6

151 22 10
                                    

Aku melangkahkan kaki menjauh dari parkiran, meninggalkan Seobin yang masih asik duduk diatas motor sambil menunggu teman-temannya. Aku menggenggam kedua tali ranselku, sambil sesekali tersenyum ramah pada orang-orang yang aku jumpai sepanjang koridor.

"Kak Wooseok.." Sapa seseorang yang membuatku tersenyum dan mengangguk membalasnya.

Aku kembali melanjutkan langkah kakiku menuju kelas. Keadaan sekarang bisa dibilang masih terlalu pagi, iya tadi aku dan Seobin memutuskan untuk berangkat lebih awal karena takut macet. Jangan salah, walaupun Kota Kediri bukan kota besar seperti Kota Jakarta namun tetap saja memiliki penduduk yang tidak sedikit jumlahnya. Apalagi jika memasuki jam kerja atau pulang ketika sore, jalanan akan selalu macet dan ramai pengendara terutama sepeda motor.

"Pagi Kak.." seseorang menyapaku lagi, yang tentu saja ku balas dengan anggukan dan tersenyum.

"Iya pagi.."

Deg!

Seketika langkahku terhenti ketika aku akan berbelok ke sebuah lorong. Disana, tak jauh dari tempatku berdiri sekarang, ada Seungwoo yang sedang menyapu teras kelasnya seorang diri.

Ah hari ini adalah jadwal kelas ku untuk pelajaran produktif, yang artinya aku harus melewati kelas Seungwoo untuk menuju lab tata busana. Aku menggigit bibir bawahku ragu, apakah aku harus melewatinya atau memutar jalan saja? Aku sedikit merutuk dalam hati, kenapa aku tidak menunggu kedatangan Midam saja agar kami bisa jalan berdua.

Masih dalam lamunanku, tiba-tiba aku dibuat terkejut kala sebuah usapan lembut terasa pada bahu kananku. Aku sontak terkesiap dan mengerjap pelan, ku lihat Seungwoo sudah berdiri dihadapanku dan tersenyum teduh. Dan jangan lupakan segagang sapu yang ia genggam ditangan kanannya.

"Masih pagi jangan melamun.."

Suara lembut itu mengalun dengan indah dan tentu saja menggelitik indera pendengaranku. Aku mengangguk canggung dan tertunduk malu. Ingin rasanya aku tenggelam saja didasar rawa-rawa atau palung terdalam di dunia. Eh tapi jangan, aku masih ingin merasakan yang namanya menikah.

"Mau kemana?" Tanyanya yang membuatku sontak mendangak.

Tatapan kami bertemu, ku lihat manik matanya yang berwarna hazel menatap teduh ke arahku. Sungguh, untuk sesaat aku benar-benar merasa terpana hanya karena menatap manik matanya. Namun dengan cepat aku menggeleng untuk menyadarkan diriku.

"Ma.. Mau ke lab.." Aku merutuk dalam hati, kenapa aku jadi gugup begini?

Ku dengar ia terkekeh kecil lalu mengangguk, "Hari ini produktif ya?"

"Iya.."

Seungwoo menghembuskan nafasnya pelan dan masih setia menatapku, "Coklatnya kemarin beneran bisa balikin mood lo gak?"

"Hah?" Sungguh, aku merasa amat sangat malu dengan refleks ku barusan. Pasti aku terlihat seperti orang bodoh sekarang.

Dia terkekeh lagi, mungkin karena ekspresi bodoh ku sekarang. "Kaya yang gue bilang, kalo coklatnya gak berhasil balikin mood lo pasti gue bakal komplain ke yang jual. Soalnya dia jual produk abal-abal,"

Aku terdiam, masih mencoba mencerna kata-kata yang ia ucapkan.

"Semangat ya, jangan sedih terus gue gak suka lihatnya." Ucapnya lembut sambil mengacak-ngacak puncak kepalaku.

Untuk sesaat aku terdiam dan membeku. Aku menatap kosong punggung lebarnya yang kini berjalan kembali ke kelasnya. Aku memegang puncak kepalaku, masih amat sangat terasa dengan jelas bagaimana ruas tangan itu mengacak-ngacak rambutku tadi. Tanganku perlahan turun tepat pada dada kiriku, ku rasakan detak jantungku yang semakin tidak karuan. Dan entah kenapa aku merasakan kedua kakiku saat ini sudah amat sangat lemas.

....

"Seok?"

"Wooseok?"

"KIM WOOSEOK KEMBARANNYA KIM SEOBIN!!"

Aku terkesiap dan sedikit terlonjak kala mendengar teriakan Midam tepat disebelah telinga kananku. Aku sedikit memberenggut kecil sambil mengusap-ngusap telingaku yang sedikit pengang.

"Biasa aja kali Dam, gue gak budeg!" Kataku kesal yang ku lihat Midam memutar bola matanya malas.

"Gak budeg mbah mu! Gue udah manggil lebih dari tujuh ratus sembilan puluh tiga kali ya Wooseok cantik tapi bolot!"

Aku mengernyit, bagaimana mungkin Midam dengan jelas mengingat seberapa banyak ia memanggil namaku?

"Kalo lebih mah enggak tujuh ratus sembilan puluh tiga Dam, tapi tujuh ratus sembilan puluh empat!" Sahut Yohan yang sekarang duduk tepat dihadapanku dan Midam.

Pletak!!

Yohan meringis sakit setelah mendapat jitakan keras dibagian belakang kepalanya, dari Midam tentunya.

"Tetangga gak usah ikut campur!" Balas Midam sarkas.

"Gue tampol ya Dam," kata Yohan sembari mutar tubuhnya ke arah kami berdua.

"Coba aja kalo bisa wlee.." Jawab Midam lalu menjulurkan lidahnya mengejek Yohan.

Ku lihat Yohan sedikit berkomat-kamit karena sebal, dengan cepat ia berbalik dan mengambil penggaris besi miliknya. Yohan segera bangkit dan berjalan ke arah Midam, Midam yang merasa hidupnya dalam bahaya juga bangkit dan berlari. Dan terjadilah aksi kejar-kejaran di dalam lab oleh Midam dan Yohan. Aku hanya terkikik geli melihat tingkah laku kedua sahabatku yang memang seperti Tom&Jerry itu.

Aku menghembuskan nafasku pelan, pikiranku kembali melayang pada kejadian tadi pagi. Kejadian dimana Seungwoo mengacak-ngacak rambutku. Jika dipikir-pikir lagi, sejak kapan aku dan dia bisa sedekat itu hingga ia berani menyentuhku? Bukan, maksudku apakah wajar melakukan skinship padahal kami baru saling mengenal kemarin?

Aku mengetuk-ngetukkan jari telunjuk tangan kananku di meja, sedangkan tangan bagian kiri ku gunakan untuk menopang dagu. Tanpa sadar aku tersenyum kecil jika kembali mengingat manik mata Seungwoo yang begitu teduh, tidak seperti manik mata milik Jinhyuk yang terkesan tajam dan dingin. Ah berbicara tentang Jinhyuk, pemuda yang masih menyandang status sebagai pacarku itu bahkan tidak ada menghubungiku sejak kemarin. Entahlah aku sendiri juga bingung, satu sisi aku rindu dengannya, namun sisi lainnya aku juga sudah amat sangat malas dengan segala perlakuannya padaku.

"Jinhyuk itu sayang beneran gak sih sama gue?" Gumamku pelan, lalu tanpa sadar aku menenggelamkan wajah pada lipatan kedua tanganku diatas meja.

Aku tertunduk, menatap rapat kedua mataku yang perlahan mulai memanas yang aku yakin sedang mengeluarkan liquid-nya.

"Hikss.." Ku rasakan kedua bahuku bergetar pelan saat tanpa sengaja aku mengeluarkan isakanku.

Sungguh, dadaku sedang berdenyut nyeri sekarang. Entahlah aku sendiri tidak yakin dengan apa yang aku rasakan sekarang. Hanya saja aku ingin menangis, menumpahkan segala kerisauan yang aku sendiri tidak tau penyebabnya apa?

"Hikss.." Air mataku mengalir deras membasahi kedua pipiku. Untungnya saat ini guru yang mengajar sedang ada urusan, jadi kelasku sedikit senggang.

"Seok.." Ku dengar seseorang memanggilku pelan. Aku tak menyahut karena ku rasakan kepalaku begitu berat hingga aku sendiri tak mampu untuk mengangkatnya.

"Nangis aja.." Katanya lagi, aku yakin dia tengah memelukku sekarang karena aku bisa merasakan sepasang lengan melingkar pada pinggangku.

"Makasih Hoon.." Ucapku pelan namun masih bisa didengar oleh Sihoon.

" Ucapku pelan namun masih bisa didengar oleh Sihoon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Never Enough Ft. Wooseok On FocusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang