14. Cerita Jisung

179 55 14
                                    



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepulang dari makam Mark, aku bergegas ke rumah untuk mengistirahatkan diri sebelum nantinya pergi ke cafe dan bekerja.

Yah, aku tahu. Terlalu berat menjalani kehidupan yang bahkan nggak ada satu orang pun yang mau melakukannya.

Kalau aja Tuhan memberikan pilihan ke manusia sebelum ia lahir, maka seluruh manusia akan memilih hidup serba berkecukupan, jadi orang kaya, harta berlimpah, uang bagaikan air hujan, mengalir terus menerus tanpa dicari.

Tapi aku tahu, itu semua tidak mungkin. Karena tidak akan ada orang kaya kalau tidak ada orang miskin. Semua yang ada di dunia ini adalah antonim, berlawanan. Namun hal itulah yang menjadi keseimbangan dunia.

Langkahku terhenti tepat di depan pintu rumah ketika mendengar suara pecahan kaca dari dalam.

Aku menghela napas, bersiap menghadapi seseorang yang sangat tidak ingin aku temui di rumah. Ya, Ayahku.

Cklek.

Pintu rumah terbuka. Aku bisa melihat rumah kecilku kini berantakan tidak karuan. Botol bekas alkohol ada dimana-mana, juga beberapa pecahan beling dari botol alkohol.

Bau alkohol menyengat di seluruh rumah, membuatku ingin muntah karena tidak biasa mencium baunya.

Lagi-lagi, Ayah bertindak semaunya. Menghancurkan rumah tanpa memikirkanku yang harus membereskan semua kekacauan ini sebelum berangkat kerja malam nanti.

"Heh, Renjun." Ayah menunjuk ke arahku. Tubuhnya sedikit linglung saat berjalan mendekat padaku.

Bruk.

Ayah jatuh ke lantai, ia sepertinya sudah sangat mabuk.

Tapi Ayah mencoba berdiri lagi, berjalan ke arahku dengan langkah tertatih.

"Renjun, kamu punya uang? Ayah minta."

Aku memandang wajah Ayah dengan pandangan tidak percaya. Apa yang baru saja aku dengar rasanya sangat tidak biasa.

Bukankah seharusnya seorang anak yang meminta uang ke ayah mereka? Kenapa dalam kehidupanku malah terbalik begini?

Astaga Huang Renjun. Hidupmu benar-benar tidak bisa diprediksi ya.

Memiliki seorang ayah yang pemabuk, dianggap gila karena melihat hantu, bekerja siang dan malam untuk bisa makan. Apakah tidak ada lagi yang jauh lebih buruk dari itu semua?

"Aku tidak punya uang, Yah. Belum gajian." Aku menertawakan diri sendiri saat mengucapkan kalimat terakhir.

Harusnya kalimat itu diucapkan oleh Ayahku, tapi kini malah berbalik jadi aku yang mengucapkan.

Ayah tertawa kencang, mendorong tubuhku ke belakang. "Tidak ada uang katamu? Haha. Kamu ini sudah bekerja Renjun. Masa tidak punya uang?"

"Uangnya aku pake bayaran sekolah, Yah."

The 7th Sense | HRJ x You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang