Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, namun Ziko belum juga meninggalkan sekolahnya. Matanya menatap layar ponsel yang sedang digenggamnya berharap ada kabar dari benda itu. Terlihat di sana raut wajah yang sedang gelisah.
"Kemana aja sih kamu?" Tanya Ziko ketika melihat Naya berlari ke arahnya.
Naya mulai mengatur deru nafasnya sembari bersandar pada dada bidang Ziko. Melihat itu Ziko segera memberikan air minum pada Naya.
"Aku tadi dari ruang guru. Tadi lupa belum ngasih bukunya anak-anak dimeja Bu Tia," jelas Naya setelah berhasil mengatur deru nafasnya.
"Anak? Kamu punya anak? Kok bisa, sama siapa?" Tanya Ziko seolah olah kaget dengan pernyataan Naya.
"Nggak lucu. Ayok ah pulang," kata Naya
"Tunggu dong, kamu aja aku tunggu masa kamu nggak mau nunggu aku," sebal Ziko
Melihat langkah Naya semakin lebar menuju parkiran tanpa menghiraukan perkataannya membuat Ziko tak bisa menahan tawanya. Kakinya ikut melangkah kemana Naya pergi. Ziko menggendarai mobilnya membelah kepadatan jalan raya mengingat jam pulang kerja. Setelah menempuh perjalanan sekitar 15 menit, akhirnya mereka sampai di rumah Naya.
"Ayok masuk dulu nggak ada penolakan!" Titah Naya.
Ziko memutar bola matanya kemudian melangkah memasuki rumah Naya. Kakinya melangkah lebar kemudian tangan kanannya merangkul pundak Naya.
"Ngajak masuk mau kamu kasih apa aku?" Tanya Ziko sembari terkekeh pelan.
"Air galon sama permen yupi," jawab Naya ngasal kemudian melangkah memasuki rumahnya.
"Eh, ngagetin aja, Bun," kata Naya
"Ziko sini masuk dulu nak," kata Bunda Naya
"Lupa anak buk?" sindir Naya.
Setelahnya mereka duduk di ruang keluarga. Di sana terlihat ada Tito, kakak Naya yang sedang sibuk memainkan game di ponselnya.
"Sibuk bener," kata Ziko.
"Weh dateng juga lo. Dari dulu gue ajakin main ke rumah alasan mulu. Sini lo mabar sama gue," ajak Tito.
"Nggak usah kayak bang Tito! Aku nggak suka," ujar Naya.
"Punya hak apa lo dek? Pacarnya bukan apalagi istrinya main ngelarang orang aja," balas Tito.
Melihat itu Ziko hanya tertawa. Tangannya merangkul pundak Naya yang duduk di sebelahnya. Kemudian matanya memandang Tito dengan senyum yang terukir dengan indah.
"Jadi lo udah kasih lampu hijau, bang?" tanya Ziko.
"Maksud lo?" tanya Tito.
Tanpa menjawab pertanyaan Tito, Ziko mengalihkan wajahnya ke arah Naya. Tangannya berpindah menggenggam kedua tangan Naya. Matanya menatap lurus manik mata Naya.
"Aku tahu kita udah pernah mengukir kisah dengan orang lain. Aku tahu kamu nggak mau pacaran setelah kejadian itu. Aku tahu bahwa aku bukanlah lelaki baik seperti yang kamu inginkan. Tapi kamu harus tahu bahwa, Ziko akan berusaha menjaga hatinya untuk Naya. Selalu memperbaiki diri untuk Naya. Dan selalu berusaha untuk menjadikan Naya yang terbaik di hati Ziko," ujar Ziko dengan satu tarikan napas.
"Gue terima lamaran lo," kata Tito, membuat Naya dan Ziko menoleh dan memandang aneh ke arah Tito.
"Bunda juga terima lamaran kamu," kata bunda Naya dari kejauhan
"Jadi?" kata Ziko yang ditunjukkan kepada Naya
"Yes!" seru Naya
"Dilangkahin gue," ujar Tito dengan tawa di akhir kalimatnya
"Kuliah aja yang bener dulu, Bang," kata Ziko dengan terkekeh.
"Lo tu sekolah yang bener," kata Tito sampil mukul pundak Ziko.
Ziko dan Naya hanya tertawa mendengar jawaban dari Tito itu.
"Bunda pengen setelah lulus nanti kamu bawa keluarga kamu buat lamar Naya secara resmi ya," kata Bunda Naya.
"Iya, Bun," kata Ziko dengan tersenyum.
Senyum manis terukir di wajah mereka. Sejatinya Naya membutuhkan lelaki seperti Ziko yang mampu membuatnya tertawa dengan segala tingkahnya. Selama ini hanya Ziko yang mampu membuatnya nyaman. Hanya teman masa kecilnya itu yang ia butuhkan.
---TAMAT---
Nama : Zulfa Fahra Anaysa
Akun wp : zulfafahra02
Penanggung jawab : Nurmayanti_
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTOLOGI CERPEN
Short Story→ Berisi sekumpulan cerpen karya member TLS. → Berbagai genre setiap minggu akan diupdate!