Taktik

11 1 0
                                    


"Aku disini mengadakan pertemuan secepatnya untuk bertanya pada kalian, apakah kalian semua bersedia membantuku untuk menghadapi serangan Raja Chalon?" Tanya Mahesa pada orang-orang yang telah duduk melingkar bersamanya.

"Anakku, kami semua dimintai tolong untuk mengamankan tahtamu menjadi seorang Prabu, itu artinya kami memang akan menghadapi Kerajaan Chalon bersamamu," jawaban pertama berasal dari Ki Brata.

"Terima kasih Ki, tapi aku tetap harus bertanya, karena sebelumnya aku meminta kalian membantu untuk menghadapi pemberontakan dalam keraton," ucap Mahesa sopan.

Aryasana kemudian menimpali, "Aku tentu akan bersedia dengan sepenuh hati untuk melindungi tanah airku dari Kerajaan Chalon."

"Begitu pun aku, aku sangat senang bila bisa ikut menyerang Kerajaan Chalon," ucap seorang pria yang dipanggil sebagai Tombak Hitam.

Dari awal Mahesa tahu kalau ia sangat tidak suka dengan penindasan Kerjaan Chalon di Kadipaten Limasan.

"Aku bersedia. Apa kau tidak mau meminta bantuan Raden Ranjana? Ia mungkin bisa sangat membantu karena pasukan Kerajaan Nawangsari meskipun tidak berjumlah banyak, namun sangat terampil," ucap Ranggawuni.

"Kang Rangga, saat ini saya ingin melihat terlebih dahulu seberapa kemampuan kita untuk bertahan dari serangan Raja Chalon. Tapi aku akan mengirimkan merpati untuk meminta bantuan bila kita dalam keadaan terdesak," ucap Mahesa.

"Aku sebenarnya sudah menyiapkan sebuah senjata seperti tongkat sihir dari akar pohon cendana dari waktu yang sangat lama. Aku akan membawanya kemari untuk kuhadiahkan kepada Kanjeng Rara Sekar. Terima kasih pada Prabu Baladewa dan keturunannya yang sudah melindungi semuanya atas petunjuk Penguasa Jagad," lanjut Ki Brata.

Ki Brata kemudian duduk bersila dan memejamkan matanya. Tak lama hadirlah sebuah tongkat berukuran kurang lebih satu meter dengan dia meter bawah tongkat itu sekitar tiga centi dan semakin keatas semakin tebal. Ujung atas tongkat itu terdapat ukiran garuda yang sangat indah.

"Bila Kanjeng Rara Sekar mau menerima hadiahku yang tidak seberapa ini, aku akan sangat senang dan memaknainya seumur hidupku, Penguasa Jagad sudah mengabulkan doaku bertemu keturunan Prabu Baladewa untuk berterimakasih," ucap Ki Brata sambil memberikan tongkat buatannya tersebut kepada Sekar.

Wajah Ki Brata menunduk dalam, seakan sangat menaruh hormat kepada Sekar. Sekar menjadi sedikit sungkan.

"Terima Kasih, Ki Manggala Brata," ucap Rara Sekar kemudian mengambil tongkat itu.

Sebelumnya, Rara Sekar tidak pernah melakukan sihir dengan perantara tongkat. Ramanya sebenarnya juga memiliki sebuah tongkat sihir berukuran 1,2 meter di Kerajaan Nara. Tongkat sihir itu berasal dari kayu pohon raga sakti. Tongkat itu terbentuk secara alami dari akar yang terlilit menjadi satu. Bentuknya sangat indah.

Tongkat dari kayu cendana itu juga indah dan berbau harum. Mungkin mengalami pengolahan tersendiri sehingga dapat mengeluarkan baunya secara alami. Pantaslah Ki Brata sangat terkenal dalam keahliannya membuat alat beladiri.

"Kemudian aku juga telah membuat 7 buah keris kecil, bernama Nagih Janji. Mohon satu persatu diantara kita mengambilnya. Keris ini akan menjadi senjata tambahan dan tanda kita semua. Aku akan mengirimkan satu keris kepada Raden Ranjana. Keris ini bisa membantu kita berkomunikasi.

"Aku sengaja membuatnya untuk Kerjaan Wijaya Nagari. Bagaimana pun, Jayawangi dan Ki Ageng Mewa adalah sahabatku. Aku akan memberikan yang terbaik sebelum umurku pergi. Lagipula, hari ini aku sudah mewujudkan semua keinginanku," ucap Ki Brata.

Semua orang disana tertegun. Ada yang bilang, orang bijak dan sakti seperti Ki Brata ini biasanya mengetahui kapan ia akan tiada. Dan sepertinya waktunya sudah dekat. Masing-masing orang disana mengambil keris kecil yang berukuran sekitar 17 cm. Ketika menyentuh gagangnya, nama si penyentuh akan terukir di mata keris itu seperti terpahat.

Penobatan Prabu MahesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang