Prolog

47 4 2
                                    

Kadang yang jahat itu bukan mereka. Tapi pikiranmu sendiri. Rumit.

***

Gadis yang sedang tertidur pulas dengan balutan selimut tebal di atas ranjang pun terbangun saat merasakan ada usapan lembut menyentuh keningnya. Perlahan ia membuka kedua matanya yang masih sangat melekat seperti lem.

"Sayang ayo bangun, Papa kamu mau bicara sama kamu." ucap sang Mama, Maya Alvennya.

Darra pun akhirnya bangun lalu menatap Maya, "Mau ngomong apaansih Ma, aku ngantuk banget sumpah."

"Hooaaamm." lanjut Darra sambil menguap.

"Kamu sih semalam bukannya tidur lebih awal malah baca novel. Kan Mama udah bilang sama kamu, kalau baca novel itu inget waktu. Kasian kan mata kamu. Udah sekarang kamu mandi habis itu ke bawah temuin Mama sama Papa di ruang tamu." cerocos Maya panjang lebar dan langsung pergi meninggalkan Darra yang masih mencerna setiap kata yang Maya lontarkan tadi. Pasalnya nyawa Darra saat ini benar-benar belum terkumpul.

Tak mau ambil pusing, akhirnya Darra beranjak dari kasur menuju toilet. Hingga beberapa menit berlalu ia pun sudah keluar dari kamar mandi dan langsung menuju meja rias dikamarnya.

"Tumben banget Papa mau ngomong sama gue pagi-pagi gini. Ada apaan ya." Darra bermonolog di depan cermin sambil memikirkan kira-kira hal apa yang akan Papanya bicarakan nanti. Dia berfikir mungkin ini hal yang sangat penting, sehingga Mama menyuruhnya untuk menemui Papa di hari minggu begini.

Setelah menyisir dan memoleskan makeup tipisnya, barulah Darra keluar dengan celana pendek selutut dan baju kaos oblongnya.

Dari tangga atas, bisa Darra lihat bahwa Indra dan Maya sedang duduk di sofa, Darra pun mempercepat langkahnya dan menghampiri mereka berdua.

"Papa mau ngomong sama aku?" tanya Darra lalu duduk di hadapan Maya dan Indra.

Indra mengangguk, "Iya, Papa mau bicara sama kamu Darra."

"Biasanya hari minggu gini Papa pasti sibuk baca koran atau gak pergi ke kebun buat cek perkembangannya. Pasti ada hal penting kan Pa?" tanya Darra.

Indra pun mengangguk lalu tersenyum, "Itu kamu tau."

"Jadi apa yang mau Papa omongin ke aku?"

Indra sempat melirik Maya sekilas yang langsung diangguki kepala, dan dalam satu tarikan nafas Indra akhirnya bilang "Kamu mau Papa jodohkan dengan anaknya teman Papa." ucapnya dengan cepat.

"Hahahahaha."

Sontak saja Darra tertawa mendengarnya. Dia pikir ini sangat gila dan terkesan konyol! apa-apaan Papanya ini. Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba berbicara dengan entengnya seperti itu.

"Papa serius Darra. Kamu mau kami jodohkan dengan anaknya teman Papa".

Darra yang tadinya tertawa kemudian diam saat melihat wajah serius Indra. Dia bisa melihat dari sorot mata Papanya, bahwa tidak ada kebohongan sama sekali yang ia dapat disana. Ini bahaya!

"Papa gak lagi ngeprank aku kan?" tanyanya seakan tidak percaya sekaligus tidak terima dengan apa yang diucapkan oleh Indra. Lalu ia beralih menatap Maya untuk meminta persetujuan dan juga penjelasan, "Papa bohong kan Ma sama aku? Iya kan?"

"Papa kamu benar Darra. Kamu memang mau kami jodohkan dengan anaknya teman Papamu."

Duaarrrr

Seolah ada sambaran petir yang menghadang, Darra dibuat terkejut saat ini juga! what the hell?!

"Pa, Ma, Darra ini masih SMA. Yakali Darra mau di jodoh-jodohin. Udah ga jaman kali." elak Darra tak terima.

"Tapi Dar, ini juga demi kebaikan kamu. Kalau kamu mau menerima perjodohan ini Papa sangat senang sekali, tapi kalau kamu menolak Papa kecewa sama kamu. Papa harap kamu mau menerima perjodohan ini," ucap Indra.

"Papa ngelakuin ini semua juga demi kebahagiaan kamu Dar. Perjodohan ini memang sudah direncanakan jauh sebelum kamu ada di dunia ini." lanjut Indra lagi.

Maya yang melihat sang suami bersedih pun hanya mampu mengusap lengannya untuk menenangkan. Pasalnya, ia sangat-sangat tahu bagaimana Indra dan temannya itu bersahabat sangat akrab. Makannya ia sangat paham perasaan suaminya itu. Tapi kembali lagi ke awal, semua tergantung Darra.

Darra yang menunduk lesu perlahan menatap manik mata Indra. Terdapat sorot kecewa dari tatapannya itu. Cukup! Darra tidak tahan. Ia sangat bingung harus melakukan apa. Yang ada di pikirannya saat ini adalah jikalau dia menerima perjodohan ini bagaimana nasib kekasihnya? dan jikalau dia menolak perjodohan ini apakah dia tidak menyesal telah membuat orangtuanya kecewa?

Darra menarik nafas panjang sebelum membuat keputusan, "Aku tau ini berat banget buat aku. Tapi aku akan coba Pa."

"Coba apa Dar?"

"Darra bakalan coba buat terima perjodohan ini."

Akhirnya Indra dan Maya pun tersenyum senang saat mendengar jawaban Darra barusan.

***

Dilain tempat, seorang pria dengan balutan boxer dan bertelanjang dada sedang melakukan aktivitas renang dirumahnya. Perut berjumlah 8 kotak itu sangat atletis saat terpapar sinar matahari. Jakun dan rambut basahnya menambah kesan seksi pada pria itu. Tak lupa tatapan teduh namun setajam elang mampu memikat siapapun yang menatapnya. Elang Alkhatiri.

Elang sangat lihai dalam berenang. Ia sangat multitalenta dalam segala hal berbau olahraga.

"Abangg." panggil seorang anak kecil menghampiri Elang di tepi kolam. Tapi, Elang pun mencegah anak kecil itu untuk mendekat ke arahnya takut-takut nanti kepleset lalu terjatuh. Bisa-bisa diceramahin tujuh hari tujuh malam karena membuat anak bontot Mami nya terluka.

"Kamu tunggu disitu Luna, abang kesana."

Elang pun mensejajarkan tinggi badannya dengan berjongkok dihadapan adik kecilnya itu.

"Kenapa hmm?" tanya Elang.

"Luna di suluh panggil abang buat ketemu sama Papi Mami di luangtamu." jawab Luna dengan celotehan cadelnya, apalagi dengan gigi ompong dan kedua lesung pipinya, Elang jadi gemash sendiri melihatnya. Tapi Luna berbicara sambil sesekali mengintip Elang lewat celah jemarinya yang menutupi sebagian matanya. Melihat Luna yang seperti tidak biasanya Elang merasa curiga dan bertanya.

"Kamu kok tutup mata si liat abang? abang kan ganteng, apa sekarang abang jelek?"

"Ih abang bukan itu! abang gak pake baju ih malu aku liatnya"

"HAHAHAHAHA."

"ADUH LUNA KAMU KO TUA BANGET SIH HAHAHAHA."

Elang tak hentinya tertawa lalu dia menghentikan tawanya saat melihat Luna yang cemberut ke arahnya sambil bersedekap dada.

"Ih abang, abang pake baju sana. Kata Mami kalau olang gak pake baju itu kaya olang gila. Soalnya kan olang gila suka gak pake baju." jelas Luna panjang lebar yang sukses membuat Elang ternganga. Dasar Mami!

"Terus ko kamu malu liat abang?"

"Iya, aku kan suka liatin Mami nonton dlama kolea yang ada pelut kaya abang. Kata Mami anak kecil kaya aku gak boleh liat, malu katanya aku masih kecil."

"Buset gila juga Mami gue, diem-diem nonton ginian dibelakang Papi" - batin Elang.

"Yaudah nanti abang ganti baju. Kamu duluan aja ke ruang tamu sama Papi Mami nanti abang nyusul." Kata Elang dan Luna pun mengikuti perkataan Elang.

"Ada apa Pi Mi?" tanya Elang to the point saat sudah sampai di ruang tamu.

"Satu minggu lagi kamu mau Papi jodohkan dengan anaknya teman Papi." jawab Bramasta Alkhatiri yang lebih seperti sebuah pernyataan yang harus dilaksanakan.

***

Hallo teman-teman! ini baru prolog hehe maaf yaa kalo gak jelas :((

DARRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang