The Passion To Love^ Seven

3K 140 11
                                    

Sesuatu terasa menyakitkan memenuhi kepala saat dia membuka mata secara perlahan. Hal pertama dilihat adalah suasana asing tidak sama seperti tadi membuatnya beranjak duduk menyadari dia kembali tidak sadarkan diri berakhir di sofa membuat kembali menangis.

Davyta tidak pernah mengira bahwa takdir hidupnya akan seperti ini. Belum hilang rasanya saat mahkota berharga satu-satunya dia miliki diambil paksa, sekarang dia harus menerima semua rasa ketakutan dengan cara terkurung di tempat asing. Mengabaikan pusing dan berlari menuju pintu mencoba membukanya ketika pintu tersebut dalam keadaan terkunci.

"Buka ...!" Dengan menangis dia mulai mengedarkan pandangan ada jendela kecil tertutup rapat membuatnya berlari mendekat. Mencoba membuka jendela tapi desainnya tidak dapat dibuka tidak ada pintu keluar lainnya selain pintu yang ditutup rapat itu.

"Ibu Ayah ... aku takut!"

Saat panik semakin dirasa suara kunci terdengar lalu pintu itu dibuka membuatnya sekarang terpaku. Seseorang dia takuti menampakan diri Davyta berharap dia akan bertemu kembali dengan pria berkacamata tadi tapi nyatanya dia kini bertemu dengan pria itu. Mengambil jarak dan tidak bisa mengontrol diri sendiri saat rasa panik menyerang pandangan mengabur karena linangan air mata dengan suara tangis semakin terdengar.

"Takut?"

"Ja, jangan mendekat ..."

"Aku bukan tipe orang suka buang banyak waktu nggak berguna. Jadi katakan, berapa uang kamu minta sehingga semua selesai sampai di sini."

Davyta melihat ke arah pintu dibuka lebar mencoba memperkirakan berapa banyak tenaga dia butuhkan agar bisa berlari keluar. Dengan menangis dia mulai berlari berusaha melewati pria itu tapi secepat itu tubuhnya diraih sebelum di dorong menuju sofa.

"Lepaskan aku ...!" Berontak saat dia kembali berbaring dengan tubuh itu sekarang mengurung dirinya.

Seakan semua kejadian menakutkan akan kembali dia alami Davyta berteriak histeris dengan tubuh menggigil ketakutan. Sesuatu yang lembut dan basah sekarang mencium lekukan lehernya membuat Davyta menjadi kaku bersama tangisannya.

"Sepertinya aku akan berubah pikiran. Jika malam itu nggak terlalu mengingat setiap inci tubuhmu tapi malam ini, aku akan mendapatkannya kembali bukan?"

Berontak tapi kedua tangannya ditahan kuat, "Kumohon lepaskan aku!"

"Aku membayar mahal tubuhmu malam itu Sayang jadi,"

Davyta menahan napas saat tangan itu memasuki bajunya mengusap pelan perutnya.

"Agar nggak rugi kamu harus melayaniku satu kali lagi malam ini. Karena sialan Romi membuatku harus membayarmu hingga tiga kali lipat lebih mahal."

Suara kesakitan Davyta berikan saat dia berhasil memukul kuat kepala itu menggunakan kepalanya. Kurungan itu terlepas dan dengan cepat dia berlari keluar panik dirasakan karena bingung mencari di mana pintu keluar. Tapi dengan cepat tubuhnya ditarik mendekat dia digendong posisi kepala di bawah Davyta berteriak histeris.

Mencoba memukul dan menendang ketika tubuhnya dilempar ke atas tempat tidur, kamar sama persis saat dia bangun pertama kalinya tadi.

"Nggak ada yang berani memukulku Sayang, tapi kamu jadi yang pertama dan tentunya harus dapatkan balasan."

Davyta beringsut menjauh melihat pria itu membuka kemeja hanya menyisahkan celana panjangnya dia mulai mendekat, merangkak naik bergerak cepat kembali mendorong tubuhnya hingga berbaring. Davyta berontak bahkan menangis histeris tidak bisa membuat pria di hadapannya berhenti melakukan aksi.

"Tolong! Lepaskan aku! Kumohon?!"

"Sebutkan nominal uangnya maka aku akan membayarmu setelah ini, setelah aku menikmati puas tubuhmu."

Davyta berusaha menendang, mencakar, memukul tapi bajunya dilepas dengan mudah. Dia mengalami hal sama seperti malam itu lagi rasa takut dan tubuhnya terasa lemah seakan sudah kehabisan tenaga.

"Aku nggak pernah mengira kalau seorang perawan akan menggairahkan seperti ini. Keperawananmu yang udah kuambil," Bisiknya di telinga kiri Davyta dilanjutkan dengan ciuman basah di telinga dan sepanjang garis lehernya.

"Kamu demam Sayang, tapi nggak akan mengurangi rasa nikmatnya bukan?"

Davyta tidak berusaha lagi melawan tidak mampu berontak tapi air matanya terus keluar, menandakan betapa rapuh dan sakitnya menjadi hina tidak ada harga diri seperti ini.

Apakah dia dilahirkan ke dunia ini untuk menjadi sama persis seperti sampah? Tidak ada nilainya di mata siapa pun? Bahkan di mata kedua orang tua angkatnya? Dan jika bunuh diri tidak membuatnya menjadi pendosa maka akan dia lakukan karena sejak dia diangkat menjadi anak, dirinya tidak pernah merasakan kebahagiaan lagi sedetik pun tidak pernah.

"Sakit! lepaskan aku ...!"

"Sshh, sakitnya hanya sebentar Sayang, kamu hanya perlu menahannya oh, ini sangat enak dan aku nggak sia-sia bayar mahal atas harga keperawananmu."

Davyta berteriak dan secepat itu juga bibirnya dicium kasar.

"Hanya aku yang menyentuhmu sejak malam itu, hanya aku boleh lakukan itu. Dan ini adalah kali keduanya aku menyentuhmu wajar untuk ukuran sepertimu masih belum bisa menerimaku, tapi aku akan membuatmu terbiasa Sayang,"

Bibir itu menyentuh air matanya yang keluar banyak sementara tangan tersebut mulai menyentuh keseluruhan tubuhnya. Davyta menangis menumpahkan semua rasa sakit, sedih, hina di hadapan seorang pria telah mengambil keperawanannya. Dia akan hidup dalam bayang-bayang menakutkan karena diperkosa berkali-kali.

Dia ingin mati mengakhiri hidupnya tentu setelah semua ini selesai.

* * * * *

Begitu miris, itu adalah pandangan pertama dilihat Arris saat memasuki kamar bosnya pagi itu. Mendapatkan perintah dan wajib menjalankannya hingga selesai tapi hatinya sakit melihat bagaimana tangisan itu terdengar.

Reigran telah memperkosa kembali wanita malang itu, rasanya Arris ingin memberikan pukulan brutal pada pria itu.

"Hei, tidak apa-apa jangan takut, oke? Saya akan menolongmu, saya adalah orang baik malam tadi juga menghampirimu di sini."

"Sakit ..."

Wajah tersebut begitu pucat bukan hanya itu saja tetapi terdapat luka juga terlihat di bibirnya, membuat menahan amarah besar.

Mencari di mana keberadaan baju wanita itu melihatnya di lantai, memungutnya lalu berjalan mendekati, posisinya duduk sambil memeluk kedua lutut, tubuhnya penuh memar dia mencoba menutupinya dengan erat menggunakan selimut.

"Saya akan bawa kamu keluar dari sini sekarang tapi kamu harus mandi, karena setelah dari sini saya akan bawa kamu ke dokter. Kamu bisa pegang janji saya tidak akan macam-macam saya orang baik. Ingin marah terhadap dia telah membuatmu seperti ini tapi untuk saat ini belum bisa melakukan itu. Tapi janji saat waktu tepat akan membalas perlakuan telah dia lakukan saya tulus peduli padamu, Davyta Sasiherly."

*

The Passion To Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang