Pagi yang cerah, susana Ibu Kota sangat ramai dan padat. Memang sangat tepat untuk julukan Jakarta saat ini, Kota Metropolitan. Banyaknya kendaraan membuat Kota sangat ramai dengan bunyi klakson milik orang yang tidak sabaran. Polusi dimana-mana dan keadaan Kota yang sangat panas akibat cahaya matahari yang memantul dari kaca gedung-gedung besar.
"Pak ini masih lama ya? " Seorang gadis bertanya dengan mimik wajah cemas kepada supir angkot.
"Kayaknya sih neng, soalnya ini macetnya lebih parah dari biasanya. " Jawab pak supir dengan melihat keadaan jalan Kota Jakarta saat ini.
"Telat lagi gue. " Grutu gadis itu.
-*-*-
"Dah gue duga. " Kata gadis itu. Lalu, ia berlari menuju gerbang sekolah."Permisi pak. " Kata Gadis itu dengan cengar-cengir.
"Dinda Dinda, kamu ini nggak ada bosen-bosennya telat melulu. Sudah jam berapa ini? " Omel seorang lelaki paruh baya itu, dengan melihat jam tangan tua yang melingkar di tangannya.
"Iyaa pak maaf, tadi jalanan macet parah."
"Kamu ini, cepat masuk! " seru pak Bambang.
"Iyaa pak maaf. "
-*-*-
Dinda Saphira Ayuna. Gadis cantik kelahiran Berkas, 01 Oktober 2001. Ia bersekolah di SMA 04 Jakarta Selatan. Dinda bukanlah anak muda yang gila fashion namun, Ia adalah seorang siswi yang biasanya jika sekolah rambutnya selalu dikucir kuda. Bisa dibilang anak taat peraturan kecuali, dalam bidang ketertiban masuk sekolah. Entah mengapa Dinda selalu telat, padahal ia selau bangun sepagi mungkin untuk pergi ke sekolah.
-*-*-
Dinda berjalan menuju kelasnya melewati karidor sekolah. Ia dari perpustakaan karena Bu Susi menyuruhnya untuk mengambil beberapa buku untuk dibagikan di kelasnya. Dinda fokus berjalan, hingga akhirnya hantaman tubuh seorang laki-laki berpawakan tinggi mengenai tubuhnya, hingga membuat tubuhnya tersungkur ke depan dan buku-buku yang ia bawa ikut jatuh berserakan. Dinda melihat punggung laki-laki itu yang mulai menjauh. Dinda merasa kesal setengah mati dengan laki-laki tersebut. Tak ada bantuan sama sekali yang datang dari laki-laki itu, seperti tak terjadi apa-apa.
"Iyaa gapapa kok, dimaafin. Terimakasih udah mau bantuin beresin buku." Kata Dinda berteriak sebal. Lantas ia membereskan buku-buku yang berserakan lalu berdiri dan melihat adakah reaksi dari laki-laki menyebalkan tersebut setelah ia teriaki.Namun, hasilnya nihil. Tak ada reaksi apapun dari laki-laki tersebut.
"Mengharap pada orang yang salah." Gerutu Dinda.
-*-*-
Bel istirahat berbunyi namun, Dinda masih terpaku dalam tempat duduknya dengan tas sebagai bantal dadakan. Ia sangat mengantuk sebab ia semalam tidak bisa tidur, karena banyak tugas yang belum ia selesaikan.
"Din ini buat lo." Kata Amel dengan menyodorkan sebotol minum kepada Dinda.
"Dari?" tanya Dinda, dengan berat ia mengangkat berat kepalanya.
"Nathan."
"Nathan? Nathan siapa?"
"Nathan anak baru din. Yang bikin ciwi-ciwi pada geger, ganteng banget sumpah." Sahut andina dengan gaya ciri khasnya yaitu lebay.
Dinda masih bingung, ia masih belum mengetahui pemilik wajah yang bernama Nathan. Ia mengakui kalau ia sangat ketinggalan berita. Pasalnya yang ia lihat, sekolah biasa-biasa saja tidak ada yang Namanya kegegeran. Dinda yang ketinggalan berita atau andina yang sangat lebay.
"Aduh din, Nathan sepupu gue. Katanya dia tadi nabrak lo dan waktu dia kesini tadi nyamperin gue, dia liat lo. Jadi, dia beliin minuman ini buat lo. Sebagai tanda maaf si katanya." Jawab amel yang mulai emosi dengan sahabatnya itu.
Mendengar penjelasan Amel, Dinda hanya ber-ohh ria, karena ia takt ahu harus berekspresi seperti apa.
-*-*-
Bel pulang sekolah sudah berbunyi tiga puluh menit yang lalu. Namun, Dinda masih bertahan di halte depan sekolah untuk menunggu jemputannya. Dinda berpikir bahwa hari ini dunia sangat tidak berpihak padanya. Dilihat dari kejadian demi kejadian tadi padi seperti, ban mobil yang medadak bocor, terlambat masuk sekolah, ditabrak orang dan saat ini jemputan yang tak kunjung datang. Saat dinda fokus melihat kanan jalan, Dinda dikejutkan dengan suara deheman berat seorang lelaki.
"kamu tadi yang saya tabrak kan?" tanya lelaki itu.
"kenapa?" tanya Dinda.
"minumannya udah dikasih kan sama Amel? Apa sama dia diminum?"
"udah dikasih kok tenang aja. Tapi gue lebih sua kalo lo bilang maaf. Rasanya kek berguna aja lo punya mulut yakan?" Kata Dinda sinis.
"iyaa maafin saya ya? Saya gak sengaja tadi." Jawab Nathan.
"gue udah maafin lo kok. Gue pulang dulu jemputan gue udah dateng." Kata Dinda lantas berdiri dan masuk ke mobilnya.
Nathan melihat Dinda dengan senyum mengembang di wajahnya. Entah mengapa ia merasa Dinda sangat berbeda dengan cewek-cewek lainnya. Disaat semua cewek ngejar Nathan dengan alasan ingin ketenaran, tapi Dinda cuek.
Sedangkan di dalam mobil, Dinda masih teringat dengan wajah tampan Nathan. Dinda pikir Nathan memang tampan, tapi Dinda juga berpikir bahwa tidakkah berlebihan kelakuan siswi-siswi di sekolahnya. Buat apa ganteng tapi gapunya attitude.
|____________________________________|
Hallo, apa kabar?
Maaf jarang update:)
Part ini sudah saya revisi setelah sebulan saya unpublish.
Silahkan dibaca kembali. Jangan lupa vote ya<3Maaf banyak typonya wkwkw
Terimakasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Kisah Untuk Dinda
Teen Fiction"Gimana bisa mengungkapkan perasaan melalui kata-kata, kamu aja cuek banget. Padahal saya cuman bisa nyampein perasaan ini melalui kata" -Nathan Arda Keena