three : come back to me

6K 529 164
                                    

author's note : update-an sebelum sibuk, hehe.

enjoy!

--------

"Oh, bisakah kau bilang pada orang itu kalau aku sudah kembali dari misiku?"

Sakura memohon. Wajahnya penuh kekhawatiran. Sesungguhnya ia tak mau kembali tinggal di rumah orangtuanya. Ia merasa nyaman di apartemennya dan tak mau merepotkan keduanya.

Sang wanita paruh baya pemilik rusun itu menatapnya iba, namun tampak tak bisa melakukan apa-apa.

"Aduh, maaf, Haruno-san. Karena kau tidak pernah membalas suratku, jadi kukira kau tiada kabar dan masih cukup lama menjalankan misi. Aku tidak tahu kalau kau akan kembali sekarang," tuturnya penuh penyesalan.

Sakura menghela nafas. Salahnya juga karena tidak membayar uang jaminan di tahun ini.

"Maaf, Haruno-san. Saya sudah menjanjikan apartemenmu untuk seorang Jonin bulan depan."

Sakura memijat pelipisnya perlahan. Dengan berat, ia mengusahakan sebuah senyum.

"Aku mengerti. Bisa beri aku waktu seminggu sampai dua minggu untuk berbenah? Furniturku masih di sini," Sakura menuturkan dengan halus. Wanita itu tersenyum, merasa tak enak.

"Tentu saja, Haruno-san. Tiga minggu, tidak apa-apa. Maafkan aku sekali lagi."

Sakura menggeleng, membalas senyumnya, "Jangan khawatir, Nyonya."

Setelah kepulangan sang pemilik rusun, Sakura langsung menatap sekeliling apartemennya. Tidak terlalu besar. Tapi memiliki sejuta kenangan. Tempat ini telah menjadi saksi gejolak emosi dan juga pertumbuhannya sebagai seorang kunoichi hingga sampai seperti ini.

Ia meraih bingkai foto yang berdiri manis, dipenuhi debu.

Fotonya bertahun-tahun lalu, kala dirinya masih menjadi genin yang lugu dan naif.

Jarinya mengusap tumpukan debu yang menutupi wajah-wajah kecil yang saat itu belum mengerti banyak tentang dunia. Naruto dengan sifat kekanakannya, menatap Sasuke kesal dan penuh dengki. Sasuke dengan wajah dingin, namun masih ada setitik kejenakaan dalam ekspresinya.

Juga wajahnya sendiri, terlalu bahagia, menganggap bahwa timnya paling hebat karena ada Uchiha Sasuke yang paling tampan dan hebat.

Dan juga, Kakashi.

Sakura tersenyum, menggerakan jemarinya untuk mengusap wajah Kakashi yang terpampang di bingkai. Bagaimana bisa dirinya tidak berubah sama sekali?

Matanya yang mengisut ke atas, menandakan senyuman jahil, dan posturnya yang selalu terlihat bosan. Oh, hanya rambutnya yang berubah. Bertahun-tahun lalu ia membiarkan rambutnya memanjang menantang gravitasi. Kini, rambutnya lebih pendek dan rapi.

Sakura selalu melihatnya sebagai sensei-nya.

Akan tetapi, saat kepulangannya, Kakashi tak lagi sama. Ada sesuatu dari dirinya yang membuat Sakura ingin sekali dekat dengannya sebagai seorang teman baik. Apakah karena statusnya sebagai Hokage, sehingga ia menatapnya berbeda?

Sakura mengangkat wajahnya. Kenapa ia melamunkan Kakashi di saat dirinya harus merapikan apartemennya?

Sakura tertawa kecil. Dengan cekatan, ia menarik sekotak kardus di sampingnya, lalu memasukkan bingkai itu perlahan.

Sakura menatap apartemennya sekali lagi, menghirup dalam-dalam atmosfer yang pasti akan ia rindukan.

Kemudian, mengucap selamat tinggal pada masa kecilnya.

------

Hari sudah gelap. Sakura cukup lelah memilah-milah barang yang masih diperlukan dan yang sudah lapuk. Jam menunjukkan pukul sepuluh malam.

The Uses of SorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang