"Hai" Bimala menatap datar laki-laki yang entah darimana, tiba-tiba sudah muncul di hadapannya dengan membawa dua kaleng minuman bersoda yang salah satunya ia sodorkan pada Bimala.Bimala masih menatapnya datar, sejenak. Sebelum kembali membenarkan kacamata bacanya dan melanjutkan fokusnya pada beberapa jurnal penelitian di dalam laptopnya.
Terlalu sering diabaikan membuat Isqia sudah kebal. Tanpa tahu malu laki-laki itu malah mengambil langkah untuk duduk tepat di sebelah Bimala. Menelisik dari samping bagaimana tulang pipi itu dipahat menjadi begitu serius.
"Setahuku kamu selalu membeli minuman ini setiap pergi ke kantin" Isqia kembali berusaha mengajak Bimala berbicara. Sebenarnya Bimala bukan tipe manusia bisu yang tidak bisa diajak bersosialisasi. Hanya saja gadis itu benar-benar memilih kalimat mana yang memang harus ia tanggapi.
"Ah. Aku tau. Kamu pasti marah karna postingan tempo hari kan?" Bisa-bisanya laki-laki itu berujar dengan santai sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
Sudah tahu salah tapi masih bersikap santai? Memang minta dipukul dengan sepatu kepala laki-laki tidak tahu malu ini.
"Kalau kamu marah. Harusnya kamu meneriakiku, atau kamu bisa saja menjambak rambutku kan? Jangan cuma diam. Kasian emosimu kalo terus dianggurkan"
"Apa kamu gapunya pekerjaan lain selain berisik di sebelahku?" Bimala menggerutu. Kesal bukan main. Baru kali ini rasanya Isqia sudah benar-benar melewati batasannya.
"Seseorang mungkin butuh tau kalo ternyata nomer whatsappmu itu masih aktif. Masih bisa dihubungi"
"Apa kamu gamerasa terlalu ikut campur urusanku?" Kali ini, Bimala benar-benar menatap lawan bicaranya.
"Apa aku harus ikut cara hidupmu? Jangan sok tau hal-hal yang gapernah ada dalam teritorialmu" Bimala menutup layar laptopnya, mengemasi buku dan menyusun semua perlengkapan belajarnya.
Isqia tidak melakukan apa-apa. Mengaku setuju dengan sepenuh hati atas cacian yang baru saja ia dapatkan, karna itu sama sekali tidak ada salahnya.
Hanya, membiarkan gadis itu terus-terusan sendirian juga terasa tidak benar. Kalau mereka tidak bisa akrab dengan cara yang baik, maka Isqia akan menjelma jadi manusia paling menyebalkan yang tidak akan pernah perempuan itu lupakan.
Suara ponselnya membuyarkan lamunan Isqia tentang Bimala. Menghela sedikit nafasnya sebelum mengangkat panggilan dan bersiap mendengarkan sabda tak berujung dari si penelfon.
Seharusnya ia memang tidak usah terburu memberi tahu, harusnya ia hafal apa hal yang akan ia dapatkan. Dan Isqia baru menyesali itu sekarang, terlambat memang.
________________________
Dengan langkah setengah terburu, bingung dan merasa bersalah padahal tidak melakukan sesuatu yang salah. Bimala mengetuk pintu ruang kepala program studi mereka. Ada hal yang harus ia tanyakan, dan itu tidak bisa ditunda.Ketika dipersilakan masuk, Bimala langsung menyampaikan maksud kedatangannya. Sambil menyerahkan satu amplop putih dengan logo universitas mereka.
Seingatnya ia sama sekali tidam pernah mengajukan diri, tapi kenapa tiba-tiba seseorang dari kelasnya memberinya sebuah kertas terlipat dengan ucapan selamat.
Apa-apaan ini?
"Maaf pak sebelumnya. Saya mau bertanya, barusan saya dapat surat yang isinya menyatakan kalau saya lulus seleksi untuk ikut program KKN nasional. Tapi seingat saya, saya tidak pernah mengajukan diri untuk itu" Bimala bahkan sampai memberikan surat yang ia dapatkan kurang dari 30 menit yang lalu.
"Wah. Kamu beruntung kalau begitu"
"Beruntung gimana pak?"
"Kamu beberapa kali pernah ikut kelas saya to? Jadi saya yang mengajukan nama-nama mahasiswa yang menurut saya cukup mempuni untuk program ini. Ya salah satunya kamu ini"
"Apa saya gak bisa mundur pak?"
"Kenapa? Program ini bagus loh. Setifikat dan piagamnya langsung ditanda tangani pak menteri. Bisa jadi bahan rujukan nanti kalau kamu mau lanjut studi. Kapan lagi bisa berbaur selama tiga bulan dengan anak-anak dari seluruh negeri. Yakan?"
Ya. Ya tapi disitu masalahnya. Berbaur dengan orang-orang dari lingkungan yang sama dengannya saja sudah terasa menyulitkan. Apa dia bisa kalau harus hidup seatap dengan orang-orang yang lebih asing dari tempat ini?
"Pasti seru. Percaya sama bapak. Kalo kamu beruntung, nanti pulang bisa bawa jodoh"
Ngawur.
Daripada makin lama pembahasan ketua prodinya ini makin wara-wiri, akhirnya Bimala memilih pamit undur diri.
Masih sambil mendengus, menatap lembaran yang tidak pernah ia harapkan. Bimala hampir menjerit kalau-kalau ia tidak ingat masih ada di lingkungan kampus. Bisa dianggap sawan kalau ia benar-benar berteriak seperti orang kesetanan.
Masalahnya, tahun ini Yogyakarta yang kebagian jadi tuan rumah. Itu artinya ia harus berlaku selayaknya tuan rumah yang harus menyambut tamu, menjelaskan seluk beluk yogyakarta. Berlagak jadi tourguide mereka selama kegiatan kuliah kerja nyata.
Itu artinya, ia harus banyak membuka suara. Ya ampun, membayangkannya saja ia sudah sakit kepala.
Belum sempat mengembalikan perasaannya yang awut-awutan, runtutan notifkasi dari ponselnya membuat Bimala benar-benar butuh berteriak sekarang juga.
Runtutan notifikasi itu berasal dari grup yang baru saja dibentuk beberapa menit lalu. Grup apa lagi kalau bukan untuk masalah KKN negeri. Baru dibuat tapi notifikasi yang muncul di ponselnya sudah hampir serarus. Apa mereka mengetik dengan sepuluh jari mereka sekaligus?
Tanpa buang waktu, Bimala menyalakan mode matikan notifikasi selama satu tahun penuh.
Bagaimana ia bisa menemukan informasi penting kalau runtutan pesan tidak penting lainnya sudah menyerbu tidak tahu waktu.
Masa bodo lah, Bimala hanya harus pulang secepatnya. Merendam sebentar kepalanya ke dalam bak mandi, siapa tau emosi yang mengepul hari ini bisa meluap secepatnya.
Ya, semoga.
Tapi ternyata, dalam perjalanan pulang kepalanya merasa kalau ia butuh lebih banyak asupan cafein hari ini. Itu kenapa Bimala sudah mendorong pintu cafe yang menimbulkan suara gemerincing yang berasal dari lonceng di atas pintu.
Pemiliknya menyambut Bimala dengan senyum kebangsaannya. Seperti biasa, Bimala tidak perlu menyebutkan pesanannya. Gadis itu hanya perlu menyerahkan bayarannya dan siapapun yang melayaninya sudah tahu betul apa pesanannya.
Menu yang tidak pernah berubah sejak kedatangan gadis itu pertama kali.
Bimala memilih posisi duduk paling pojok, sengaja mencari spot paling tenang dengan harapan sakit kepalanya bisa segera reda.
Membiarkan kepalanya terkulai di atas meja, sampai seseorang mengantarkan pesanannya dan ikut duduk di hadapannya.
"Kepalamu ada asepnya itu"
"Mau meledak Kak rasanya" Pramana yang diajak bicara hanya tertawa. Memang selalu ada waktu-waktu dimana Bimala butuh lebih dari satu cangkir kopi di pagi hari.
Karna sudah mengenal gadis ini begitu lama, Pramana sudah hafal kebiasaannya.
"Mau cerita?" Pramana menawarkan diri.
Kadang, mereka bisa bersikap seperti saudara yang saling pengertian. Tapi Bimala lebih sering bersikap menyebalkan dengan membangun tembok beton dengan cor-coran terbaik yang hanya ia sendiri yang mampu meruntuhkan.
Tapi kali ini, tanpa dipinta dua kali, Bimala menyerahkan amplop yang sudah sedikit lusuh karna ia genggam dengan tidak berperasaan.
Pramana lantas tertawa setelah selesai membacanya. Mungkin bagi orang lain, hal yang Bimala terima hari ini adalah kabar baik. Tapi tidak menurut Bimala.
Masalahnya bukan pada isi suratnya, hanya memang penuh ada pada diri Bimala.
Gadis yang paling menghindari sosialisasi, yang tidak suka bising keramaian, sekarang harus jadi bagian dari semua huru-hara itu. Tapi tentu Pramana senang.
Senang karna perempuan pendiam yang tidak bisa diam menurut Sakti ini, harus kembali bersosialisasi. Pramana sungguh berharap Bimala bisa menemukan setidaknya setengah dari kehidupannya sebelumnya.
Sebelum ia kehilangan Sakti dan menganggap tidak ada lagi yang perlu diistimewakan dari Yogyakarta yang Istimewa ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Your P U L S E
ChickLitSquel of P U L S E Selesai yang tak pernah benar-benar selesai. Ada yang harus benar-benar mereka selesaikan sebelum memulai ikatan baru yang mungkin sudah menunggu, entah dengan menyambung masa lalu atau dipertemukan dengan orang baru. Satu dari ke...