Kana

3.3K 291 31
                                    

Gulf menatap pria yang sedang terlelap di kasur besar itu dalam diam, sudah tiga bulan berlalu sejak kejadian itu, Mew seperti menelan bulat-bulat semuanya bahkan Gulf sudah tidak pernah melihat Mew menangis.

Gulf tidak pernah memukul Mew lagi Mew memperlakukan Gulf dengan lembut, dan itu malah membuat hati Gulf semakin sakit. Gulf memperhatikan tubuh yang terlihat sangat rapuh dihadapannya, memperhatikan wajahnya, kulit putih susunya bibir pucat merah mudanya entah kenapa semakin hari terlihat semakin cantik.

Mata Gulf turun kebawah melihat gundukan kecil itu dibalik selimut, melihatnya lama dalam diam, "ingin menyentuhnya?." Suara pelan itu membuat Gulf menoleh ke asal suara, matanya bertemu dengan manik coklat keabu-abuan Mew, melihat Mew yang menggapai kacamatanya yang berada di sebelah lampu tidurnya dan mengenakannya, tersenyum lemah.

Perlahan tangan Gulf memegang lembut gundukan diatas perut Mew saat Mew mengambil posisi bersandar Gulf mengelusnya halus, "aku bermimpi aku mendapatkan apa yang aku inginkan," Mew mulai bercerita, Gulf hanya mengangguk masih mengelus lembut perut Mew.

"Tapi mungkin… mungkin mimpiku itu menjadi mimpi buruk bagi orang-orang yang menyayangiku." Mew menaruh tangannya di atas punggung tangan Gulf, menyadari apa yang Mew maksud, Gulf menatapnya dalam dan akhirnya memeluknya erat, "aku minta maaf, aku benar-benar minta maaf." Gulf berbisik dan mulai meneteskan air mata yang merintik di bahu Mew.

Mew mengelus kepala Gulf halus, ya dia memang sebodoh itu. Mungkin benar yang dikatakan Vi, Mew yang sekarang bahkan jauh lebih baik hati daripada dewa, untuk mengampuni Gulf yang sudah begitu merusak jiwa dan raganya.

"Kanawut aku mau lihat kebun bunga di halaman depan," Mew berbicara pelan masih mengelus kepala Gulf lembut. Gulf menarik tubuhnya dan menggedong Mew di kedua tangannya.

Mew mengalungkan tangannya dan tersenyum kecil, "Kana kuat menggendongku?, Dulu kamu nggak kuat." Mew tertawa kecil menaruh kepalanya di bahu Gulf.

'Mew sudah mengingat segalanya'

Gulf memejamkan matanya, menguatkan gendongannya pada Mew merasakan ada ribuan jarum yang menancap di hatinya.

'Mew ingat semuanya'

'Mew ingat dia kecelakaan karena Gulf mengatakan dia tidak ingin melihat wajah Mew lagi membuat Mew stress dan mabuk-mabukan berakhir mengendarai mobilnya dalam keadaan mabuk berat'

Gulf mendudukan Mew disalah satu kursi paviliun, Mew tersenyum melihat ke dalam labirin mawa itu matanya jatuh pada bunga anggrek yang mencolok karena sendirian. Sudah 3 bulan dia tidak bisa keluar karena kehamilan abnormal membuatnya jauh lebih lemah daripada orang normal.

"Bukankah anggrek itu mirip seperti kakak?," Gulf berbicara pelan, Gulf melihat Mew yang mengerutkan wajahnya lalu tertawa dan menggeleng.

"Bukankah aku lebih mirip higanbana?." Mew berbicara pelan, membuat Gulf menggebrak meja itu kuat sampai pecah.

"Kenapa?, Tidak tahan ingin memukulku?." Mew tersenyum pahit, tidak ada rasa takut sama sekali dalam dirinya.

Gulf mengambil obat dari sakunya dan menelan kering obat itu, memejamkan matanya dan memegang dadanya kuat berusaha menekan amarah yang meledak-ledak dalam dirinya.

"Kakak aku minta maaf." Gulf duduk merasakan emosinya mereda, Mew hanya tersenyum melirik pecahan meja dihadapannya.

"Meja, Kana minta maaf kepadamu," Mew terdiam beberapa detik lalu menatap Gulf masih tersenyum, "lihat, mejanya tidak kembali seperti semula karena Kana minta maaf, tangan Kana juga terluka." Gulf mencengkram tangannya kuat berusaha tidak kehilangan kendali.

"Kana dan Meja saling menyakiti dan melukai, luka Kana bisa sembuh walau berbekas tapi Meja sudah hancur menjadi serpihan-serpihan kecil." Kelopak mata Mew naik memandang bunga-bunga di sekitarnya lagi seperti tidak ada yang terjadi.

"Ayo masuk, aku akan mengobati lukamu." Mew kembali memandang Gulf dan tangannya yang berdarah, Gulf berdiri "akan aku panggilkan Singto dan Krist untuk membawamu masuk." Gulf ingin membawanya masuk tapi Gulf takut akan melukai Mew jika ia menyentuhnya.

Mengacak rambutnya kasar memanggil Singto untuk menjemput Mew, Gulf memilih mandi dingin untuk menenangkan pikirannya yang sudah sangat kacau.

.

Singto membawa kursi roda buru-buru mencari Mew saat melihat darah ditangan Gulf, "Mew? Mew?." Panggil Singto panik. "Aku disini." Suara kecil Mew masih terdengar dan Singto menghampirinya, "kamu terluka?." Ujar Singto dan Mew menggeleng kecil. "Nggak Gulf berantem sama meja bukan sama aku." Ujar Mew terkekeh. "Hah?." Mew tidak menjawabnya dan perlahan bangun dari kursinya dan duduk di kursi roda.

"Kamu masih lemot kaya dulu simba." Ujar Mew menahan senyumnya, "HEHH? KAMU INGAT? INGATANMU KEMBALI SEJAK KAPAN?." Singto berteriak sambil mendorong kursi roda itu kedalam.

"Kemarin? Tiba tiba aku ingat saja." Mew tertawa sambil menengok ke atas untuk bertemu dengan mata Singto.

"Bagaimana perasaanmu?, Oh iya Dr. Rachirawit mengirimkanmu bunga," Singto mendorong kursi roda itu dan akhirnya berhenti diruang tamu, mengambilkan buket bunga di meja dan memberikannya ke tangan Mew, "oh, herbras pink?, Ambilkan aku gunting dan vas bunga." Mew berkata sambil bangun dari kursi rodanya dan berjalan pelan ke kamarnya tidak memperdulikan panggilan Singto kepadanya.

Gulf kaget saat melihat Mew yang sudah duduk di sofa kamar memegang bunga di tangannya, dan kotak obat diatas meja. "Lihat kak Vi memberikan Herbras merah muda, Kana." Mew tersenyum, Gulf memakai bajunya dan duduk dihadapan Mew menyerahkan tanganya pada Mew, dengan lembut Mew menarik tangan Gulf dan mengobatinya. "Herbras merah muda itu artinya sambutan hangat untuk calon bayi, bukankah itu bagus?." Mew seperti berbicara sendiri karena Gulf hanya diam.

"Aku ingin bertemu dengan Star." Ujar Mew pelan, memperban telapak tangan Gulf dengan pelan Gulf menarik tangannya "tidak akan kuizinkan, tidak sampai kamu melahirkan anakku." Gulf tidak berniat berkata seperti ini dia merutuki dirinya sendiri.

"Ah iya 'anakmu'," Mew tersenyum pahit menutup kotak obat itu, "kalau begitu telepon?." Mew benar-benar ingin berbicara dengan Star dia ingin meminta maaf.

Gulf menghela nafasnya kasar, "nanti." Jawabnya singkat, dan Mew hanya mengangguk. Terdengar suara ketukan dan Krist masuk membawakan gunting, vas dan air. Gulf menaikan sebelah alisnya "bukankah aku sudah bilang jangan memberikan kak Mew benda tajam?." Suara tajam Gulf membuat Krist tersentak.

Mew berdiri dan merebut nampan itu, "aku yang menginginkannya, aku bukan pengecut, Kana." Menaruh nampan itu diatas meja dan Krist langsung kabur keluar.

"Jangan memanggilku Kana, Mew." Gulf mengertakan giginya dan matanya fokus pada gunting yang dipegang Mew, "kenapa?, Dulu aku memanggilmu begitu." Mew menggunting daun bunga itu tanpa melihatnya karena mata Mew menatap Gulf membuat Gulf menarik tangannya dan merebut gunting itu. 

"Nanti kamu terluka." Saat mendengarnya Mew tertawa keras seakan akan Gulf mengatakan sebuah lelucon, Mew tertawa sampai air matanya keluar dan menghapusnya dengan lengan piyama putihnya, "kamu 'manis' sekali, Kana." Mew akhirnya memasukan batang bunga itu ke vas dan memasukan air dan gula yang sudah disiapkan. "Cantik kan," Mew menunjukan vas bunga itu dengan antusias.

"Ayolah Kana, kenapa kamu jadi pendiam?, Bukankah ini yang kamu inginkan?." Mew berdiri dan berjalan pelan ke kamar mandi memuntahkan isi perutnya, mual.

Setitik air mata lolos dari matanya.

'Aku hanya ingin akhir-akhir kehidupanku untuk merasakan sedikit kebahagiaan.'

"Aku hanya ingin sedikit kebahagiaan..."

Bukankah Pencipta mempermainkan hidupnya terlalu keterlaluan?


Bersambung.




Youth || GulfMewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang