•••
Langit senja semakin memudar, menghilangkan warna jingga yang terganti gelapnya malam. Ryuki masih terdiam dalam pelukan hangat yang diberikan Yeonjun setelah mereka menghabiskan minumannya. Padahal sebentar lagi jam makan malam, tapi Yeonjun tetap setia memeluk tubuh Ryuki dengan erat.
Ryuki tak berbicara barang sepatah kata, dia hanya menikmati setiap belaian, kecupan dan hangatnya pelukan yang diberikan Yeonjun.
"Uki..." panggil Yeonjun berbisik.
Gerakan tangannya masih belum berhenti untuk membelai rambut Ryuki. Ryuki berdeham untuk menjawabnya.
"Mau berangkat jam berapa?" tanya Yeonjun seraya mengecup puncak kepala Ryuki.
Ryuki menggeleng pelan, "Aku gak mau berangkat, Yeonjun..." Ryuki menolak dengan suara lembut, namun terdengar sangat lemas di telinga Yeonjun.
Yeonjun menatap Ryuki yang ada di depan dadanya, "Kenapa?"
Ryuki menatap Yeonjun, lalu tersenyum tipis dengan dibarengi gelengan pelan dari kepalanya.
"Aku mau istirahat, punggungku sakit, rasanya kaya retak gitu, sakit badanku, malam ini aja... please," ucap Ryuki memohon dengan wajah yang memelas.
Tapi, itu tak berlaku untuk Yeonjun, karena sekarang dia memalingkan wajahnya, menatap Ryuki, lalu mendelik malas.
"Alasan apalagi?" tanyanya seraya melonggarkan pelukan yang tadinya sangat erat.
Ryuki tahu, jika Yeonjun sangat benci dengan kalimat seperti itu, tapi, kali ini dia benar-benar tak bisa melakukan pekerjaan itu, karena punggungnya terasa sakit sekali, lalu tubuhnya terasa sangat lemas, ditambah lagi tadi dirinya berjalan.
"Yeonjun, please..." pinta Ryuki, wajahnya terlihat sangat memohon kepada Yeonjun agar mengizinkan dirinya untuk libur malam ini.
Yeonjun berdesis, "Ck, kamu bisa gunain mulut kamu buat muasin pelanggan, gitu aja alasan."
Setelah mengucapkan itu, pelukan yang awalnya erat semakin tak terasa hangat, Yeonjun terus menjauh dari dekapan Ryuki, Yeonjun selalu mundur setiap Ryuki memohon. Sampai belaian di rambutnya pun Yeonjun hentikan karena terus mendengar Ryuki memohon. Ryuki menghela napasnya, karena sejak kapan Yeonjun memberinya izin untuk sekedar libur satu hari saja, jikalau bukan disuruhnya.
"Ah... okay, jam 9 malam kaya biasa," ucap Ryuki sembari beranjak dari tempat tidurnya.
Yeonjun tersenyum senang mendengar itu, lalu dia menyusul Ryuki yang kini terdiam di depan pintu kamar mandi karena tubuhnya dipeluk oleh seorang lelaki yang sangat dicintainya.
"Good girl, I love you! Aku bikinin makan malam dulu ya!"
Yeonjun pergi dari kamar, sedangkan Ryuki masuk ke dalam kamar mandi dengan hati yang kecewa. Kecewa karena dirinya sendiri yang selalu bodoh karena mempertahankan semua ini hanya karena cinta, padahal dia bermain juga dibelakang Yeonjun dengan sahabat baiknya.
•••
Ryuki sudah siap dengan pakaiannya, dilapisi dengan mantel panjang menutupi pahanya. Setelah selesai makan malam, mereka berdua langsung menuju ke lift untuk sampai ke basement, tempat mobilnya tersimpan.
"Jangan lupa, minggu ini kamu dapat 30 pelanggan," ucap Yeonjun saat mereka baru saja masuk lift.
Ryuki hanya mengangguk, meremas ujung mantelnya, lalu mengigit bibir bawahnya pelan, tanda jika dia merasa tak sanggup untuk melakukan itu dalam waktu tujuh hari. Selama semalam mendapat tujuh pelanggan saja, membuat Ryuki sakit badan, dan lagi Ryuki masih kurang duapuluh tiga orang lagi untuk memenuhi target.
"Bisa kan?" tanya Yeonjun mendekat, dahinya menyentuh dahi Ryuki.
"B-bisa, Yeonjun." jawab Ryuki dengan gugup.
Malam ini, Yeonjun bukanlah kekasih seorang Ryuki lagi, melainkan berubah menjadi seorang mucikari yang kejam dan juga gila. Lupakan saja tentang Yeonjun yang penyayang dan memanjakan Ryuki seperti halnya tadi pagi, siang, dan sore hari.
Karena jika malam, itu tak berlaku lagi. Malam adalah waktu untuk Ryuki mencari pundi-pundi uang sebagai bayaran atas apa yang Yeonjun lakukan, bayaran karena Ryuki dimanja oleh Yeonjun, bayaran karena Ryuki disayang, dipeluk, dan juga dicium oleh Yeonjun, dan juga bayaran karena telah tinggal di apartment-nya, makan bersamanya, dan sebagainya.
Pintu lift terbuka, mereka sudah berada di bawah. Yeonjun keluar telebih dahulu dan Ryuki mengikuti di belakangnya dengan kepala yang menunduk. Berjalan untuk mencari mobilnya terparkir, setelah mencari, akhirnya mobil putih itu terlihat, Yeonjun berlari pelan untuk mencapainya.
Ia membuka pintu untuk dirinya sendiri, Ryuki yang di belakang langsung membuka pintunya sendiri dan duduk di sebelah Yeonjun. Berbeda dengan tadi pagi kan? Tadi pagi, Yeonjun membukakan pintu untuknya, tapi sekarang, sendiri.
"Malam ini, mau berapa pelanggan?" tanya Yeonjun seraya menyalakan mobilnya dan memasang sabuk pengaman.
Ryuki memasang sabuk pengamannya, lalu melirik ke arah Yeonjun.
"Lima?" jawab Ryuki agak sedikit bingung.
Namun, Yeonjun menggeleng, "Bagaimana kalau tujuh lagi?"
Mendengar itu, Ryuki hanya bisa menghela napasnya pelan.
"Diem berarti iya, aku siapin semuanya, tinggal tunggu giliran tiap pelanggan 1 jam, okay?" ucap Yeonjun seraya mengambil handphone-nya dan memanggil seseorang yang mungkin akan membantunya mengurus Ryuki.
Mobil Yeonjun melaju perlahan, dibarengi dengan suara Yeonjun yang sedang berbincang bersama seseorang di telepon.
Ryuki hanya memandangi gemerlapnya bintang di luar sana, lewat jendela.
'Andai semua ini tak pernah terjadi, mungkin Yeonjun akan menjadi Yeonjun yang selalu menyayangi aku tanpa meminta apapun dari aku, Hwang Ryuki, yang sangat lemah. Dan Ryuki, akan selalu menerima setiap bantuan dari siapapun, untuk membebaskannya dari penjara yang menyeramkan. Untuk Mingi, Ryuki menunggumu untuk membawanya pergi ke kebebasan yang dijanjikan.'
•••
— welcome to Obsession —
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession: A Crazy Thing Called Lust
De Todo[Obsession #1 : Choi Yeonjun Version] [15+] "Ingat, semua yang kamu lakukan harus demi aku, bukan karena aku." ··· #writtingchallengeLFLC © sesicha, 2021