Musim Dingin - 03.01

375 51 2
                                    

Seorang pria dengan setelan abu-abu itu masih terduduk di sana, berada di salah satu bangku bar yang telah sepi karena tak ada lima menit lagi, hari akan segera berganti. Juga dengan suhu dingin yang benar-benar menggigit, orang-orang akan lebih memilih bergelung nyaman di atas tempat tidur mereka sedang si pria abu-abu itu masih sibuk mengetuk pelan sloki kosong di tangan kanannya, berulang kali bergumam untuk kembali diisi sedang lawan bicaranya hanya bisa menghela napas melihat kelakuan pelanggan terakhirnya yang sudah bukan hal aneh lagi.

"Mau sampai kapan kau akan di sini, Seok?"

"Sampai hidupku berakhir." Si pria abu-abu terkekeh pelan, menatap sayu lawan bicaranya kemudian menundukkan wajahnya ke atas meja, tepat di atas lipatan kedua lengannya.

"Kau akan tidur di sini lagi malam ini?"

Lawan bicara pria abu-abu itu masih belum menyerah sedangkan yang diajak bicara sudah hampir terlelap ke alam mimpi sehingga si pemilik bar memilih menutup bar-nya kemudian membawa pelanggannya ini ke bagian belakang bangunan, dimana terdapat sebuah ruang kamar yang dibuat menyempil di antara gudang dan dapur juga televisi mini yang sengaja diletakkan di sana.

"Kau benar-benar merepotkan sialan." Si pemilik bar mendengus kecil, melemparkan si pria abu-abu ke atas kasur tipis yang berada di dalam kamar.

"Maafkan aku, Namjoon." Pria abu-abu itu membuka sedikit matanya dan mendapat tatapan kesal dari sosok di hadapannya.

"Kau sudah biasa merepotkanku, Hoseok-ah. Tak perlu minta maaf." Namjoon mendengus kecil, melepas kemejanya hingga hanya tersisa singlet hitam sebagai atasan lalu mendudukkan tubuhnya di atas kasur tipis yang hampir setengahnya dipakai tidur Hoseok.

"Kau tau sendiri aku sudah tak punya muka untuk pulang." Hoseok meraih remot televisi yang berada di ujung kakinya, menyetel televisi mini milik Namjoon kemudian melemparnya entah kemana, membiarkan benda mini yang diletakkan di atas lantai menyala begitu saja tanpa penonton.

"Kau tau aku tidak menyuruhmu pulang ke rumah. Setidaknya pulanglah ke apartemenmu."

"Apartemenku akan kujual."

"Mwo?! Wae?!"

"Aku sudah tak punya uang. Andai Jeon Jungkook tak hilang."

Hoseok memejamkan matanya lagi, meninggalkan kerutan di dahinya atas rasa kecewa, kesal, juga bingung yang masih tertinggal di sudut hatinya. Kesal karena mendadak Jeon Jungkook hilang entah kemana juga bingung akan keberadaan artisnya itu dan yang paling menyesakkan hidupnya, mengetahui fakta jika ia kecewa karena dirinya tidak baik-baik saja sepeninggalnya Jeon Jungkook.

"Kau juga tidak bisa menyalahkan Jungkook. Kau tau keluarganya--"

"Tentu saja aku tau itu tetapi jika saja--jika saja dia tidak hilang--"

Hoseok tak bisa melanjutkan ucapannya karena rasanya, mengingat kembali hilangnya Jeon Jungkook sama saja dengan mengenang kepayahan seorang Jung Hoseok.

"Yah, jika Jungkook tidak hilang kau pasti masih bekerja sebagai manager-nya," lanjut Namjoon meneruskan kalimat Hoseok yang bahkan semakin membuat suasana ruangan itu tak nyaman.

"Sudah, aku tak ingin membahasnya."

Hoseok membalikkan tubuhnya, menyembunyikan wajahnya di antara lipatan lengannya dan mencoba memejamkan mata. Benar-benar berharap dirinya akan jatuh tertidur karena perasaannya menjadi sangat buruk sedang Kim Namjoon tak merasa menyesal sama sekali karena sudah membuat teman sekamarnya ini merasa buruk karena jujur saja, Hoseok memang selalu menjadi kesal ketika kejadian hilangnya Jungkook diungkit kembali.

Namjoon memang tidak ada di sana ketika Jung Hoseok, kawannya ini yang tengah menghabiskan bekal makan siang seperti biasa di bar miliknya kemudian berlari begitu kencang menuju parkiran mobil dan menjalankan mobilnya dengan terburu ketika berita kecelakaan Keluarga Jungkook terdengar dari televisi mini yang bahkan sampai hari ini masih disetel di kamar sempit ini menuju Choi Hospital Group, rumah sakit yang menjadi rujukan keluarga Jungkook.

DOWNPOUR (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang