Bab 1 (Mature)

8K 296 90
                                    

Nindia

Nindia mematikan kompor setelah mencicipi sup ayam yang telah mendidih beberapa lama dan mendapati rasanya yang pas seperti biasa. Enak. Wildan sangat suka sup ayam buatan Nindia, karena itu ketika suaminya menelepon dari kantor memberitahunya bahwa pria itu akan pulang untuk makan siang, Nindia buru-buru mengeluarkan isi kulkas dan memasak. Untung tadi masih ada sayur sop-sopan dari pedagang keliling dan sisa bikin orak arik untuk Friska kemarin, juga ayam yang sudah beku di dalam freezer.

Wildan tidak selalu makan siang di rumah, namun terkadang jika ia sedang ingin atau mungkin ada berkas yang terlupa, pria itu akan menelepon Nindia dan memberi tahu istrinya tentang rencananya. Dari suaranya, Wildan terdengar seperti menahan diri untuk tidak mengatakan sesuatu. Nindia tersenyum sendiri, memikirkan kira-kira apa yang menyebabkan Wildan begitu bersemangat. Suaminya itu selalu mudah ditebak. Kalau marah atau senang, dengan gampang Nindia bisa membaca perubahan ekspresi wajahnya. Telah menikah cukup lama membuat Nindia dan Wildan dengan mudahnya memahami satu sama lain.

Ketika Nindia membungkuk dengan canggung hendak mengambil spatula yang terjatuh ke lantai, kaki bayi di dalam perutnya (atau mungkin tangannya?) menendang-nendang pelan, terasa seperti kedutan. Ia mengelus perutnya, lalu memasukkan spatula itu ke dalam wastafel.

"Laper ya, Dek?" tanyanya pada sang bayi. "Tunggu daddy pulang ya. Bentar lagi kita makan siang sama-sama daddy."

Wanita itu menata peralatan makan di atas meja, setelah meminta Mbok Jum mengupas mangga arumanis kesukaan Wildan dan membuat jus.

"Manis nggak, Bu?" tanya Mbok Jum.

"Sumer sumer aja, Mbok. Pak Wildan ngga suka manis, mangganya sendiri udah manis."

Mbok Jum mengangguk, melanjutkan kegiatannya.

Nindia menatap jam di dinding lalu duduk di sofa membaca draft pembelaan suaminya untuk kasus terbaru yang sedang ditanganinya di kantor. Ia menandai kertas itu dengan pensil di bagian-bagian yang perlu pembenahan atau dipertajam.

Nindia bangkit dan berjalan tertatih menuju pintu depan ketika ia mendengar mobil Wildan masuk ke dalam garasi. Suaminya sudah pulang. Dari teras, Nindia melihat tubuh tinggi dan tegap Wildan membungkuk ke jok belakang, mengambil sesuatu dari sana. Buket bunga mawar merah dan sekotak Krispy Kreme.

Perempuan itu tersenyum lebar, menyambut Wildan, mengambil bunga dan kotak donat dari tangannya. Perut mereka terantuk karena kandungan Nindia yang sudah memasuki trimester terakhir ketika Nindia mencoba memeluk Wildan. Sekitar sebulan lagi hari perkiraan lahirnya. Lengan Wildan yang berotot dan panjang melingkari tubuh istrinya, pria itu mencium bibir Nindia.

"Wah, dalam rangka apa Mas?"

"Because I love my wife," jawab Wildan senang.

Tentu ada hal lainnya juga, namun Wildan belum mau memberitahukan pada istrinya. Nindia tersenyum sendiri, bertanya-tanya kira-kira apa kabar bagus itu, hingga Wildan berahasia seperti ini.

Mereka berjalan berurutan masuk ke dalam rumah. Nindia membersihkan dan memotong mawarnya lalu menata bunga itu dan memasukkannya ke dalam vas. Sementara itu, Wildan mencuci tangan dan mukanya di kamar mandi pribadi mereka.

Mbok Jum membantu Nindia menata makanan yang masih mengepul hangat ke atas meja, sementara ia mengambilkan makanannya ke piring Wildan. Pria itu mengecek ponselnya beberapa kali, lalu meletakkannya ke dalam saku jas yang tergantung di kursi. Wildan duduk bergabung dengan istrinya, menunggu dengan sabar Nindia meletakkan makanan di piring, sup dalam mangkuk yang terpisah, sambal dan bakwan. Nindia tahu semua kesukaan Wildan.

Dish Best Served Cold (His Regret Series #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang