Seperti biasa, pagi ini Zia bangun kesiangan. Ia bergegas berangkat sekolah. Bahkan ia tak sempat sarapan. Gadis itu mengendarai sepeda gunung yang ia miliki untuk menerobos pedatnya jalan raya. Usahanya tak sia-sia. Sesampainya di sekolah, gerbang terlihat masih terbuka. Ia menghembuskan nafas lega.
Setelah memarkirkan sepeda dan menyusuri koridor sekolah, gadis itu akhirnya dapat mendudukkan diri di kelas. Pagi ini jam pertama adalah pelajaran olahraga.
"Ayo ganti baju!" ajak Nia, sahabatnya.
"Yok," balasnya.
Mereka menyusuri koridor menuju toilet sekolah. Setelah itu mengganti almamater menjadi seragam olahraga, mereka melangkahkan kaki menuju kantin sekolah untuk membeli air mineral.
"Omegat Zia, ada Diko!" kata Nia panik.
"Santai aja kali. Dia juga manusia," ujar Zia
"Dia itu pangeran!" tegas Nia.
"Gajels lo," kata Zia
Kemudian kakinya melangkah meninggalkan Nia.
"TUNGGU WOI!" teriak Nia sembari mengejar Zia.
Zia melangkahkan kakinya menuju lapangan sekolah. Dari kejauhan matanya menyipit melihat lelaki yang sedang bermain basket itu. Langkahnya mulai memelan ketika mengetahui siap lelaki itu. Matanya memejam ia mulai menarik nafas dalam-dalam.
"Zia!" teriak Nia dari kejauhan. "Zia lo baik-baik aja kan?" lanjut Nia.
"Iya, udah yuk ke lapangan!" ajak Zia.
"Tapi itu ada .…" ucapan Nia terpotong cepat oleh Zia.
"Nggak papa. Dia juga murid sini kan? Jadi berhak mau main basket di mana aja," kata Zia.
Keduanya melangkah menuju lapangan. Semua murid kelas Zia sudah berada disana. Tak lama guru mata pelajaran olahraga pun datang. Pelajaran olahraga pun dimulai.
*****
Bel pulang sekolah terdengar. Zia melangkahkan kakinya menuju di mana sepedanya berada. Di tengah perjalanan ia kembali menemui lelaki itu. Menyadari hal itu Zia berputar arah kembali ke kelasnya. Usahanya gagal. Lelaki itu mengejar Zia hingga Zia lelah untuk berlari.
"Kenapa lo ngindar dari gue?" tanya lelaki itu
"Enggak! Gue nggak ngindarin lo," kata Zia
"Ayok, pulang bareng gue!" pinta lelaki itu sembari menggandeng tangan Zia.
"Nggak bisa. Gue nggak bisa!" kata Zia tegas.
"Kenapa?" tanya lelaki itu
"Gue nggak bisa, Natan!" kata Zia dengan nada tinggi kemudian berlari.
Sesampainya di rumah, Zia mengurung diri di dalam kamar. Ia sudah menangis sedari tadi. Semua kenangan yang sudah terbentuk bersama Natan harus ia hapus. Sebenarnya, ia tidak ingin ingin menghapus nya. Namun hal yang beberapa hari lalu ia ketahui mengharuskan Zia untuk menghapus semua kenangan itu. Tidak ada yang mengetahui mengenai hal ini.
"Gue nggak mau nyakitin hati orang lain, terlebih sahabat gw sendiri. Gue nggak boleh kaya gini!" batin Zia.
Setelah itu, Zia melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan wajahnya.
*****
Keesokan harinya di sekolah. Zia berusaha biasa saja ketika bertemu Natan. Bahkan ia memberanikan diri memberi senyuman ketika berpapasan dengan Natan. Melihat itu, Nia merasa aneh. Bukankah kemarin-kemarin Zia enggan untuk bertemu dengan Natan?
"Lo ada apa sih sama Natan?" tanya Nia.
"Nggak ada apa-apa," kata Zia sembari terkekeh.
"Kan kemarin kayak orang musuhan," kata Nia
"Udahlah. Nggak usah dibahas lagi biar jadi kenangan," kata Zia sembari terkekeh.
Mendengar itu Nia tersenyum. Hal tersebut dapat dilihat dengan jelas oleh Zia.
"Lo kenapa sih. Aneh banget senyum-senyum sendiri," kata Zia.
"Enggak tu!" elak Nia.
"Jangan-jangan lo suka ya sama Natan?" kata Zia.
"Apasih lo, sembarangan kalo ngomong," tampik Nia
Hari ini Zia berangkat sekolah menggunakan angkutan umum. Hal ini mengharuskan Zia untuk menunggu angkutan umum di halte ketika pulang sekolah.
Saat menunggu, Zia melihat ada kucing berada di tengah jalan. Melihat hal itu, Zia melangkahkan kakinya menghampiri kucing tersebut. Tanpa disadari, dari arah belakang sebuah truk melintas mendekati Zia.
"ZIA AWASSS!" kata Natan yang mengetahui hal tersebut.
Hal tersebut tak membuahkan hasil. Zia sudah tergeletak tak berdaya. Darah segar keluar dari tubuh Zia. Melihat itu Natan menghampiri Zia yang sudah dikerumuni banyak orang. Natan memangku kepala Zia.
"Cepat telfon ambulan!" titah Natan
"Zia. Lo harus kuat!" kata Natan
"Gue tit..tip Nia," kata Zia terbata
"Apasih lo!" ujar Natan
"Lo har..rus bah...hagi...giain Nia! Dia sa...yan..yang… sam…ma lo," kata Zia dengan terbata lagi. Kemudian Zia menutup matanya
Melihat itu, Natan panik.
"MANA AMBULANNYA?!" teriak Natan
Tak lama mobil ambulan datang. Zia dibawa ke rumah sakit. Namun naas nyawanya tak tertolong.
*****
Setelah pulang dari pemakaman Zia, Nia memasuki kamar Zia. Ia tak menyangka bahwa sahabatnya sudah tiada. Matanya menyusuri isi ruangan tersebut. Kakinya melangkah menuju meja belajar Zia. Tiba-tiba Natan masuk menghampiri Nia.
"Kata Zia, lo sayang sama gue?!" kata Natan tiba-tiba.
"Mak..ksud lo," kata Nia terbata
"Lo sayang gue? Dia nyuruh gue buat bahagian lo," jelas Natan.
Nia tak menjawab. Tangannya mengambil buku harian Zia yang ternyata tak terkunci. Ia mendekati Natan dan duduk di sebelahnya dan mulai membaca buku tersebut. Betapa terkejutnya ia bahwa selama ini Zia mengetahui semua yang ia inginkan. Bahkan ia mengetahui mengenai lelaki yang ia sukai.
Nia menangis membuat Natan bingung. Kemudian Natan mulai membaca buku tersebut. Dari buku tersebut ia mengetahui bahwa selama ini Zia masih sayang padanya. Zia merelakan Natan untuk sahabatnya. Sungguh Natan tak menyangka akan hal tersebut. Ternyata selama ini Zia memiliki kekuatan untuk membaca fikiran orang lain. Zia memiliki kekuatan itu. Sehingga ia bisa mengetahui tentang apa saja yang diinginkan oleh Nia. Benar-benar tak terduga.
"Lo terlalu baik untuk gue Zia. Maafin gue udah buat lo menjauh dari dia," batin Nia.
"Gue emang nggak salah menetapkan hati buat Zia. Bahkan lo relain kebahagiaan lo buat sahabat lo sendiri. Dia adalah perempuan berhati malaikat yang pernah gue temui," batin Natan.
---TAMAT---
Karya : Zulfa Fahra Anaysa
Akun wp : zulfafahra02
Penanggung jawab : Nurmayanti_
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTOLOGI CERPEN
Cerita Pendek→ Berisi sekumpulan cerpen karya member TLS. → Berbagai genre setiap minggu akan diupdate!