"Permisi. Pesanan makanannya." ucap Juli dengan suara kerasnya dari pagar sebuah rumah sambil memastikan alamatnya sesuai dengan catatan yang dibawa olehnya. Dirinya mengantarkan pesanan makanan.
Pintu itu terbuka menunjukkan seorang wanita dewasa dengan baju santainya lalu menghampiri Juli.
"Ini makanannya, totalnya enam puluh ribu," ucap Juli memberikan sekantung plastik yang berisikan tiga box makanan.
"Yang mengantar seorang perempuan?" tanyanya sambil mengambil bungkus makanan itu dari Juli.
"Iya, Kak. Sebenarnya ada yang lain tetapi sedang mengantar ke arah yang cukup jauh. Jadi saya saja."
Wanita itu memberikan uang lima puluhan dan dua puluhan yang ia ambil dari kantungnya kepada Juli.
Juli mengambilnya dan merogoh kantungnya untuk mengambil kembalian. "Ini kembalinya, Kak,"
"Ngga usah, bawa aja. Makasih ya, hati-hati pulangnya." ucap wanita itu yang dijawab dengan senyuman Juli, "sama-sama. Selamat makan, Kak."
Juli pun beranjak pergi dari rumah itu kembali ke rumahnya. Jaraknya tidak terlalu jauh tetapi tidak dekat juga, jadi Juli memberanikan diri mengantar makanan itu sendirian ke tempat ini yang jalannya cukup sepi saat dilewati. Jarum jam ditangan Juli menunjukkan pukul sepuluh lewat sepuluh menit malam. Tempat makan yang dibuka oleh Ibunya tutup jam sepuluh malam dan yang tadi adalah pembeli terakhirnya. Sebenarnya Ibunya sudah mencegah Juli untuk mengantar makanan itu karena sudah malam tetapi gadis itu tetap bersikeras mengantarnya karena akan terlalu lama jika menunggu Om Jo, seorang yang membantu ibu untuk mengantar makanan.
Namun insting Ibu memang selalu benar, kini Juli sedang tidak sadar kalau dirinya diikuti oleh tiga pria sejak tadi ia pergi meninggalkan rumah yang memesan makanan Ibunya. Juli berjalan seperti biasa di jalan yang cukup sepi sebenarnya dirinya sedang di komplek perumahan namun jalan ini di tutup oleh tembok tinggi sehingga tidak terlihat rumah-rumahnya.
Juli merasa dirinya sedang tidak sendirian di jalan komplek ini. Ia membalikkan badannya, mendapati tiga pria dewasa sedang melihat ke arahnya dan berjalan mendekatinya. Entahlah pikiran negatif menghampiri Juli sehingga dirinya memilih untuk lari secepat mungkin.
Hush hush. Juli berlari sekencang mungkin karena percuma untuk berteriak meminta tolong di tempat sepi ini dan pikiran negatif itu terus datang kepadanya. Dia sama sekali tidak bisa mendengar apa mereka mengejar dirinya atau tidak.
Juli berlari cukup jauh dan kakinya sudah sangat lelah. Nafasnya tidak beraturan. "Hh.. hh.. aish ini dimana?" ucapnya sambil menunduk, memegangi lututnya yang lemas. Dirinya berlari di arah yang berbeda saat ia datang ke rumah pembeli itu. "Bagaimana ini?" Juli mengelap keringatnya, merogoh kantung celananya. Ponselnya tidak dibawa olehnya.
Kini Juli berada di pertigaan jalan. Ada jalan lurus ke depan, berbelok ke kanan dan jalan yang baru saja ia lalui. "Habis ini kemana? Lurus atau belok ke kanan? Tidak mungkin kembali lagi" Juli memperhatikan kedua jalan yang salah satunya mungkin akan dilewatinya. Keduanya gelap dan sepi. "Aishhh." Juli menggigit bibirnya, ketakutan, matanya sudah berkaca-kaca memikirkan hal-hal yang tidak ia inginkan.
"Bingung ya, Cantik? Sini dianter pulang." ucap seseorang dari arah belakang Juli, jaraknya cukup jauh tetapi membuat dirinya lemas karena yang berbicara itu adalah pria yang mengikutinya.
Tanpa berpikir panjang, Juli berjalan lurus ke depan. Namun langkahnya terhenti karena seseorang pria yang mengikutinya juga datang dari arah itu. "Apa sama abang aja pulangnya?"
Juli semakin ketakutan, berlari balik lalu ke arah kanan pertigaan itu. Tetapi langkahnya kembali terhenti karena menemukan pria lainnya berjalan ke arahnya. Dirinya dikepung dari ketiga arah jalan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
R & J
Teen FictionRomeo Alianta Esgaskar, seorang anak laki-laki muda yang sangat beruntung karena terlahir sebagai anak CEO kaya yang sangat terkenal. Romeo nama panggilannya itu juga tidak kalah terkenal dengan orang tuanya, 'pangeran' itulah sebutan yang diberikan...