tengah kekalutan dan perasaan dilema yang melanda Kolonel A.H Nasution, Komandan Rukana tiba-tiba berpendapat dengan begitu santai, "Mari kita buat Bandung Selatan menjadi lautan api."

Seketika ruangan menjadi hening, semua atensi teralihkan pada Komandan Rukana. Sesaat kemudian, Ommom Addurachman dengan semangat membara menyerukan persetujuannya terhadap pendapat Komandan Rukana. Namun, lagi-lagi Kolonel A.H Nasution kurang setuju dengan pendapat tersebut.

Dengan geram Ommon Abdurachman kembali menentang, dia bahkan melakukan desersi. "Baik Kolonel, kalau kami tidak boleh melaksanakan pembakaran dan perusakan, maka sekarang juga saya meletakan jabatan sebagai Komandan Resimen Kedelapan," ujarnya sembari meletakkan lencana pangkatnya di hadapan Kolonel A.H Nasution.

Dai Arudji merasakan bulu kuduknya berdiri, menjadi saksi akan perseteruan dan ketegangan yang terjadi di antara para pemimpin ini membuatnya tak bisa berkutik.

Wah ... Letnan Ommon berani sekali, tapi dia benar-benar hebat.

Kekaguman itu hanya dapat dia suarakan dalam hati. Dengan situasi yang terpantau seperti ini, mana berani Arudji membuka mulutnya untuk bersuara, bahkan untuk sekedar membuang napas keras saja dia tak berani.

Musyawarah masih berlangsung hingga lebih dari satu jam kemudian. Arudji yang sejak tadi hanya menyaksikan dan menyimak rundingan tersebut pun akhirnya hanya dapat mengembuskan napas lega. Keputusan telah diambil dengan persetujuan para pemimpin TRI, kini saat dirinya dan Komandan Rukana kembali.

"Situasi saat ini benar-benar mepet, kita harus segera bertindak dengan berbagai macam risiko yang akan kita hadapi nanti. Arudji, bersiaplah!" ujar Komandan Rukana.

"Siap komandan!"

Itu artinya Arudji tidak bisa kembali ke rumah. Dia hanya berharap semoga George dapat menggantikannya dirinya untuk menjaga adik dan ibunya.

Ketika sampai di gedung polisi militer, Komandan Rukana segera mengerahkan seluruh pasukan, membagi sesuai dengan tugasnya masing-masing. Arudji sendiri mendapatkan tugas untuk mengawal proses evakuasi masyarakat ke selatan.

***

Suasana saat ini cukup kacau, ketika Dai Arudji turun ke lapangan untuk mendampingi proses evakuasi. Hawa panas, api dan asap telah mengepul di mana-mana. Segera Arudji kerahkan seluruh tenaga untuk membantu masyarakat yang akan bertolak ke selatan.

"Terima kasih," ucap seorang wanita tua ketika dirinya membantu mengangkat barang-barangnya untuk dinaikan ke atas gerobak.

Tiba-tiba dirinya teringat akan keluarganya--- Adiknya, ibunya dan George. Apakah mereka baik-baik saja? Itulah yang terlintas di benaknya. Tak lama kemudian, Dai Arudji hanya dapat terpaku ketika dirinya melewati perempatan di mana warung langganannya berada. Matanya menatap nanar bangunan semi permanen yang biasanya berdiri kokoh di sini dan ramai dikunjungi itu telah hangus dilahap api.

Paper Burn [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang