5 - Mencoba Mandiri

10.5K 1.1K 54
                                        

Arga menyesap cairan perpaduan antara serbuk kopi dan susu di tangan penuh kenikmatan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arga menyesap cairan perpaduan antara serbuk kopi dan susu di tangan penuh kenikmatan. Bibirnya sedikit tertarik kala rasa manis buyar menjamahi seluk beluk lidah. Rasa manis dan sedikit pahit yang tak pernah bosan ia teguk setiap harinya. Arga benar-benar mencintai kopinya.

Satu embusan napas laki-laki mancung itu keluarkan dengan paksa. Matanya tak luput memandang pintu utama berbahan kayu di hadapan. Hari sudah menjelang senja. Namun, Aska tak kunjung kembali.

Arga akui, ia salah. Pria berkepala tiga itu berulang kali mengecek gawai di genggaman, berharap Aska sudi mengirimkan kabar walau hanya sebatas beberapa bait kata. Andai saja pagi tadi ia bisa lebih mengontrol emosi dan andai saja ia memilih menjawab pertanyaan anak itu dengan jujur, pasti semua tak akan berujung seperti ini.

Pria yang memiliki hidung kelewat mancung itu pun kembali menatap layar televisi yang menyala di sisi kiri. Namun gagal, fokusnya benar-benar hilang kendali sebab si bungsu. Arga dilanda khawatir. Takut jika anak itu benar-benar nekat mencari pekerjaan di umurnya yang masih cukup belia.

Arga menungkikkan alis seraya mematikan televisi. Tubuhnya mulai menegak hendak meninggalkan kenyamanan sofa. Namun urung sebab suara motor Arkan mulai terdengar memasuki pekarangan.

"Assalamu'alaikum ...."

"Wa'alaikumsalam."

"Widih, enak banget ya, Bro. Santai kayak di pantai." Arkan menjatuhkan bokongnya di samping Arga sembari meletakkan kresek bawaannya di meja hadapan. "Duh, pegel banget badan gue, mashaallah."

Arga hanya melirik lalu mengambil gawai dari meja. Hatinya berniat mencari keberadaan sang adik lewat media sosial. Aska itu pecinta alam. Bukan tidak mungkin remaja pendek itu pergi se-lama ini untuk menyegarkan pikiran dan mengabadikannya di sosial media.

"Aska mana? Tumben nggak nonton bareng?"

Arkan mengernyit saat pertanyaannya mengudara tanpa balasan. Ditatapnya Arga dengan bibir mencebik. "Heh, kanebo kering. Adeknya nanya malah dikacangin. Au ah, gue mau samperin Aska dulu. Ntar burger-nya keburu dingin."

"Aska lagi di luar."

Terpaksa Arkan mendudukkan kembali bokongnya di atas sofa saat suara yang ia tunggu-tunggu akhirnya terdengar.

"Ke mana dia?"

Arga mengendikkan bahu. "Ngambek sama gue."

"Hah?" Arkan berseru kaget. Karena setahunya, ia tak pernah mendengar kegaduhan antar keduanya. Sifat Arga yang dewasa dan selalu mengalah membuat Aska nyaris tak pernah mengeluh. Beda dengan dirinya.

"Ngambek kenapa dia?"

"Gue juga nggak paham. Padahal pagi tadi maksud omongan gue nggak gitu." Arga menghempaskan gawai ke sisi sofa lalu memijit pelipis dengan alis mengkerut.

"Apaan sih? Tadi pagi kalian tengkar? Kok bisa? Bukannya kita berangkat kerja bareng?"

Arga tiba-tiba menoleh. "Ar, yang gue takutin beneran terjadi."

BrothersickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang