Rapat Minum Teh

37 2 3
                                    

"Mohon maaf semuanya, aku akan mengadakan pertemuan tertutup dengan Permaisuriku dan Ananda Mahesa saja hari ini. Selirku dan Amurti, aku harap kalian mengerti dan bisa meninggalkan ruangan ini lebih awal," ucap Prabu Dharma setelah memasuki sebuah ruangan yang ada di Bale Kasepuhan.

"Sendika dawuh, Gusti Prabu," Jawab Amurti beserta istri dan Indungnya dengan sedikit menunduk. Mereka dengan cepat pergi meninggalkan ruangan melalui pintu samping.

"Gajah Mukti, Waluya, Ibu Singgih, aku harap kalian bertiga bisa menjaga pintu ini tertutup, terutama Waluya, tolong gunakan kekuatanmu," Lanjut Dharma sambil berlalu masuk kedalam ruangan.

Waluya segera bertindak dengan memadatkan udara menjadi dinding hingga tercipta suasana kedap suara di ruangan itu. Sedikit bercerita mengenai Waluya yang telah menjadi abdi Mahesa sejak muda. Mereka berdua berteman akrab dan usianya tidak berbeda jauh. Baik Mahesa dan Waluya sangat pintar, ahli dalam politik, hukum, strategi perang, sihir dan berpedang. Seorang ksatria sekaligus cendikiawan. Waluya dipilih sendiri oleh Mahesa, karena tahu kualitas Waluya, dan itu juga membuat para mantri tidak senang.

Hal itu sebenarnya tidak sesuai dengan kebiasaan istana. Pemilihan Waluya menjadi abdi Gusti Raden Mahesa banyak ditentang oleh para mantri dan pejabat, namun disetujui oleh Gusti Prabu. Hal ini dikarenakan Waluya sebenarnya rakyat tingkat 2 saat pengangkatannya. Waluya saat itu belum lulus dari padepokan ksatrian, sedangkan untuk menjadi abdi minimal berada di tingkat 3. Tingkat bangsawan ini bisa diraih dengan pendidikan, perbuatan membantu kerjaan dan lain sebagainya.

Ruangan minum teh itu hening. Terdapat sebuah meja yang cukup besar untuk duduk bersama delapan orang. Semua orang telah duduk bersama ditempat masing-masing.

"Ananda, apakah kamu serius akan menikah dalam waktu dekat?" ucap Dharma pada Mahesa tanpa basa basi.

"Benar, Rama Prabu."

"Siapa? Siapa wanita itu?" tanya Kirana sedikit tidak sabar.

"Aku belum tahu, Ibunda." Jawaban Mahesa yang membuat kedua orangtuanya terdiam.

"Lantas mengapa Ananda mengatakan demikian di depan rapat?" Tanya Ibunda hati-hati.

"Tidak mungkin Kencanawuning, kan?"

"Tidak, Ibunda. Tidak mungkin. Ia istri dari Aryasana," terang Mahesa sambil disusul diamnya kedua orangtuanya.

Ini adalah cerita yang dirahasiakan kepada semua orang. Mahesa pernah tertarik dengan seorang gadis saat ia berguru di sebuah padepokan. Padepokan itu adalah padepokan Lawangsukma.

Kencanawuning adalah anak pemilik padepokan Lawangsukma, Ki Ageng Mewa, seorang abdi pribadi dan penasihat kerajaan pada masa Prabu Jayawangi, kakek dari Mahesa. Ki Ageng Mewa memilih untuk mendirikan padepokan sepeninggal Prabu Jayawangi. Mahesa dan Waluya sempat ikut Rara Wanawangi untuk belajar di padepokan Lawangsukma bersama sepupunya, Aryasana. Rara Wanawangi, adik Gusti Prabu Dharma, menikah dengan Adipati Lawangsukma, Raden Cokro.

Padepokan Ki Ageng Mewa mengajarkan banyak hal, beladiri, bermain pedang, sihir, strategi, hukum, namun sangat terkenal dengan sihir dan beladiri yang melibatkan tenaga dalam. Saat Mahesa, Aryasana dan Waluya berguru pada Ki Ageng Mewa, banyak hal terjadi dan mereka menjadi sangat dekat. Kencanawuning memiliki usia yang kurang lebih sama dengan mereka bertiga. Kencanawuning sangat ahli beladiri bergabung dengan lingkungan mereka. Mahesa pernah memohon untuk melamar Kencanawuning sekitar dua tahun yang lalu namun ditolak Rama Prabu karena merasa Mahesa sedang cinta buta, dan itu akan menjadi sikap yang buruk sebagai penguasa.

"Lalu bagaimana, Ananda?" Tanya Prabu Dharma pada Mahesa.

"Rama, aku ingin memiliki wanita yang punya otak, dan mandiri. Itu sebabnya aku tidak pernah cocok dengan perempuan cantik yang hanya bisa bersolek seperti anak-anak bangsawan itu. Kalau Rama bisa mencarikanku wanita yang kuinginkan dan aku cocok dengannya, aku akan segera menikahinya dan Rama bisa segera berdamai menjadi Resi, seperti yang Rama inginkan."

"Radenku, beberapa putri bangsawan memang terpelajar, tapi bukankah sulit kalau kita menemukan seorang putri bangsawan yang mandiri?" tanya Ibunda.

"Ibunda, mohon maaf, tapi perkataan dan permintaan saya sudah jelas."

"Hm, baiklah Ananda, aku paham. Bagaimana kita bisa menemukan wanita macam itu? Kecuali jika adakan sayembara untuk mencari istrimu, pasti kita bisa menyeleksi banyak wanita sampai bertemu orang yang tepat. Kita akan membuat mereka datang ke keraton dan kita bisa menilai serta memilih mana yang paling cocok. Dari kelas bangsawan apa yang kau inginkan, Mahesa?" Jawab Dharma menyanggupi.

"Ampun Rama Gusti Prabu, aku dari awal tidak suka mengkelas-kelaskan, bangsawan atau rakyat jelata sama saja bagiku. Tapi kalau boleh memilih, aku ingin yang seperti Waluya. Biarkan ia menjadi ratuku karena memang berhak dan layak menjadi ratuku."

Jawaban Mahesa membuat Dharma tersenyum. Hal inilah yang sebenarnya sangat disukainya dari anaknya. Mahesa sangat tegas, adil, tidak pandang bulu. Walaupun itu adalah sikap yang menyulitkan bagi para mantri-mantri pejabat yang suka berlaku tidak adil.

Dharma sangat yakin Mahesa bisa memimpin Kerajaan Wijaya dengan sangat baik, bahkan mungkin berada di puncak kejayaan. Mahesa masih akan bertemu banyak rintangan di masa depan, Dharma sangat optimis Mahesa membawa kemakmuran bagi Wijaya Nagari.

"Baiklah, Ananda. Aku paham apa yang kau inginkan. Aku akan dengan senang hati memenuhi keinginanmu kali ini. Pastikan ini menjadi keinginan terakhirmu padaku saat aku menjadi seorang Prabu dan sebelum kau menjadi Prabu," jawab Prabu Dharma.

"Sendika dawuh, Rama. Terimakasih atas kepercayaan Rama padaku."

Inilah kali pertama Prabu Dharma mengungkapkan dengan jelas bahwa Mahesa akan menjadi penerus Prabu Dharma. Mahesa tak bisa menolak meski mengaku belum siap.

Mahesa menarik nafas panjang. Siap tidak siap, ia harus siap. Apapun yang terjadi di depan, yang terjadi terjadilah. Mahesa sebenarnya merasakan jalannya tidak akan mulus untuk berproses menjadi prabu baru Kerajaan Wijaya. Semoga apapun yang terjadi, ia bisa menghadapinya, dengan bantuan Penguasa Jagad.

***

Penobatan Prabu MahesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang