Himitsu (Rahasia) #4

23 2 0
                                    

Pagi-pagi, ayah dan ibu sudah siap dan berpakaian rapi. Mereka hendak pergi ke kuil untuk berdoa demi keselamatan putra sahabat baik ayah yang belum ditemukan sampai sekarang.

"Kaori, bersiap-siaplah!" instruksi ayah.

"Aku tidak ikut," kataku.

Ayah dan ibu berpandangan.

"Kenapa?" tanya ibu lembut.

"Kak Saichi juga tidak ikut," jawabku sembari menoleh ke arah Kak Saichi.

"Ya, Saichi memang ..." ayah tidak melanjutkan kata-katanya.

Kak Saichi tidak percaya agama, juga tidak percaya pada Tuhan. Tidak seperti ayah dan ibu, Kak Saichi tidak pernah ke kuil. Saat tahun baru tiba, ketika orang-orang berbondong-bondong berdoa ke kuil, Kak Saichi hanya ke kuil untuk melihat kembang api serta bersenang-senang bersama teman-temannya.

"Kaori, kau memang tidak mengenal sahabat ayah itu. Tetapi, yang menjadi korban bukan hanya putra sahabat ayah, banyak juga warga Jepang yang lain. Sebagai sesama warga Jepang, apa kau tidak ingin berdoa untuk mereka?" ibu berusaha membujuk.

"Kenapa sekarang kita harus berdoa?" tanyaku.

"Karena saudara-saudara kita tertimpa musibah," kali ini ayah yang menjawab.

"Jadi, kita hanya berdoa ketika kita tertimpa musibah? Berarti, setiap harinya kita tidak perlu berdoa?" tanyaku lagi.

Ayah maupun ibu tidak menjawab.

"Kalau begitu, kita hanya menganggap Tuhan ada saat kita merasa butuh? Memangnya di hari-hari lain kita tidak membutuhkan Tuhan?" kejarku.

Masih tidak ada jawaban.

"Lalu, kenapa kita harus berdoa di kuil?" aku masih bertanya.

"Karena Tuhan ada di sana," akhirnya ayah menjawab.

Aku mengembuskan napas. "Kalau Tuhan hanya ada di kuil, bagaimana dengan tempat-tempat yang terletak jauh dari kuil? Bagaimana dengan orang yang saat ini mungkin sedang berusaha menyelamatkan dirinya dari reruntuhan gempa? Apa dia harus pergi ke kuil dulu untuk memohon keselamatan?"

"Mou ii (cukup)Kalau tidak mau ikut, tidak usah ikut!" sergah ayah. "Ayo, Bu, kita berangkat!" ayah pun mengajak ibu berangkat.

Ibu diam sejenak, menatapku beberapa saat lamanya sebelum menyusul ayah. Kak Saichi juga mengawasiku. Aku berusaha cuek.

***

HankachiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang