16

1.7K 243 14
                                    

"Aku hamil. Sekarang kandunganku sudah lima bulan," kata Citra, memulai ceritanya.

"Siapa papa si jabang bayi, Mbak?" Lulu bertanya.

Aku duduk dengan menopangkan dagu di kedua tangan yang saling bertaut. Kedua siku di meja. Mata menyimak pembicaraan di meja ini.

"Mas Bram.... Mmh... dia seorang pengusaha. Usianya dua kali lipat dari umurku," jawab Citra dengan wajah cemberut.

"Aku tau dia udah ada umur. Tapi... asli, Mas Bram tuh gagah dan berwibawa," ujar Citra, dengan berapi-api.

Lulu mengangguk. "Ohh... terus, masalahnya di mana?"

"Masalahnya... dia sudah berkeluarga," jawab Citra.

"Mbak Citra udah tau dari awal kalau si Om sudah punya anak istri?"

Citra menggeleng. "Awalnya nggak...."

"Terus, setelah tahu?" Lulu bertanya lagi.

"Yaaa...gimana, ya... udah terlanjur cinta. Yaa, dijalani aja," kilah Citra.

Aku memutar kedua bola mata dengan malas.

"Sekarang, kenapa nggak nikah sama si Om?" Lulu terlihat penasaran.

"Istrinya melarang. Semua aset dan kekayaannya itu ternyata... atas nama istrinya. Kalau Mas Bram pilih aku, istrinya akan menggugat cerai. Dan...."

"Kenapa, Mbak?"

"Mereka ternyata sebelum nikah udah ada perjanjian pranikah yang ditandatangani kedua belah pihak, dan dilegalisasi notaris...."

"Ohhh.... Isinya apa?" Lulu terlihat penasaran.

"Yaahh intinya, semua harta dan aset akan menjadi milik istri dan anak-anaknya."

Lulu mengangguk.  "Terus?"

"Terus Mas Bram milih bertahan dengan istrinya. Walaupun istrinya itu tujuh tahun lebih tua, gendut, dan pendek. Ihhh, amit-amit. Kayak bola," hina Citra sambil bergidik jijik.

"Padahal ya... Mas Bram itu, gagah lho. Tingginya 178, berat badannya ideal. Posturnya, atletis. Heran deh, kok mau sama perempuan setua itu. Cantik juga enggak," ketus Citra.

"Aku beneran nggak ngerti kenapa?" Lanjut Citra.

"Mungkin karena perempuan itu smart, dan kaya?" Timpalku dengan nada menyindir.

"Dari cerita yang aku dapat, istrinya itu yang pengusaha. Dia dulu adalah seorang janda kaya yang mandiri. Pacar kamu itu, salah satu stafnya dia," ujarku pada Citra.

Adik tiriku memutar kedua bola matanya dengan malas tapi tidak membantah.

"Lelaki itu memang tidak bersedia menikahi kamu. Tapi dia dan istrinya, ngasih kamu uang dan surat untuk ditandatangani. Dari yang kudengar, kamu menandatanganinya" ungkapku lagi.

Lulu menoleh padaku. "Surat apa?"

Aku melirik pada Lulu. "Surat yang isi intinya, lelaki itu dan istrinya melepaskan segala bentuk tanggung jawab terhadap si janin yang dikandung Citra...."

Lulu menghela napas kaget. Lalu menoleh ke Citra. "Serius? Kok jahat?"

"Lah, si Citra-nya juga mau nandatangan," sindirku.

"Loh, kenapa?" Lulu tampak bingung.

"Uang, apa lagi," ledekku.

Citra memukul meja. "Uang itu bukan untukku. Uang itu baru akan diberikan dalam bentuk deposito kalau bayi ini sudah lahir. Deposito itu nantinya atas nama anak ini, dan baru bisa diambil manfaatnya setelah dia berusia 18 tahun," ujar Citra dengan marah.

Aku menurunkan kedua tangan ke atas meja. "Aneh. Kata Ayah, kamu juga dapat kompensasi 250 juta. Apa Ayah berbohong, ya?" Aku kembali menyindir.

"Uang itu bukan untuk aku pribadi. Tapi untuk biaya selama kehamilan dan persalinan. Termasuk biaya perawatan dan untuk membeli kebutuhan bayi ini," solot Citra.

Aku terkekeh sinis. "Intinya, kamu menandatangani surat itu dan setuju menerima uang yang mereka tawarkan."

"Aku terpaksa! Aku tidak punya pilihan lain. Sekarang, aku harus berpikir keras untuk menutupi aib ini!" Citra mulai histeris.

"Please don't say that!" Tiba-tiba Lulu membentak sambil menggebrak meja.

Aku kaget, dan menoleh ke samping hanya mendapatkan wajah marah Lulu. Sangat marah.

Aneh.

Selama ini, gadis itu selalu terlihat ramah, ceria, dan easy going.

Kenapa tiba-tiba dia bisa marah seperti itu?

Shy Girl's Flirtation #1 Unbeatable Love SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang