Dikala Hujan Reda // Sebuah Kisah untuk Dinda

631 30 7
                                    


   Hari ini langit tak secerah biasanya. Awan-awan kelabu menutupi langit yang berwarna biru. Seperti biasa, mendung di hari senin adalah sebuah keberuntungan bagi anak sekolah. Mereka tak perlu menyeprotkan banyak parfum agar tidak bau matahari, sebab jika mendung mereka tak mengeluarkan banyak keringat. Tak berebut tempat dibelakang anak yang tinggi untuk meneduh.

   Dinda hari ini sangat semangat pergi ke sekolah sebab, semesta terlalu baik hari ini. Mendung saat upacara, guru matematika ijin Dinas Luar, dan tak ada tugas tugas yang menumpuk. Saat sedang makan roti selai coklat kesukaannya, ia mendengar suara klakson motor yang sepertinya ia kenal. Ia pun keluar untuk memastikan siapa yang berada di depan rumahnya. 

"masih makan?" tanya Nathan.

"lo ngapain ke sini?" tanya Dinda.

"mau berangkat bareng ke sekolah" 

"kok gak ngomong dulu sih?" 

"mau ngomong gimana? whattapps saya aja gapernah kamu baca. Kalau ngomong dulu juga kamunya gak bakalan mau kan?" jawab Nathan. Tercetak senyum miris di bibir Nathan yang membuat Dinda tak enak hati karena tidak pernah membaca bahkah membalas pesan dari Nathan. Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Dinda. Ia merasa bersalah karena tak menghiraukan pesan dari Nathan. Keheningan keduanya pecah ketika Ranti mengantarkan tas dan segelas susu untuk Dinda. 

"ma aku berangkat dulu ya assalamualaikum" kata Dinda dengan mencium tangan mamanya.

"saya ijin berangkat sama Dinda ya tante? Assalamualikum" Pamit Nathan yang iku mencium tangan Ranti.

"latihan cium tangan sama calon mertua" bisik Nathan pada Dinda yang masih terdengar oleh Ranti. Hingga membuat Ranti tertawa heran dengan kelakuan anak jaman sekarang.

-*-*-

"BUBAR BARISAN, JALAN!" seru pemimpin upacara membuyarkan barisan siswa-siswi SMA 04 Jakarta Selatan. 

"Duh, kok tiba-tiba panas sih? padahal tadi pagi mendung banget." gerutu Amel dengan mengusap keringat yang ada di pipnya.

"Andina kemana Din? tumben gak kelihatan batang hidungnya." sambung Amel yang matanya melihat  sekeliling penjuru lapangan untuk mencari Andina.

Dan benar saja pemilik nama itu berteriak heboh dari arah belakang mereka.

"DINDAA, gimana ceritanya lo bisa berangkat bareng Nathann ya ampun?!" terian Andina yang membuat seluruh siswa-siswi yang berlalu lalang menatapnya terkejut, karena ada nama Most wanted sekolah yang ikut disebut. 

"An, malu tau diliatin anak-anak kelas lain" tegur Dinda. 

"demi apa din lo berangkat bareng Nathan?" timpal Amel.

"gatau ah gue capek mau ke kelas duluan"  kata Dinda. Segera ia meninggalkan dua temannya itu. 

-*-*- 

   Bel istirahat sudah berbunyi 3 menit yang lalu, Dinda masih tetap berada dalam kelasnya. Ia yakin, kejadian tadi pagi pasti akan menyebar luas ke sekolah. Ia sangat tidak suka jika menjadi bahan gosip siswa-siswi di sini. 

   Sudah 10 menit berlalu, Amel tak kunjung datang mengantarkan makanan yang ia pesan. Tadi pagi Dinda lupa memasukkan bekal roti selai coklat ke dalam tasnya. Mau tidak mau Dinda harus pergi ke kantin untuk menemui kedua temannya itu. Kaki Dinda sangat berat untuk melangkah keluar kelas. Ia takut bertemu dengan macan-macan betina yang ngamuk dan memangsa Dinda dengan buasnya.

Sebuah Kisah Untuk DindaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang