Rara Sekar

31 2 0
                                    

Sekar, wajahnya nampak familiar bagi Mahesa. Apakah mereka pernah bertemu sebelumnya. Rasanya pernah bertemu tapi ia tidak ingat dimana.

Sekar ini sepertinya gadis yang unik kerena membawa abdi pelayan yang usianya sebenarnya terlihat cukup tua, mungkin sekitar enam puluh tahunan. Sementara, abdi pelayan lain yang dibawa oleh para calon mempelai rata-rata berada di usia produktif.

Apakah pelayan itu bisa melayani Sekar dengan baik di usia yang setua itu. Tapi Ia menghormati abdinya itu sudah seperti orang tuanya sendiri. Perempuan yang menarik sekali.

Setelah beberapa kali diperhatikan, sepertinya Sekar terlihat tidak terlalu kurus kering seperti yang lainnya. Pipinya terlihat sedikit berisi dan kemerahan. Walaupun tidak gendut.

Mahesa hanya memperhatikan Sekar. Cukup lama sampai tidak terasa perkenalan para calon istrinya sudah sampai di Ayu Buwana yang berada di urutan terkahir. Ia tidak terlalu mendengarkan, karena ia sudah memiliki informasi yang lebih dari cukup mengenai Ayu Buwana.

Ia hanya merasakan sedikit ketertarikan pada Sekar itu. Sedikit sekali. Mahesa terus berusaha mengingat siapa sosok Sekar yang familiar ini.

Setelah acara perkenalan resmi, diadakan acara jamuan makan siang. Mahesa sengaja duduk di meja yang agak jauh dari para petinggi kerajaan, tapi tetap saja ada orang yang mendekatinya.

"Bagaimana Gusti Raden Mahesa, anda cukup puas dengan gadis-gadis pilihan kami?" tanya salah seorang mantri kerajaan ketika acara makan-makan berlangsung.

"Mari makan saja, Paman. Aku sebenarnya cukup memiliki pikiran negatif kepada para bangsawan," jawab Raden Mahesa santai.

Ia tidak tertarik membicarakan gadis-gadis itu dan memilih makan. Mantri itu pun ikut duduk di meja Mahesa dan Waluya dan ikut makan di tempat itu.

Setelah kejadian teh beracun, Raden Mahesa selalu merapal mantra pelindung diri sebelum makan. Ia bisa memilih mana makanan yang bisa ia makan dan tidak mengandung racun.

Mahesa selalu menemukan beberapa minuman yang dimantrai dihidangkan padanya, seperti hari ini. Raden Mahesa memilih diam dan merahasiakan kejadian itu kepada siapapun selain dengan Waluya Mulya dan Aryasana Adi Wijaya.

Mahesa menyadari kalau dalam tubuhnya sudah terdapat racun itu dalam kadar yang tidak mematikan. Mungkin akan menghilang dalam waktu dua tahun bila Mahesa bisa menjaga tubuhnya selalu sehat.

Kali ini teh dan air gula mengandung racun itu. Mahesa pun menghindarinya dan hanya minum air murni biasa atau susu segar. Air murni biasanya sangat sulit untuk diracun mantra, karena tidak berwarna. Begitupun susu segar karena warnanya putih.

"Salam Gusti Raden, ini, Patih membawakan teh melati, aromanya sangat enak. Kita bisa bersama-sama berbincang sambil membicarakan mengenai Ayu Buwana," ucap seseorang yang membuat Raden Mahesa terkejut karena menawarkan teh beracun itu.

Rupanya Patih Bang Ijo, mendekat ke arahnya dengan membawa dua cangkir teh. Mahesa sedikit curiga. Apakah Patih Bang Ijo tahu bahwa teh itu beracun untuk Mahesa. Kalau sikap ini dilakukan dengan sengaja sepertinya Patih Bang Ijo harus dicurigai.

"Oh, salam Paman Patih Bang Ijo, mohon maaf aku sedang diet teh dan minuman manis hari ini," jawab Raden Mahesa beralasan.

Mahesa mencoba menghilangkan kecurigaannya pada Patih Bang Ijo, raut wajahnya tetap ramah. Sepertinya ia terlibat, tapi tidak ada bukti.

Penobatan Prabu MahesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang