Musim Dingin - 04

377 51 0
                                    

Ini seperti ironi. Choi Yuna menyadari itu, teringat kembali akan pertemuannya dengan Jungkook di bawah hujan jauh bertahun-tahun lalu, sehingga bukan tanpa alasan ia menyetujui pernikahan kontrak ini. Tatapan tanpa harapan yang Jungkook layangkan kepadanya di hari itu, mungkin akan kembali Yuna dapati beberapa hari ke depan. Bukan berarti ia tega melihat Jungkook-nya terpuruk hanya rasanya--ia hanya tak tau harus bagaimana. Ia memiliki hidupnya, hidupnya yang normal tanpa seorang Jeon Jungkook meski ia sendiri tak bisa menyangkal eksistensi pemuda itu yang menjadi begitu penting untuknya akhir-akhir ini.

Natal tahun ini terasa begitu melelahkan meski entah mengapa langit malam ini begitu bersih, menyisakan beberapa titik putih yang menggantung di sana, juga angin dingin yang sesekali menerbangkan helaian rambutnya. Alih-alih memilih bergelung di atas tempat tidur, Yuna memilih menyandarkan tubuhnya pada balkon kamar, menatap langit malam yang sudah pasti bukan kebiasaannya. Yah, ini kebiasaan Jungkook yang baru Yuna sadari akhir-akhir ini juga rasa sepi yang mendadak menyusup di relung hatinya akan ketidakberadaan pemuda itu di kamarnya malam ini.

Di hari biasa, memang tak sering Jungkook melakukannya hanya ada suatu waktu Yuna mendapati Jungkook berdiri di balkon kamar, menatap langit malam, tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, hanya berdiri di sana dengan sesekali menghelakan napasnya.

Jungkook mungkin tak sadar jika ia diperhatikan tetapi Yuna jauh lebih tak sadar jika ia menjadi terbiasa akan keberadaan pemuda itu. Jungkook yang menenangkannya setiap kali mimpi buruk menyambangi tidurnya atau hanya menemani malam-malamnya yang sepi, hanya berbicara dan saling menatap di balik selimut, tanpa pelukan atau cumbuan tetapi tanpa sadar Jungkook membuatnya jatuh hati. Lagi-lagi, jika ada yang bisa disalahkan, maka itu Jeon Jungkook.

Jika ada yang berpikir Jungkook tengah tidur dengan nyaman karena hari ini begitu melelahkan, itu mustahil sama sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika ada yang berpikir Jungkook tengah tidur dengan nyaman karena hari ini begitu melelahkan, itu mustahil sama sekali. Di sinilah dirinya, terduduk di antara orang-orang berpakaian jingga. Orang-orang yang mungkin hanya melakukan tindak kriminal semasa hidupnya hingga berakhir di balik jeruji besi ini. Beberapa dari mereka memang seorang pembunuh karena mereka dikumpulkan di sini atas alasan yang sama, membunuh.

Sudah lebih dari sehari? Atau hampir tiga hari? Jungkook tak tau sudah berapa lama ia di sini, juga ia yang tak lagi mendapati eksistensi Yuna sejak kejadian di ruang interogasi, membuat Jungkook mau tak mau hanya menerima takdirnya. Tidakkah begitu? Sejauh apapun ia ingin pergi, pada akhirnya tak ada lagi tempat untuk menjejakkan kaki.

"Jangan pernah berpikir untuk lari, hal-hal hanya perlu di hadapi."

Entah darimana ia mengetahui hal itu. Hanya merasa seseorang pernah berkata begitu kepadanya. Namun, lagi-lagi Jungkook kembali menyalahkan keadaan. Berharap ia bisa mengulang kejadian di hari kecelakaan, atau andai ia tau bahwa badai akan terjadi di hari itu, ia mungkin akan kembali hidup dengan normal.

Namun, disinilah Jungkook, terduduk di sudut ruangan, tepat di belakang pintu sel besi, menekuk kedua lututnya dan menyembunyikan wajah di antara lipatan lengan. Dari sela lengannya, Jungkook baru menyadari ada lima orang di ruangan ini yang ikut meraup udara yang sama dengannya. Dua orang dari mereka adalah pria yang mungkin seumuran ayahnya sedang tiga lainnya terlihat tak jauh lebih muda darinya. Hari pertama ketika Jungkook ditarik masuk ke sini, mereka tak terlalu mengacuhkan keberadaan pemuda itu dan hanya memanggilnya dengan nomor yang tertera di dada kirinya atau sekedar menepuk bahu.

DOWNPOUR (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang