1

2.9K 256 10
                                    

U T U H

.

Naruto belongs to Masashi Kishimoto

.

.

.

mereka adalah dua yang separuh

berharap dengan bersatu

mampu menjadi utuh

.

.

happy reading!

.

Hinata, yang kini memutuskan untuk kembali memakai nama Hyuga, menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. Ia meletakkan ponselnya di atas nakas sekenanya, begitu lelah dengan segala panggilan yang masuk ke nomornya sebatas untuk mengorek informasi terkait keputusannya untuk berpisah dengan putra tunggal Namikaze Group, Naruto Namikaze.

Ia memang sudah menduga bahwa setelah segala tetek-bengek terkait retaknya hubungan mereka serta putusan pengadilan yang mengumumkan bahwa mereka resmi tak lagi bersama terendus media, ketenangannya pasti akan terusik selama beberapa waktu ke depan. Namun ia tidak pernah menyangka hal tersebut akan membuatnya stres bukan kepalang.

Pelan, sambil membiarkan matanya menyapu pandang apartemen baru yang akan ia tempati, Hinata menghembuskan napas lelah. Apartemen itu masih dipenuhi oleh kardus-kardus berlabel, belum sepenuhnya dibuka dan disusun meski baik desain dan furniturnya sudah lengkap tak bercela. Tempat tinggal barunya ini kelihatan asing, dengan furnitur minimalis yang menyesuaikan palet dominasi warna putih gading serta aksen lavender juga biru tua di seluruh ruangan. Ia berusaha mendesain apartemen ini sebagaimana apartemen lama yang ia tinggali sewaktu belum memutuskan mengikat diri bersama Naruto, akan tetapi nyatanya empat tahun menghabiskan waktu bersama pemuda itu sedikit-banyak mempengaruhinya.

Hinata memijit pelipisnya pelan, seketika bayangan pria muda berambut pirang dengan permata safir jernih itu terlintas di kepalanya. Ia tidak memunafikkan fakta bahwa Naruto adalah cinta pertamanya dan ia bahagia dengan kehidupan pernikahan mereka, bahkan sampai hari dimana putusan pengadilan sampai ke tangannya.

Perpisahan mereka adalah hal yang mutual, tidak sengaja diinisiasi oleh satu pihak saja namun disetujui oleh keduanya. Sesuatu yang tidak disesali baik olehnya maupun Naruto, apalagi diakhiri dengan tragedi. Mereka hanya merasa bahwa cukup adalah cukup, dan ketimbang memaksa untuk terus bersama dengan visi yang tak lagi selaras, agaknya berpisah akan jauh lebih bijak sebelum rasa terinjak-injak.

Hinata adalah yang mengusulkan perpisahan ini pada malam dimana mereka sempat bertukar kabar di meja makan. Lepas menghidangkan ramen buatan rumah yang amat Naruto sukai, wanita itu menyuarakan isi hati dan pikirannya. Ia menuturkan dengan senyum dan hati yang lapang, menegaskan bahwa meski ia amat mencintai si lelaki pirang, agaknya pernikahan ini mulai terasa menyesakkan. Ia menginginkan keluarga yang lengkap, satu yang bisa dibina dalam bahtera hangat. Sementara ia tahu betul bahwa meski sudah lepas empat tahun mereka bersama dan menanti Naruto mengabulkannya, bukan itu yang diinginkan si pemuda pirang.

Kala itu Naruto tersenyum kecil. Pria muda itu mengesampingkan mangkuknya dan meraih tangan Hinata, memohon segala maaf meski tak berusaha untuk menahan keinginan Hinata. Ia jelas berkata bahwa cinta adalah hal yang sanggup ia berikan kepada istrinya, satu yang utuh dan tak terbagi, namun di luar itu ia masih belum mampu. Membina hubungan berdua adalah satu hal yang ia yakin mampu atasi, tetapi menambah kehadiran bayi kecil di antara mereka ketika ia bahkan masih berfokus pada segala urusan perusahaan agaknya akan jadi tak adil. Ia bergumam rendah, berkata bahwa ia bisa saja menjanjikan Hinata untuk mencoba beberapa tahun lagi, ketika dirinya sudah lebih matang dan mumpuni, namun gumaman itu dipatahkan olehnya sendiri. Naruto pribadi tahu betul janji bisa menjadi sebatas janji, mengapur sendiri dan tak ditepati. Maka dengan hati yang rela, ia melepaskan Hinata.

U T U H [SasuHina]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang