Sore itu, waktu menunjukkan pukul 17.00, terlihat seorang gadis cantik sedang duduk, menikmati senja sore hari, lamunannya penuh pertanyaan, pertanyaan tentang apa? Ya, pertanyaan tentang siapa dan mengapa wanita di terminal itu ada di panti ini? Angin meniup rambutnya, cantik sekali, ia sering bertanya mengapa orang tuanya menitipkan ia di panti ini? Tidak ada yang bisa menjawab, tetapi pertanyaan itu terngiang dalam ingatannya, setiap kali ia melakukan apa pun itu, mengapa selalu ada wajah wanita lepau dan pria kenek metromini itu? Siapa mereka? Dari jauh terlihat Bu Ranti yang sedang berjalan menghampiri Jihan, membawa gelas kecil berisikan teh hangat.
“Bu, Jihan sering melihat wanita itu di lepau sudut terminal, tadi wanita itu ada di panti ini, wajah wanita itu mirip dengan wajah Jihan, sebenarnya siapa wanita itu?” Spontan pertanyaan itu terucap.
Angin itu meredup, suasana hening, langit dan awan menggelap, matahari menghilang, rasa penasaran itu masih ada, singgah dalam hati dengan kesungguhan, ribuan pertanyaan terucap sepanjang hari semenjak ia tinggal di panti ini, semua orang tidak bisa menjawab pertanyaan itu, mungkin hanya semesta yang mengerti.
“Kamu siap?” Bu Ranti menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan yang dijawab anggukan.
“Namanya Bu Ningsih, seorang wanita yang meninggalkan anak di panti asuhan ini, saat itu usia anaknya 2 tahun, usia yang masih kecil untuk memahami tentang hidup, beliau ialah seorang mama yang kau pertanyakan sampai saat ini.”
Jihan terdiam, jawaban itu menimbulkan lamunan, siapa perempuan itu? Mengapa sama dengan kejadian saat Jihan pertama kali berada di panti ini? Ia terdiam sejenak, mencoba untuk melupakan pertanyaan itu.
“Beliau ialah sosok seorang yang kamu cari selama ini, beliau ibumu.”
Jawaban itu sontak membuat Jihan terheran, bagaimana tidak? Sosok seorang wanita yang selama ini ia lihat sedang berada di lepau sudut terminal, sedang bersama preman terminal itu, sedang asyik mabuk bersama, adalah sosok seorang ibu yang selama belasan tahun ini menyisakan tanda tanya dalam hidup Jihan.
Nafasnya berhembus berat, mencoba menerima itu semua, menyisakan tanya dalam hidup, tentang mengapa seorang ibu itu menaruhnya di panti ini, bukan kah seharusnya ibu itu membesar-besarkannya? Bukankah seharusnya kasih sayang seorang ibu itu menjadi kenyataan, tak menerima kasih sayang dari kedua orang tua, tak menyurutkan semangat nya, Jihan bukanlah tipe orang gampang menyerah bukan? Menyerah bukanlah jalan terbaik baginya, tetapi berusaha menjadi terbaik
KAMU SEDANG MEMBACA
JIHAN
General FictionTentang usia seorang anak yang belum siap mengerti akan kerasanya hidup!Hidup tanpa ayah dan ibu,sulit?Memang!