CIY | Bersandiwara

428 114 21
                                    

Suara yang berasal dari robekan kertas seakan sedang menemani Aurista sejak satu jam lalu. Bagaimana tidak jika cewek itu selalu saja salah dalam mengerjakan soal yang tertera di buku paketnya.

"Gue benci matematika! Ini napa jawabannya nggak ketemu juga dari tadi?! Apa coba yang salah?! Dibagi udah buat dapetin hasilnya, lama-lama bisa abis isi buku tulis, dasar Rista bego lo!"

Pintu kamarnya diketuk dari luar mengalihkan cepat pikirannya.

"Non, udah tidur ya?"

"Belum Bi masuk aja!" Teriaknya mulai kesal seorang diri.

"Ada anak buah Tuan mau bertemu Non."

"Bodyguard Papa? Siapa?"

"Sedang menunggu depan pintu kamar Non, mau bertemu atau Bibi suruh pergi saja?"

"Temui aja, makasih Bi."

"Kalau gitu Bibi permisi dulu."

Menutup buku dan mematikan sebentar lampu meja belajar  Aurista beranjak keluar.

Terpaku ketika membuka pintu melihat seseorang tidak lain adalah Eru. Cowok itu berdiri di depan pintu kamarnya. Wajah itu masih terlihat pucat saat terakhir kali dia melihatnya di rumah sakit sore tadi.

"Udah tidur?"

Aurista menggeleng lalu dia menarik lembut tangan Eru, membawa dia masuk ke dalam kamar tapi cowok itu tidak berusaha mengikutinya.

"Kenapa?" Aurista bertanya bingung.

"Aku minta maaf, untuk perlakuan nggak menyenangkan ke kamu tadi."

Napa rasanya dia mau nangis sekarang? Ayolah Aurista lo bukan cewek lemah. Batinnya mencoba menyemangati diri.

"Nggak apa-apa. Yang kamu bilang itu semua benar."

Satu hal Aurista sadari Eru bicara padanya menggunakan aku-kamu bukan gue-elo lagi, ada perasaan senang dalam lubuk hatinya.

"Kamu masih belum sehat, ke sini hanya untuk bilang hal ini? Jangan bilang kamu keluar dari rumah sakit dan jalan kaki ke sini?"

"Ya."

"Eru kenapa bodoh?! Kenapa nggak gunakan taksi?! Atau apa pun itu?! Kamu belum pulih! Kenapa hobi bikin aku khawatir —" Perkataan Aurista terhenti saat dirinya ditarik kini dia berada dalam pelukan Eru.

"Maaf."

Jantung cewek itu berdebar kencang di luar kendali. Ini hanya perlakuan biasa dia bahkan sudah terbiasa dipeluk oleh siapa  pun, tapi kenapa berada dalam pelukan Eru membuatnya sangat bahagia?

Aurista ingin menangis efek terlalu senang. Dia membalas pelukan Eru tentu dengan senyuman tidak dapat lagi disembunyikan.

Ragu Eru mulai mengangkat tangan mengusap pelan kepala Aurista. Dan dengan semua beban pikiran yang semakin bertambah dia harus jalani sampai semua tugasnya selesai.

Flashback.

Eru menghentikan kegiatannya memasang jaket saat Bhanu datang ke kamar tidak lama setelah Aurista pergi. Dia baru saja lepas infus dan diperbolehkan pulang tentu dengan obat-obatan rutin harus diminum.

"Sudah boleh pulang?"

"Ya."

"Begini Eru, ada yang ingin saya sampaikan padamu."

Bhanu duduk ditepi tempat tidur pasien menatap serius pada Eru.

"Semua menjadi sulit kau tahu? Permintaan Rista padahal dia tahu bahwa kau kerja dengan saya. Langsung saja ke intinya saya ingin dirimu untuk tidak bersikap dingin padanya. Sampai batas waktu ditentukan apa maunya sebisamu untuk turuti. Anggap kamu bekerja dengan saya melalui dia."

Crash Into You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang