eight : your hands are cold

8.6K 508 276
                                    

author's note : selamat menikmati dua suguhan di weekend ini.

Rated M.

-------

Desir pasir diiringi desau angin sudahlah cukup menggelitik telinga Putri Sunagakure untuk terbangun dari mimpinya.

Tangannya mencari-cari suaminya yang semula terlelap di sampingnya.

Temari mengerjap. Shikamaru tidak ada.

Wanita itu mencari sepotong kain untuk menutupi tubuhnya yang terekspos tanpa busana, sempurna terlihat sedari tulang selangka, turun hingga kaki jenjangnya.

Suara dentuman di lorong mengejutkannya. Temari mengikat kimono polos itu pada tubuhnya, kemudian bertelanjang kaki melangkah pelan menyusuri kamar megahnya menuju lorong kediamannya.

Ditatapnya sang suami terduduk lesu di lantai.

Tubuh yang terbalut kain hitam itu membungkuk suram.

Telepon di meja terjuntai jatuh ke bawah.

Ekspresi Temari bertransformasi menjadi cemas. Ia mendekat ke arah Shikamaru, mengalungkan tangannya dengan hati-hati, lalu mengusap punggungnya.

Shikamaru menatap Temari.

Sorot matanya berkaca-kaca.

Temari membeliakkan mata. Keningnya mengerut.

Sorot itu hanya pernah ditatapnya di saat-saat terendah Shikamaru.

"Siapa, Shikamaru?" Temari bertanya dengan hati-hati.

Bibirnya bergetar, suaranya pecah.

"Tsunade-sama..."

Tangis Shikamaru tak dapat terbendung lagi. Kepalanya jatuh tertunduk, tangannya menutupi wajahnya.

Temari menahan nafasnya yang sedari tercekat. Wajahnya begitu pucat. Ia membenamkan wajah suaminya pada dekapannya.

Shikamaru memeluk Temari, melepaskan segala-galanya.

Melepaskan Tsunade, yang masih ia ingat lekat-lekat senyum jahilnya kala menyelamati pernikahannya.

Suara tangisan Shikamaru membuat Gaara dan Kankurou keluar dari kamarnya masing-masing.

Temari menyampaikan kabar duka itu.

Gaara tertunduk tak percaya.

Siang itu, keempatnya melakukan perjalanan ke Konoha.

--------

Pagi di Konohagakure tak pernah semendung ini.

Matahari dan awan, hari ini terlalu menyuram.

Setidaknya itu yang Naruto rasakan, ketika Sakura mendatangi rumahnya dengan penampilan berantakan, wajah pucat, dan juga mata sembab berlinangan air mata.

Naruto terdiam seribu kata.

Mulutnya terbuka, netra safirnya kosong. Alis sama sekali tak bertaut. Hampir tak ada ekspresi selain syok. Darah tak sampai di kepalanya. Tubuhnya begitu lemas.

Naruto menyentuh kalung biru yang tak pernah luput ia kenakan setiap hari.

Air mata merintik, seiring gerimis muncul mengiringi.

Hinata melangkah penuh kekhawatiran.

Sakura tidak mau mengulanginya lagi.

Hinata menatap suaminya cemas. Akan tetapi, Hinata merupakan wanita yang sungguhlah berpeka hati.

The Uses of SorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang