The Passion To Love^ Five

3.7K 143 11
                                    

Tersenyum ramah pada dokter pribadi keluarga Alexfanders, Arris ikut mengantar sang dokter pria tersebut menuju pintu apartemen bosnya. Sambil membaca keterangan dari resep diberikan dia mencoba memahami semua, hingga pintu ditutup melanjutkan langkah kaki dengan cepat menuju ruang kerja Reigran.

Seperti biasa tidak perlu bersusah payah berlaku sopan dia menerobos masuk melihat pria itu duduk di depan meja kerja. Matanya fokus dengan pekerjaan di layar komputer sebelum menyandarkan tubuh dan sekarang merespon keberadaannya. Seakan sudah tahu akan ada omelan panjang lebar diibaratkan persis seperti rel kereta api Arris sudah siap mengeluarkan semua kekesalan.

Menunjuk selembar resep harus dia beli Arris menatap Reigran kesal, "Diresep ini ada banyak obat harus gue beli. Dokter bilang gadis itu — maksudnya wanita itu terserang demam tinggi. Gue masih baik hati nggak cerita kejadian sepenuhnya ke dokter pribadi keluarga lo! Tapi gue sangat tau wanita itu alami shock luar biasa! Apa yang ada dalam otak lo, huh?! Napa saat lo niat mau mabuk berat! Lo nggak coba hubungi gue dulu semua ini nggak bakal jadi!"

"Demi apa pun sialan lo nidurin seorang perawan?! Lebih tepatnya lo perkosa dia sampe dia trauma kayak gitu?! Apa yang bakal lo lakuin saat dia sadar nanti?! Tau lagi di apartemen mewah lo super besar ini?! Apa yang ada dipikiran gue saat itu jadi?! Dia bisa tambah stres dan traumanya makin nambah karna takut sama lo!"

"Berhenti buat seakan masalah ini besar padahal nggak. Saat dia sadar gue hanya tinggal kasih banyak uang masalah selesai."

Arris menatap tak percaya, "Perlu lo garis bawahi, kalo wanita itu bukan pelacur bisa sesuka hati lo sewa. Apa lo bisa jamin dia mau terima uang pemberian lo?!"

"Semua wanita sama nggak nolak saat dikasih banyak uang.  Berhenti munafik."

"Gue harap lo bisa ubah pikiran lebih hargai wanita malang itu. Gue tau semua yang udah jadi ada hubungannya sama Caitlin."

"Berhenti sebut nama wanita sialan itu."

"Gue nggak akan berhenti kalo lo terus buat kekacauan! Lo mabuk parah karna dia! Lo nggak bisa terima semua yang udah  jadi bahkan sampe detik ini! Apa perlu gue bawa wanita itu ke sini? Ke hadapan lo? Biar lo berhenti mainkan banyak wanita sekali pun lo terus tidur sama wanita bayaran kelas atas? Ini adalah puncak dari kesalahan lo buat karna kesalahan satu malam, lo ambil apa yang nggak seharusnya bisa lo ambil. Perlu gue ingetin lagi wanita lo tiduri, seenggaknya masih suci sebelum lo ambil mahkota berharganya."

* * * * *

Suara tawa yang terdengar, himpitan tubuh yang menyiksa, hingga untuk kembali berteriak saja dirinya sudah tidak lagi sanggup.

"Nggak sia-sia aku bayar sangat mahal untuk tubuhmu ini, Sayang."

"Lepaskan aku! Kumohon ...?!"

Rasa sakit semakin menyiksa saat dirinya bergegas pergi setelah semua selesai. Memastikan pria itu terlelap tidur dan menemukan keberadaan kunci kamar karena dia sudah sangat kotor serta menjijikkan.

*

"Aaaaaakhh ...! Nggak!" Membuka matanya bersama dengan linangan air mata keluar. Pernapasan Davyta terasa sesak  berusaha menyadarkan diri sendiri bahwa mimpi barusan tidak akan terulang kembali.

Beranjak duduk dan melihat sesuatu aneh di sekitar. Apa yang dia lihat membuat kesadarannya sekarang fokus secara penuh. Sekilas adegan itu memenuhi pikiran betapa sangat menakutkan saat dia bertemu kembali dengan pria itu. Seseorang yang kejam mengambil harta berharga satu-satunya dia miliki. Berlari bersembunyi dan terakhir rasa takut melihat pintu didobrak pria itu berhasil menemukan dirinya sebelum dia tidak sadarkan diri.

Rasa takut menyerang kembali dan semakin besar menyadari dia sedang berada di tempat asing air matanya kembali keluar. Rasa pusing dirasa membuat pandangan kembali mengabur dia berusaha beranjak dari tempat tidur saat pintu di depan sana dibuka.

Sekujur tubuhnya kaku seseorang berjalan masuk dan mendekat, membuat dia beringsut menjauh suara tangisnya mulai terdengar.

"Hei ... maaf saya jadi menakutkanmu tapi saya baik, oke? Saya tidak akan menyakitimu saya Arris, yang saat ini bertugas memberikan kamu obat penurun demam."

"Tolong lepaskan aku ... kumohon ...?! Jangan sakiti aku,"

Rasa sakit tak terlihat menerpa jantung Arris karena wanita di hadapannya begitu rapuh. Berusaha tidak kembali keluar dari kamar ini hanya untuk sekedar menghampiri Reigran lalu memberikan satu pukulan keras di wajah itu. Walau dia tidak akan pernah bisa melakukannya karena dia tidak jago kelahi. 

Reigran sialan! Sumpah serapah terus Arris katakan dalam hati.

"Percaya pada saya, oke? Saya baik saya tidak akan menyakitimu." Berusaha meyakinkan wanita itu sebelum perlahan mendekat sekarang Arris duduk ditepi tempat tidur.

"Aku mau pulang ... lepaskan aku."

"Saya ingin membantu kamu tapi tidak untuk saat ini. Kamu akan keluar dari sini setelah kamu bertemu dengannya."

"Nggak ...! Aku nggak mau bertemu dengannya kumohon ...?! Aku mau pulang ... nggak ingin bertemu dengannya,"

Melihat rasa takut itu menyelimuti wanita di hadapan kedua tangan itu memegang kuat kepala. Arris merasakan sakit dan iba wanita di hadapannya trauma apa yang harus dia lakukan? Dirinya tidak mungkin membiarkan Reigran kembali berlaku jahat pada wanita rapuh di hadapan karena dia punya perasaan untuk melindungi siapa pun yang lemah.

Mencoba mengulurkan tangannya dengan pelan berusaha tidak membuat wanita itu ketakutan padanya. Tapi pergerakan cepat wanita itu tiba-tiba saja membuat Artis kaget karena dia meloncat dari tempat tidur dan berlari menuju balkon kamar yang terbuka. Belum hilang rasa kagetnya dia melihat wanita itu sekarang memanjat pagar pembatas.

"Astaga! Jangan lakukan itu!"

Arris berteriak dia berlari mendekat sementara wanita itu menangis histeris. Melihat mata itu terpejam dan tubuh itu terhuyung ke belakang akan menyaksikan seseorang rapuh tersebut jatuh dari ketinggian.

*

The Passion To Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang