6 - Sesak

15.9K 1.3K 109
                                    

Aska terpaksa membuka mata saat sesak terasa mengganggu lelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aska terpaksa membuka mata saat sesak terasa mengganggu lelap. Dadanya naik turun tak beraturan walau tubuh sudah sepenuhnya ia dudukkan. Cairan aneh pun terasa menyumbat hidung, membuatnya berulang kali menarik napas cukup dalam. Tapi nyatanya, dadanya masih sesak dan nyeri.

Karena panik, remaja itu berusaha berdiri dan menggapai saklar lampu. Setelah terang menyapa, ia kembali duduk di sisi ranjang guna menetralkan pernapasan. Diliriknya jam yang masih menunjukkan pukul tiga. Matanya bergulir kesal. Selalu seperti ini, di jam yang sama. Ini benar-benar mengganggu istirahatnya.

Keringat sebiji jagung jatuh mengaliri pelipis. Aska berulang kali terpejam dengan bibir terkatup erat. Ia tak tahan. Sudah sepuluh menit berlalu tapi sesak di dada tak kunjung mereda. Dengan tubuh agak terhuyung ia giring langkah ke luar kamar.

"Bang, bang ...."

Aska berusaha mengetuk pintu kamar Arkan sepelan mungkin. Tapi sampai napasnya terasa semakin sulit pun laki-laki jangkung itu tak kunjung membuka pintu.

"Bangsat." Aska mendesis sembari memegang dada. Karena kesal, ia pun semakin mengeraskan ketukannya.

Persekian detik, pintu pun berderit. Arkan menggaruk rambut sembari menguap dengan mata segaris. "Ck, paan si."

"Bang, sesek, Bang."

Arkan langsung membuka mata selebar mungkin. Suara Aska terdengar tercekik dan agak terputus. Pria jangkung itu lantas menggapai bahu sang adik dan menggiringnya masuk.

"Pelan-pelan, Dek. Napas pake mulut coba."

"Ini 'kan pake mulut, bego. Ugh ...."

Arkan berdiri dan mengerjab. Sorot matanya tampak tak fokus, memancarkan kekhawatiran yang mendalam. Melihat wajah Aska yang sudah berkeringat dengan napas mengi-nya membuat pria jangkung itu bolak-balik menelan ludah.

"Buka baju dulu apa gimana? Lu senderan coba, senderan. Sini gue bantu."

Aska menurut. Wajahnya memerah saking sakitnya sesak yang merajai dada. Bahkan ketika Arkan membantunya bersandar, ia buru-buru meremat lengan pria jangkung itu guna melampiaskan sakit.

"Bang, ban-tuin, Bang."

Mendengar suara kecil sang adik, Arkan jadi bingung sendiri. Apalagi merasa rematan anak itu terasa amat erat mengapit daging.

"Aska lo jangan buat gue panik, ya. Ini pasti gara-gara rokok. Lo sekarang sampe habis dua bungkus 'kan satu hari?"

Tak ada jawaban yang keluar. Aska yang sudah telanjang dada masih berusaha mengatur ritme napasnya. Badannya sudah melemas tapi perlahan ia mulai bisa meraup udara sedikit demi sedikit.

"Nah gitu. Napas pake hidung, keluarinnya dari mulut. Pelan-pelan aja," ujar Arkan lembut. Tangannya terulur mengusap dada anak itu, berharap sesuatu yang menghimpit dan menghalangi laju udara lekas enyah dari sana.

BrothersickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang