Bless

127 8 4
                                    

Udara dingin menusuk- nusuk kulitku. Tatapan lapar, penasaran, jail mengelilingiku.

"Sial, sial. Dimana ini ? Luce, Claire ? Natsu ? Kumohon siapa saja. Tolong aku." Batinku. Aku yakin tadi aku masih dikamar dan akan segera menjemput mimpi, tapi tiba-tiba aku disini. Ditemani ratusan pasang mata yang mengelilingiku, suara tawa  menjengkelkan yang memenuhi gendang telingaku dan bau nyengat mengisi Indra penciumanku hingga sinar putih menyirami mataku, mambawaku entah kemana.

.

.

.

.

"Brengsek. Bajingan! Sempat Lucy kenapa-napa akan aku pastikan kau menyesal pernah hidup." Teriak Natsu. Ia mengacak-acak rambutnya dengan kesal.

Para perawat ataupun keluarga pasien disekitarnya terkejut akan tindakan Natsu. Tepukan ringan di bahu Natsu membuatnya menoleh ke belakang.

"Laxus!" Panggil Natsu.

"Santai Natsu, jangan membuat keributan disini. Kau menakuti pasien RS." Ucap laxus.

Natsu hanya menghela napas dan kembali melanjutkan pencariannya. Waktu berlalu cepet, sudah 3 jam 27 menit semenjak Lucy menghilang.Tangannya mengepal kuat.

Laxus menerima panggilan telepon.
"Lantai 1-15 clear. Tak ada 1 pun pasien yang melihat Lucy." Lapor penelepon.

"Baiklah." Balas laxus dan menutup panggilan.

"Kami juga sudah mencari di lantai 20, 45, 46, basement." Jelas Natsu.

"Mira bilang Lucy berada di tempat sempit ?" Tanya laxus.

Natsu mengangguk sebagai jawaban, laxus membawa peta tata ruang rumah sakit ini. Keduanya meneliti dengan cermat, ruang manakah yang sempit ?

"Ruang mesin ? Aku kira tidak mungkin." Ucap Natsu.

"Kau harus berpikir selayaknya pelaku ,Natsu. Menurutmu dimana Lucy ?" Tanya laxus.

"Kemungkinan nya ada beberapa. Bisa dapur kantin di lantai 1, gudang di lantai 46, kamar mandi tiap lantai, ruang operasi lantai 27, dan-" ucapan laxus dipotong oleh Natsu.

"Kamar mayat di lantai 30." Jelas Natsu, ia langsung berlari menuju ke tangga darurat. Laxus mengikutinya sambil mengabari Mira dan lainnya.

"Pastikan tak ada 1 pun yang bisa keluar dari RS. Situasi ini sudah menjadi peringatan. Cepat ke lantai 30, kamar mayat." Ucap laxus dan langsung menutupnya. Semuanya bergegas menuju lantai 30, tempat tersangka Lucy berada.

"Luce, Luce, Luce, kumohon kau baik-baik saja." Doa Natsu. Ketakutan menjalar dan berakar dihatinya. Napasnya memburu seiring langkahnya yang memcepat.

Sampai dilantai 30, Natsu menghirup semua oksigen sebisanya, laxus langsung membagi tugas dengan gray yang sudah sampai duluan.

"Berdasarkan penjelasan perawat disini. Terdapat 3 ruang mayat, 2 ruang biasa dan 1 ruang khusus untuk tim forensik." Jelas gray.

Natsu langsung mengangguk, bersamaan itu Erza dan Mira sampai.

"Langsung ke ruang terakhir." Ucap Natsu.

Semuanya bergegas, saat pintu dibuka. Suhu dingin menyambut bulu kuduk semuanya. Suhu ruang mayat khusus forensik ini mencapai -50°c. Bertujuan agar mayat benar-benar beku dan dekomposisi berkurang.

"Kapasitasnya 30 orang. Akan aku buka kan 1 per 1." ucap seorang perawat. Ia segera mengeluarkan kunci dan membuka mortuary cabinet.

Perawat lainnya akan ikut membantu sebelum Natsu merebut kuncinya dan membuka dengan cepat...

Tangannya sudah membeku, namun matanya memanas.
1 per 1 cabinet di buka, namun Lucy masih belum di temukan.
Hingga baris terakhir, Natsu membukanya dari kanan dan perawat dari kiri.

"Semoga Lucy baik-baik saja." Doa Mira. Ia terus memanjatkan doa, air matanya mengalir bak sungai. Erza memeluknya dan terus merapalkan doa. Saat suara kunci terbuka, seluruh mata tertuju ke dalam kabinet.

"LUCY!" teriak Natsu.
Kabinet yang dibuka Natsu yang berisi Lucy. Natsu segera menggendong Lucy keluar dari ruang mayat tak memperdulikan kabinet yang terbuka.

"Lucy, Lucy, sadarlah." Panggil Natsu. Ia meletakkan Lucy di bangku pasien terdekat.

"Sudah 3 jam 40 menit dia dalam suhu ekstrim." Jelas laxus.

Erza jatuh terduduk mendengar penjelasan Laxus. Matanya kosong dan air matanya terus berjatuhan. Jellal merengkuhnya.

Perlu diketahui tubuh manusia normalnya berlaku hukum 333.
Manusia dapat hidup 3 menit tanpa udara, 3 jam di suhu ekstrim, 3 hari tanpa air dan 3 Minggu tanpa makanan.

"Tidak, tidakkk. Lucy harus bangun. Lucy, kau harus bangun." Racau Mira.

"Bangun, bangun, bangun Luce. Kumohon bangunlah." Batin Natsu, ia melakukan tindak CPR darurat sebelum alat pacu jantung (Defibrilator) datang. Natsu mencoba mendeteksi denyut nadi Lucy, namun hasilnya nihil. Bahkan ia memberikan napas buatan.

"Geser, aku akan memompa jantungnya. Yui, selimut. AMBU." Dengan ceketan seorang dokter wanita menyiapkan Defibrilator dan melepaskan pakaian Lucy. Perawat Yui membentang selimut dari perut Lucy hingga menutupi kakinya, ia juga berusaha menghangatkan telapak kaki Lucy.

"300 volt." Ucapnya, ia masih melakukan CPR. Seorang perawat lainnya berhenti memompa AMBU. Lalu Ia mengoleskan gel terlebih dahulu dan mengisi volt.

"Dokter Marie." Perawat menyerahkan Defibrilator nya. Dengan serius Dokter Marie menggesek ke 2 lempeng defibrilator.

"Charge."

Semuanya berharap Lucy dapat membuka matanya. Namun, takdir berkata lain.

"350 volt." Ucap Dokter Marie. CPR terus dilakukan, denyut nadinya belum menunjukkan kehadirannya. AMBU bag di ambil alih oleh perawat Yui. Suhu tubuh Lucy masih sangat rendah. Erza sekarang membalut tubuh Lucy dengan lap hangat.

"Jangan ada yang menyentuh tubuh nona ini lagi." Ucapnya sebelum memacu denyut jantung Lucy.

"Charge!" Kali ini tubuh Lucy tersentak cukup kuat. CPR di lanjutkan hingga perlahan dihentikan. AMBU bag juga dihentikan.

"Pasangkan elektrokardiograf." Ucapnya, kali ini dihiasi senyum tipis.

"Dia selamat." Ucap singkat dokter Maria. "Suatu keajaiban dia bisa kembali, menghabiskan waktu lebih dari 3 jam di suhu ekstrim seperti itu. Tuhan memberkatinya." Lanjut nya.

"Nona Erza, saya perlu bicara." Panggilnya. Erza segera bergegas.

Tubuh Lucy di pindahkan ke ruang VVIP, selimut tebal berlapis-lapis menggulung nya.

"Syukur lah, syukurlah. Lucy selamat. Terima kasih atas jawaban-MU." Tangis Mira pecah begitu saja. Juvia menghela napas lega. Gray mengacak-acak rambutnya dan tersenyum. Laxus bersandar di dinding. Erza dan jellal menanyakan hal-hal yang perlu di perhatikan. Natsu ikut mengawasi dalam ruangan Lucy.

Suara dentingan alat elektrokardiograf mengisi keheningan ruang rawat Lucy.

Sinar fajar mulai berlomba-lomba menyinari wajah pucat Lucy. Meskipun napas, denyut nadi dan suhunya kembali normal.

"Kau menakutiku. Cepat sadarlah, Aku... Aku... Merindukanmu." Ucap Natsu. Ia menggenggam tangan Lucy dan mengecupnya pelan. Genggamannya mengerat seiring waktu seolah Lucy akan meninggalkannya. Tanpa di sadari nya, ujung mata Lucy menitikkan setetes air mata.

Tepat di luar ruangan, seorang wanita menatap tajam ke dalam ruangan. Dengan suara manja, ia menelepon seseorang.

"Dia tidak mati, ayah." Lapornya.

Setelah beberapa saat, panggilan di putuskan.

"Cepat atau lambat, Natsu akan menjadi milikku. Hanya milikku. Enyahlah kau, sampah sialan." Ucapnya sambil berlalu.

Tampaknya takdir semakin kejam memainkan perasaan keduanya, dapatkah mereka bertahan menembus deburan ombak ini ?



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lucky Or Bad Luck?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang