6

1.8K 263 13
                                    

"Halo, Pak Esa? Ada tamu di lobi," tutur resepsionis kantor melalui sambungan telepon.

Hah?

Tamu?

Siapa?

"Siapa? Rasanya saya tidak ada janji hari ini," balasku. Mata  menatap layar PC di atas meja kerja.

"Ibu Sinta. Katanya, ibunya Pak Esa."

Hah?

Ngapain Tante Sinta ke kantorku?

"Mmh.... Di sana ada ruang meeting yang kosong?

Di lantai lobi terdapat lima ruang meeting kecil. Ruang meeting yang masing-masing berkapasitas empat kursi itu diperuntukkan untuk menemui tamu untuk pertemuan singkat dan dikategorikan less-important. 

"Ada, Pak."

"Ya, udah. Suruh beliau tunggu di sana. Nanti saya ke bawah."

"Baik, Pak."

Setelah mengembalikan telepon kantor ke tempatnya, aku meraih HP di atas meja. Lalu, aku menekan tombol panggilan bicara yang kutujukan kepada ayah.

Terdengar dering pertama. Kedua. Ketiga....

"Halo, Mas?" sapa ayah.

Beliau memang kerap memanggilku dengan embel-embel "Mas" walau tidak jarang juga ayah menyapaku  Wisesa atau Esa saja.

"Ayah, itu kenapa Tante Sinta ke sini?" tanyaku, to the point.

"Ke mana?"

"Ke kantorku?"

"Masa?" kilahnya.

Aku menatap ke atas sebagai gestur kesal. "Iya. Ada apa, ya? Aku nih lagi kerja, lho. Profesional, dong. Kalau mau ada urusan pribadi buat janji ketemuan ya, di luar," keluhku.

Terdengar suara embusan napas panjang dari ayah. "Ya, udah temuin ajalah. Itu gara-gara kamu juga, sih."

Mataku membelalak jengkel. "Aku?"

"Iya. Kata Sinta, kamu susah diajak bicara. Di telepon jarang diangkat. Di WA juga jarang dibalas...."

"Itu karena setiap aku angkat teleponnya,  Tante Sinta selalu mendesakku perihal masalah Citra. Di pesan WA juga sama. Lama-lama, aku kan males ladeninnya, Yah," aku kembali mengeluh.

Ayah berdecak jengkel. "Ya, sudahlah... temuin aja dulu. Jelasin aja ke dia secara langsung kalau kamu menolak...."

"Di kantor? Di jam kerja gini?" sindirku, tambah kesal.

"Ya udahlah temuin aja...."

"Ayah...."

"Eh, Esa, sorry ya Ayah potong.  Ayah nggak bisa lama-lama bicara, ya. Bentar lagi mau meeting. Kamu temuin aja Sinta. Jelasin aja gimana-gimananya. Udah, ya?" desak ayah.

"Ya, ampun. Iya-iya...," balasku dengan marah sebelum menutup saluran komunikasi.

Aku setengah melempar HP ke meja. Punggung kulempar ke belakang hingga menyentuh punggung kursi. Kedua tangan kutautkan di atas kepala. Mata menatap ke atas. Lalu, aku mengembuskan napas panjang.

Huh.

Sial. 

Si Citra yang  berzina, aku yang kena teror!

Lalu aku menggumamkan beberapa kata-kata umpatan kotor lainnya. 

Setelah agak merasa puas menumpahkan kekesalan, aku pun berdiri dan beranjak meninggalkan ruang kerja. Yang kutuju adalah lift untuk turun ke lantai lobi, menemui Tante Sinta.

Shy Girl's Flirtation #1 Unbeatable Love SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang