Hari ini ada kelas Eksperimen Fisika dua, topik kali ini adalah mengukur tingkat kebisingan. Di depan sana, asisten dosen mereka sedang memberi pengarahan tentang apa saja hal-hal yang harus mereka lalukan dan apa saja yang perlu mereka persiapkan.
Tiap kelompok terdiri dari 2 mahasiswa, dibebaskan untuk memilih dengan siapa mereka ingin berpasangan. Mereka harus mengambil sampel 10 ruangan berbeda dan mereka harus mengukurnya dengan menggunakan Vasco.
Sebagian besar penghuni kelas bersorak senang, karna itu artinya mereka diberi kesempatan untuk melihat pemandangan cogan atau cecan dari fakultas lain. Eih kapan lagi kan punya kesempatan cuma-cuma untuk cuci mata sambil mengerjakan tugas seperti ini.
Ini kesempatan langka dan mereka harus memanfaatkannya.
Ketika asdos sudah meninggalkan ruangan dan mereka diberi waktu dua jam untuk berkeliling memenuhi target sampel yang diperlukan, suasana kelas mendadak ricuh, mulai mencari siapa teman satu tim yang pas dan menyenangkan untuk diajak bekerja sama.
"Kamu sama aku, gada penolakan" ya seperti biasa, anak yang satu ini tidak perlu kesepakatan dari siapapun untuk bertindak, tidak ada satupun yang bisa menentang keras kepalanya.
Sebenarnya tidak ada yang salah, ya seharusnya begitu. Karna Isqia adalah salah satu anak kebanggaan profesor, dengan nilai praktikum yang tidak pernah kurang dari A-, bukankah itu berarti Bimala tidak perlu khawatir dengan nilai eksperimen mereka hari ini.
Hanya saja, Bimala sedikit keberatan dengan bagaimana laki-laki ini bertindak. Apalagi sekarang, melihat Isqia tersenyum begitu cerianya membuat Bimala membatin, apa yang begitu membuatnya senang?
"Kamu mau kita keliling kemana? Fakultas kedokteran? Teknik sipil di sebrang? Atau teknik mesin di belakang?"
"Apa kamu butuh pendapatku?" Kali ini Bimala bersuara. Ya seperti yang diketahui siapapun Isqia dan keputusannya belum pernah bisa ditentang siapapun.
"Ya, kali ini aku kasih kamu free card" laki-laki itu mengangguk, sambil membenarkan sedikit letak kaca matanya.
Kalau sedang berada di lingkungan kamus, atau saat di kelas, laki-laki itu memang lebih sering mengenakan kaca matanya. Dikarenakan ia tidak mau kalau jumlah minus pada matanya terus bertambah.
"Em tapi kayaknya jangan ke teknik sipil atau mesin deh. Terlalu banyak anak laki-laki di sana, kamu pasti bakal gak nyaman" lihat, baru saja beberapa detik yang lalu laki-laki ini bilang akan memberikan teman sekelompoknya kebebasan.
"Aku sama sekali gakeberatan" Bimala bersuara, sambil memperhatikan Vasco yang mereka bawa.
"Kalo gitu aku yang keberatan" Isqia menggumam, sambil menganggukkam kepalanya beberapa kali. Sedangkan Bimala mengarahkan andangannya pada Isqia, apa kalian tahu kalau sekarang laki-laki itu sedang memamerkan jejeran giginya yang punya satu gingsul itu?
"Apa kamu cuma bakal terus ngoceh tanpa memutuskan kita harus kemana?" Mendengar itu, Isqia reflek merapatkan mulutnya.
"Sure, kita harus bergegas kalo gitu" tanpa dipinta siapapun, tanpa berpamitan, dengan semaunya laki-laki itu menarik sebelah tangan gadis di sampingnya.
Tentu saja kali ini Bimala tidak bisa diam saja.
"Mataku masih cukup awas untuk bisa berjalan tanpa dituntun. Kalo kamu gakeberatan, cukup kasih aku rutenya dan aku bakal sampai di sana tanpa tersesat" lagi-lagi Isqia dibuat kehabisan bahasa. Ya mungkin kali ini laki-laki itu memang sudah jauh melampaui batasannya.
Maka tanpa perlawanan, tanpa sepatah kata. Isqia mengangkat kedua tangannya tanda menyerah, lalu mulai melangkahkan kakinya tanpa saling bicara.
Sepanjang perjalanan, tidak sedikit orang-orang yang menyapa laki-laki berkemeja biru tua itu. Tidak seperti Bimala yang hanya punya kenalan anak satu program studinya atau paling banter anak dari club pecinta alam yang diikutinya. Tapi Isqia tidak, mungkin tidak ada yang tidak mengenal laki-laki kelewat ramah ini di fakultas mereka, atau mungkin beberapa anak dari fakultas lain juga mengenalinya.
Mereka memilih beberapa ruangan belajar yang sedang kosong, beberapa lainnya sedang di isi. Dan sisanya mereka memilih taman dan perpustakaan.
Apa kalian tahu kemana pada akhirnya dua manusia beda kepribadian ini menjadikan tujuan perjalanan eksperimennya? Coba tebak. Mereka berkahir hanya dengan mengelilingi komplek program studi mereka sendiri.
"Kamu mau kita ngerjain jurnalnya dimana?" Isqia kembali mencoba membuka percakapan, jujur laki-laki itu tidak mau hari ini berlalu cepat sekali.
Apa sampai di sini kalian bisa menangkap sesuatu? Rasanya laki-laki itu sudah terlalu gamblang menunjukkan ketertarikannya pada gadis lesu di sebelahnya.
"Cafe kak Pram"
"Lagi?" Lagi? Ya. Rasanya setiap mereka punya tugas kuliah yang harus segera diselesaikan bersama, Bimala selalu memilih cafe yang pemiliknya sangat cerewet itu untuk dijadikan tempat tujuan.
"Berhenti buat nanya sama aku kalo kamu udah punya jawabannya sendiri" Bimala mendnegus kesal dan itu membuat Isqia kaget.
Bukan, bukan terkejut karena takut. Tapi lebih kepada terkejut yang menjurus pada rasa senang. Ya, Bimala yang dikenalnya adalah tipe manusia yang lebih senang mengabaikan dibanding menunjukkan bagaimana perasaan kesalnya pada orang lain.
Jadi menemukan gadis itu menunjukkan ekspresi tidak biasanya membuat sudut bibir Iqsia berkedut—tidak kuat menahan rasa bahagianya.
"Oke. Kali ini aku bakal berbaik hati. Nanti jam 7 kita ketemu di sana?"
"Nanti?"
"Apa kita harus ke sana sekarang?"
"Masih ada besok atau lusa. Lagipula ngumpulnya kan masih minggu depan" Bimala bersuara. Sepertinya hari ini gadis itu baru saja merestok banyak percakapan dalam dirinya, ya hari ini Bimala cukup banyak berbicara. Atau mungkin itu juga dapat diartikan kalau manusia bernama Isqia ini cukup banyak membuatnya kesal.
"Besok sama lusa adaa matakuliah praktikum. Apa kamu mau kita lanjut nugas setelah cukup lama terpenjara di lab? Beruntung kalo besok kita belum disuruh buat laporan. Ah mungkin kita bisa ke sana di sabtu malam? Gimana?"
Penjelasan Isqia tentu tidak ada salahnya, tapi rasanya kalau sejak pagi dan harus dilanjut malam nanti Bimala harus bertemu lagi dengan laki-laki ini, gadis itu takut harus menenggak pil sakit kepala sebelum tidurnya.
Belum lagi kalau mereka harus bertemu di club pecinta alam. Rasanya, kalau boleh dihitung, lebih dari separuh kehidupan kampusnya harus dijejali dengan kehadiran laki-laki itu.
Bertemu di akhir pekan, apalagi malam minggu jelas bukan pilihan yang bijak. Dan tentu saja Bimala menolak.
"Fine. Nanti malem" setelah merasa tidak ada lagi yang perlu mereka bicarakan. Bimala memilih menyerahkan alat pengukur kebisingan yang mereka gunakan kepada Isqia. Lalu gadis itu memilih meninggalkannya tanpa berniat mengeluarkan kata untuk berpamitan.
Isqia hanya bisa tersenyum sambil melihat punggung gadis yang terus melangkah meninggalkannya. Gadis yang tidak pernah bersikap manis tapi selalu terlihat manis untuknya.
Perempuan yang lebih senang mengacuhkannya dibanding mencoba membalas semua ucapannya. Perempuan yang entah bagaimana bisa terlihat kuat dan terluka dalam satu waktu yang sama.
Kadang Isqia melontarkan tanya pada kepalanya sendiri, apa gadis itu makan dengan layak selama ini? Kenapa ia punya tubuh yang kecil sekali? Apa yang sedang ia pikirkan kali ini? Kenapa matanya sendu sekali?
Ya, pikiran-pikiran itu menghantuinya entah sejak kapan. Mungkin pada awalnya ia bisa mengabaikannya, tapi setelah tahun-tahun berlalu, rasanya ia tidak bisa terus begitu. Entah apapun itu, ia harus menolong gadis itu. Kalau tidak bisa jadi obatnya, ia hanya perlu jadi badut lucu yang bisa menyenangkannya.
Itu adalah visi hidup Isqia setelah bertemu Bimala.
![](https://img.wattpad.com/cover/233693369-288-k972198.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Your P U L S E
ChickLitSquel of P U L S E Selesai yang tak pernah benar-benar selesai. Ada yang harus benar-benar mereka selesaikan sebelum memulai ikatan baru yang mungkin sudah menunggu, entah dengan menyambung masa lalu atau dipertemukan dengan orang baru. Satu dari ke...