Hari Keempat: Hukuman Kamar

252 54 29
                                    

untuk AzaleaAzzahraF,

yang telah memeriahkan lapakku dengan komentar-komentar baiknya.

***

"VICTOR..."

"Ya, Yang Mulia?"

"Masih berapa hari lagi aku harus mendekam di sini?"

"Ini masih hari pertama, Yang Mulia. Masih ada dua hari lagi."

Aku menghela napas panjang mendengar sahutan samar Victor dari luar pintu. Sejauh ini, yang kulakukan hanyalah duduk-duduk di sofa kamarku, memandang ke arah luar jendela dengan nelangsa.

Setelah insiden di danau kemarin sore, mulai hari ini aku harus menjalani hukuman kurungan kamar hingga hari perayaan tiba. Stefan dan Victor berjaga di depan pintuku secara bergantian, di siang hari Victor yang berjaga dan di malam hari Stefan akan menggantikannya.

Siang ini, Victor yang bertugas menjaga. Aku tahu dia lebih muda dan lebih 'lembut' dibandingkan dengan Stefan, maka aku mencoba membujuknya.

"Victor, apa kau yakin kau tidak bisa pergi sebentar untuk mengambilkanku beberapa buku dari perpustakaan? Toh pintunya terkunci, aku tidak akan bisa kabur begitu saja." kataku.

"Maaf, Yang Mulia... saya tidak diizinkan pergi dari pos kecuali saat makan, ke kamar mandi, atau dalam keadaan darurat." Victor menyahut dengan simpati yang bisa kutangkap dalam nada suaranya.

Ini benar-benar menyiksa. Ayah tidak mengizinkan siapapun membawakan buku atau pedang untukku. Dia benar-benar berniat membuatku mati bosan di sini.

"Kau sama sekali tidak merasa kasihan padaku?" ujarku memelas. Aku belum pernah memelas pada seorang ksatria sebelumnya, jadi ini agak canggung, "Hanya ada tempat tidur dan kamar mandi di dalam sini. Aku hanya butuh enam jam untuk tidur, dua jam untuk berpakaian dan membersihkan diri di pagi dan petang, lalu tiga jam untuk makan di pagi, siang, dan malam. Dua puluh empat jam dalam sehari dikurangi sebelas jam... masih tersisa tiga belas jam. Aku bisa jadi biksu jika bermeditasi selama tiga belas jam dalam sehari, Victor."

Aku mendengar kekehan Victor dari luar, "Percayalah, Yang Mulia, bermeditasi di dalam kamar Anda yang hangat dan nyaman masih jauh lebih baik dibandingkan kami yang terkadang harus berdiri berjam-jam tanpa melakukan apapun."

Aku menyandarkan kepalaku ke sofa, menyerah. "Kau benar. Aku barusan kedengaran seperti anak bangsawan manja yang kerjaannya hanya mengeluh."

"Itu benar, Yang Mulia." Victor menyahut. Kemudian dia tampaknya menyadari kata-katanya dan buru-buru meralat, "M-Maksud saya bagian 'anak bangsawan'nya, Yang Mulia! Sisanya tidak benar sama sekali! Saya minta maaf!"

Aku terkekeh, "Setidaknya aku punya hiburan dengan adanya kau."

Aku tidak bisa membayangkan nanti malam dengan Stefan di depan pintuku. Dia terlalu serius dan membosankan.

"Saya anggap itu sebagai pujian, Yang Mulia!" kata Victor berseri-seri.

Setelah mengobrol selama beberapa saat dengan Victor, aku berbaring di atas kasurku dengan pikiran yang melayang-layang kembali ke kejadian kemarin di danau.

Aku teringat Carina yang mendadak bersikap sentimental ketika kami membicarakan soal mendiang ibuku. Sebelum pembicaraan itu, entah mengapa aku sempat melupakan fakta bahwa kami berdua sama-sama kehilangan sosok ibu yang berharga sejak usia dini. Bahkan dalam kasus Carina, dia tak sempat mengenal ibunya.

Aku mengetahui dari ayahku bahwa Ratu Cassiopeia meninggal akibat pendarahan yang dialaminya ketika melahirkan Carina.

Aku memandangi langit-langit kamarku.

To Be A Proper PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang